Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca. Airport of Birth : HLP Current Airport : DPS

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Drone dan Potensi Ancamanya terhadap Ketentraman Dunia

26 Juli 2023   11:23 Diperbarui: 27 Juli 2023   08:41 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: picryl.com

Definisi drone adalah merujuk pada istilah Unmanned Aerial Vehicle (UAV) yaitu kendaraan udara bermesin tanpa adanya manusia didalamnya sebagai pengendalinya serta dapat dikendalikan dari jarak jauh (remote) dan jugan secara autonomous.

Dengan definisi tersebut maka drone juga mengaplikasikan aerodinamik terutama untuk menghasilkan gaya angkat (lift), sama dengan pesawat bermesin lainnya.

Hal ini juga berarti pesawat berawak juga dapat diubah menjadi drone, ini setidaknya dengan melihat sejarah dari drone itu sendiri serta penerapannya di beberapa negara seperti Amerika.

Sebagai salah satu contohnya adalah sebuah prototype drone dengan dasar pesawat B-17 Flying Fortress yang diterbangkan dengan radio kontrol pada tanggal 6 Agustus 1946 oleh USAF dari Hawaii ke California.

Situs Imperial War Museum (iwm.org.uk) menyebutkan drone Queen Bee besutan de Havilland adalah sebagai drone pertama yang dijadikan target latihan, drone ini melakukan tes penerbangan nya pada bulan Maret 1917 dengan dikendalikan menggunakan radio kontrol.

Drone ini merupakan pesawat berawak de Havilland DH.82 Tiger Moth yang meripakan pesawat latih.

Sejarah awal pesawat tanpa awak ini memang adalah sebagai alat pengamat dari udara serta menjadi target di udara dalam latihan (flying target practice) sejak perang dunia 1, akan tetapi berakhirnya perang dunia 2 berubah.

Perang dunia 2 tidak hanya mengakhiri perang diseluruh dunia tetapi juga memulai perang jenis baru bernama Cold War atau perang dingin yaitu antara Amerika dan  Soviet yang dimulai dari tahun 1947.

Perang ini tidak menggunakan kekuatan militer pada skala penuh, keadaan ini membuat masing masing ingin mengetahui jenis persenjataan apa yang dikembangkan dan dimiliki dari pihak lainnya.

Dari sisi Amerika, pengalaman penyerangan mendadak oleh Jepang atas pangkalan laut nya di Pearl Harbor telah memberikan pelajaran penting tentang satu hal yaitu mengetahui kekuatan dan gerak gerik lawan sama pentingnya dengan pertahanan.

Era espionage pun dimulai antar dua negara termasuk kegiatan pengintaian dari udara yang melahirkan beberapa jenis pesawat khusus pengintaian yang dapat melakukan pemotretan udara ke darat, kita bisa melihatnya pada pesawat Lockheed U2 Dragon Lady dan Lockheed SR-71 Blackbird.

Setelah kedua pesawat ini dipensiunkan atas dasar biaya pengoperasian keduanya dan juga beresiko pada awaknya, peran dari kedua pesawat ini banyak digantikan oleh drone.

Bahkan dikabarkan pengembangan pesawat SR-71 menjadi SR-72 adalah drone bukan pesawat berawak lagi seperti SR-71.

Amerika sebenarnya telah menerjunkan drone dalam peperangan nyata yaitu pada masa perang Vietnam dengan drone seperti Lockheed D-21 dan Ryan AQM-91 Firefly dan beberapa lainnya namun pihak Amerika baru mengakuinya pada tahun 1973.

Dan seiring dengan perkembangan teknologi   terutama pada penerbangan selanjutnya, drone tidak lagi hanya menjadi alat pemantauan atau udara, juga tidak hanya sebagai pesawat tanpa awak belaka.

