Terjemahan langsungnya adalah jumlah maksimum orang yang dapat berkunjung ke sebuah destinasi wisata tanpa menimbulkan gangguan pada fisik, ekonomi, sosio cultural, dan pengurangan kepuasan dari pengunjung.
Dari TCC kemudian kita bisa melihat dari setiap dampaknya yaitu fisik melalui physical carrying capacity, ekonomi melalui economic carrying capacity, dan kemudian dari socio cultural melalui social carrying capacity.
Physical carrying capacity adalah kapasitas atau daya tampung dari sebuah area, kita bisa mengambil contoh dari kapasitas sebuah area pantai atau pesisir misalnya.
Ukuran normalnya adalah 1 meter per orang, jika melebihi itu maka kita bisa melihat kerumunan orang dalam area tersebut, pemandangan penuh sesak lautan manusia dengan semakin terbatasnya ruang gerak mereka.
Ditambah dengan pembangunan dan peningkatan jumlah wisatawan tanpa penambahan luas area, maka dampak negatif dapat muncul terhadap kegiatan dan kehidupan masyarakat lokal.
Salah satu dampaknya adalah misalnya lebih banyak toko-toko yang mendukung kegiatan pariwisata dibandingkan toko toko kebutuhan masyarakat, dan karena semakin sedikitnya toko kebutuhan pokok masyarakat maka kenaikan barang kebutuhan tersebut pun bisa naik.
Inilah yang disebut dengan economic carrying capacity di mana pengertiannya adalah ketika pendapatan dari penjualan kebutuhan pariwisata menyebabkan inflasi pada harga barang barang kebutuhan pokok masyarakat lokal.
Kepadatan pengunjung dan kegiatan pariwisata juga membawa dampak lainnya yaitu meningkatnya kejahatan dan pelanggaran pelanggaran di mana hal ini akan mengurangi tingkat kenyamanan wisatawan terutama pada rasa aman mereka dalam melakukan kegiatan wisatanya.
Di sini kita sedang mengukur social carrying capacity dari sebuah destinasi wisata, contoh yang mungkin mudah adalah apa yang terjadi beberapa waktu yang lalu di sebuah destinasi wisata kita yang notabene merupakan barometer kepariwisataan nasional.
Sebenarnya masih ada lagi tolak ukur yang dapat kita analisis dari sebuah destinasi namun keempat tolak ukur di atas adalah yang umum digunakan.
Sekarang pertanyaannya adalah apakah setiap destinasi menerapkan tolak ukur tersebut dengan dasar bahwa kuantitas masih dipandang lebih penting dan utama daripada kualitas, sedangkan kualitas sendiri masih diartikan dari sisi wisatawan bukan pada destinasi wisatanya.