Dalam beberapa hari ini, situs situs aviasi dan kedirgantaraan banyak dihiasi dengan berita tentang Australia, lebih khususnya lagi pada pertahanan udaranya.
Mulai dari pembelian 20 unit pesawat C 130 J-30 hingga kunjungan menteri luar negeri dan pertahanan Amerika ke Australia untuk membicarakan mengenai pembuatan missile oleh Australia.
Australia juga beberapa kali melakukan latihan militer bersama dengan Amerika dan beberapa negara di kawasan Indo Pasifik, dimana yang terkini adalah latihan bersama gabungan "Talisman Sabre" yang melibatkan 11 negara termasuk Indonesia.
Alasan yang mudah ditebak dari berita beriya tersebut ini tidak lain adalah negara Tiongkok dan kekhawatiran Australia (dan Amerika) pada stabilitas kawasan Indo Pasifik.
Bobolnya ruang udara Amerika oleh ulah sebuah balon udara milik Tiongkok setidaknya menyadarkan Amerika betapa pentingnya kawasan Indo Pasifik bagi mereka, sebuah kawasan yang menjadi pintu masuk ke teritori mereka tepatnya pada pesisir barat, oleh karena itu pula benteng perlu diperkuat.
Australia yang merupakan sekutu dekat Amerika menjadi mitra pada penguatan benteng tersebut, selain juga pentingnya bagi Australia sendiri untuk membentengi teritorinya.
Indonesia yang juga berlokasi di kawasan Indo Pasifik pastinya tetap mencermati segala perkembangan pada kawasan ini, namun mungkin tidak seheboh Australia.
Namun itu off topic, kita fokus ke topik satu ini saja.
Pertanyaan pun mungkin bisa timbul, apakah sudah segenting itukah potensi ancaman di kawasan Indo Pasifik hingga diperlukan langkah langkah untuk mengantisipasi keadaan terburuk ?
Jawabannya adalah iya dan tidak atas dasar beberapa event atau perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu terakhir ini.