Penerbangan jarak jauh atau long haul selama ini dilakukan oleh para maskapai dengan menggunakan pesawat berbadan lebar baik yang dengan dua lorong maupun satu lorong serta dengan dua mesin atau empat mesin.
Latar belakangnya sudah tentu karena maskapai ingin memaksimalkan kapasitas kursinya dalam setiap penerbangan yang pada akhirnya akan berimbas pada pendapatan operasional maskapai.
Kelahiran pesawat jumbo pada awal tahun 1970an tidak hanya menciptakan pengalaman baru terbang jarak jauh dengan pesawat tapi juga meningkatkan kapasitas dan pendapatan bagi maskapai operatornya, begitu pula kelahiran super jumbo walau hadir di ujung era pesawat berbadan lebar bermesin empat.
Sedangkan pada penerbangan jarak sedang, penggunaan pesawat berbadan sedang memang lebih cocok dioperasikan akan tetapi jika terjadi kenaikan permintaan kursi pada sebuah rute penerbangan maka maskapai harus memilih dua opsi yaitu penambahan frekuensi yang berarti penambahan slot di bandara atau mengganti pesawat lain dengan kapasitas yang lebih banyak.
Penambahan slot juga berarti penambahan biaya rutin pada pengoperasian pesawat selain dari pembelian pesawat dengan kapasitas yang lebih banyak jika maskapai melihat peningkatan permintaan kursi tersebut berpotensi membawa keuntungan secara jangka panjang.
Sebagai contohnya maskapai Transavia Netherlands yang merupakan anak perusahaan dari Air France-KLM berencana akan mengganti armada pesawat sedangnya dari Boeing B-737 800NG ke A-321 yang akan menambah kapasitas dari 189 kursi ke 235 kursi dalam setiap penerbangan. Latar belakangnya adalah karena mereka ingin menambah kapasitas mereka pada rute jarak sedang terutama ke destinasi wisata di kawasan Mediterranean.
Namun adakalanya langkah ini tidak selamanya mudah terutama jika ada bandara yang sudah tidak lagi memiliki slot atau juga ketika bandara memutuskan untuk mengurangi frekuensi lalu lintasnya untuk mengurangi tingkat kebisingan seperti yang dilakukan oleh Bandara Amsterdam (AMS).
Keadaan bisa akan lebih buruk lagi apabila langkah bandara AMS ini diterapkan juga oleh bandara-bandara lain di kawasan Eropa, penerbangan yang akan terdampak adalah khususnya untuk penerbangan jarak pendek dan pendek serta regional yang berfokus pada frekuensi.
Perkembangan inilah yang melatatbelakangi beberapa maskapai menggunakan pesawat berbadan lebar pada rute-rute pendek dan sedang serta regional yang umumnya dilayani oleh pesawat berbadan sedang dalam waktu terakhir ini.
Namun kini perkembangan yang akan terjadi pada penerbangan jarak jauh adalah akan hadirnya pesawat berbadan sedang yaitu pesawat besutan pabrikan Airbus dengan Airbus A-321 XLR (Xtra Long Range)nya, pesawat ini varian dari A-321 yang merupakan salah satu anggota keluarga pesawat A-320.
Pesawat yang kini sedang dalam tahap sertifikasi dengan menjalankan berbagai tes penerbangan tersebut memiliki daya tempuh jauh yang sepertinya dan memang dipersiapkan oleh Airbus sebagai pilihan bagi maskapai pada penerbangan jauh dengan biaya operasional yang lebih hemat seperti pada jumlah kru kabin yang lebih sedikit karena menyesuaikan dengan jumlah kapasitasnya.
Namun pesawat A-321XLR ini tetap bukan pesawat berbadan lebar melainkan berbadan sedang yang umumnya untuk penerbangan jarak pendek dan menengah.
Pertanyaannya adalah apakah pesawat ini nantinya dapat membantu para maskapai dalam menumbuhkan pendapatannya pada jalur penerbangan jarak jauh melalui kapasitas ?
Jika kita berbicara dalam konteks memaksimalkan utilisasi pesawat, maka penerbangan jarak jauh tujuannya adalah memaksimalkan kapasitas sedangkan penerbangan jarak pendek pada frekuensi penerbangannya.
Pada jalur gemuk seperti lintas Atlantik Utara di mana kapasitas lebih memberikan manfaat kepada maskapai, pengurangan kapasitas pada setiap penerbangan bisa jadi bukan jawaban dari efisiensi biaya, melainkan pergantian pesawat dengan kapasitas yang sama, namun dengan mesin yang lebih hemat konsumsi bahan bakarnya.
Salah satu flag carrier negara Emirat Arab misalnya yang mengandalkan pesawat berbadan lebar dan super jumbo dalam jaringannya juga mungkin melihat kehadiran pesawat berbadan sedang bukan sebagai opsi.
Namun memang ada rute-rute penerbangan jarak jauh yang tidak memiliki Passenger Load Factor (PLF) maupun permintaan kursi yang tinggi secara rata-rata sehingga hadirnya pesawat berbadan sedang dapat merubah itu sekaligus menghemat biaya operasional maskapai.
Mungkin ini pula yang menjadi latar belakang Airbus dalam menghadirkan A321 XLR sebagai pilihan kepada maskapai agar maskapai dapat selalu memiliki pilihan pesawat yang dapat menghasilkan PLF yang tinggi dan sekaligus penghematan biaya operasional.
Kapasitas dan frekuensi dalan konteks utilisasi pesawat kepada maskapai sepertinya sudah tidak relevan lagi hubungannya dengan jenis rute yang dilayani, sekarang bukan pada rute pendek, sedang ataupun jauh.
Bagi maskapai, jenis pesawat dengan kapasitas yang berbeda beda namun dapat menyesuaikan dengan permintaan kursi pada setiap penerbangan dapat membantu maskapai menghemat biaya operasional, ini kita bisa lihat pada jalur HKG ke DPS yang terkadang dilayani oleh pesawat berbadan sedang A-321 dan juga yang berbadan lebar.
Kini sepertinya, dalam konteksi utilisasi pesawat dalam armadanya, pilihan maskapai berubah menjadi kapasitas dan atau efisiensi dimana kapasitas tetap menjadi pilihan utama sedangkan efisiensi menggantikan frekuensi yang dapat tergambar pada pergantian pesawat di kelas yang sama oleh beberapa maskapai namun dengan kapasitas yang lebih banyak.
Dalam arti bahwa maskapai tidak perlu menambah frekuensi penerbangan dan slot bandara seiring adanya peningkatan permintaan kursi pada rute rute tertentu (jarak pendek dan sedang), sekaligus menghemat biaya pada pengelolaan armadanya.
Satu hal yang akan menjadi tantangan dan pilihan sulit bagi maskapai mungkin adalah Passenger Experience (PaxEx) karena penerbangan jauh dengan luas kabin yang lebih kecil perlu memberikan pengalaman terbang yang sama dengan pesawat berbadan lebar.
Kebijakan bandara yang mengurangi slot sebagai usaha mereka mengurangi emisi suara mesin dan juga jejak karbon setidaknya bisa menjadi trigger bagi industri aviasi khususnya aviasi sipil komersial dalam menuju Fly NetZero pada tahun 2050 nanti sebagai komitmen industri aviasi pada Paris Agreement 2015.
Referensi:
- aerotime.aero/articles/transavia-nl-waf-2023
- premium-flights.com/all-short-haul-routes-operated-by-wide-body-aircraft/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H