Kini drone juga akan menjalankan peran dan fungsi yang sama dengan pesawat berawak serta berada sama di garda terdepan pada sebuah misi, operasi dan bahkan pertempuran bersama sama dengan pesawat tempur berawak.

Peran dan fungsi tersebut membuat drone tidak hanya sekadar sebagai Unmmaned Aerial Vehicle belaka ataupun yang dipersenjatai (armed drone) yang dapat melakukan penyerangan dan menjadi penambah amunisi pada sebuah operasi ataupun pertempuran namun berkembang menjadi UCAV atau Unmanned Combat Aerial Vehicle dengan peran sebagai drone tempur (Combat Drone).

Ini dapat terlihat pada konsep kekuatan udara masa datang yang dikembangkan oleh beberapa negara seperti Amerika serta Perancis dan Jerman.

Pada program Next Generation Air Dominance nya, militer Amerika akan mengikutkan drone sebagai Collaborative Combat Aircraft (CCA) mendampingi pesawat tempur utama nya yang berawak dengan sebutan Penetrating Air Counter (PAC).

Sedangkan Airbus dan Dassault Aviation dengan Future Combat Air System (FCAS) berupa Manned-Unmanned Team (MUT) dimana beberapa drone diluncurkan dari pesawat kargo militer dan kemudian bergabung mendampingi pesawat utama nya yang disebut Next Generation Fighter (NGF).

Namun dari semua perkembangan ini terdapat potensi yang dapat membawa kekhawatiran terhadap kententraman dunia yaitu fakta dimana drone dapat diproduksi secara massal teruratama drone non tempur serta dapat diperjualbelikan layaknya barang pada umumnya.

Fakta lainnya adalah akses jual beli segala jenis persenjataan juga kini semakin terbuka terutama pada pihak/badan non pemerintahaan serta perorangan.

Dengan dua fakta tersebut maka pihak manapun, baik negara yang tidak mampu memproduksi atau juga membeli pesawat tempur maupun badan/organisasi non pemerintahan termasuk teroris dapat memperoleh drone dan kemudian mempersenjatainya menjadi 'armed drone'.

Drone memang lebih murah pada proses produksinya dari pesawat tempur, juga secara bebas dapat dijual dan dibeli oleh siapa saja serta memerlukan persetujuan dari pemangku kebijakan (lawmaker) di negara produsen nya.

Ditambah lagi dengan munculnya Micro Aerial Vehicle  (MAV) berupa drone berukuran mini tapi dapat membawa dan menjatuhkan granat ke darat, serta kamikaze drone yang selain sebagai UCAV juga sebagai ammo atau senjata dengan menjatuhkan drone ke target seperti para penerbang pesawat zero nya Jepang yang dikenal dengan sebutan kamikaze.

Kemungkinan adanya drone tempur yang lebih canggih, lebih cepat dan lebih banyak daya angkut persenjataannya (armament) daripada drone besutan pabrikan terkenal akan menciptakan kekhwatiran pada penyalahgunaan drone ini.

Dari sisi pertahanan udara, baik antar negara maupun antara negara dengan non negara, sistem pertahanan udara baik melalui udara maupun darat terhadap serangan drone tempur tidaklah selamanya sama dengan mempertahankan terhadap pesawat tempur.

Drone tempur bisa berukuran lebih kecil dan dengan walau kecepatannya tidak menyamai pesawat tempur jet, akan tetapi dengan kemampuan nya untuk terbang rendah bisa tidak dapat di serang dengan menggunakan persenjataan tehadap pesawat tempur.

Salah satu cara pertahanan nya adalah dengan meningkatkan kemampuan tempur elektronik (electronic warfare) dengan melakukan jamming terhadap signal dari drone tempur.

Namun tetap perlu pengadaan sistem pertahanan dan counter attack terhadap serangan drone tempur baik dengam juga membangun drone tempur ataupun dengan persenjataan dari darat yang berbeda dengan persenjataam anti pesawat.

Pada penggunaan drone oleh non militer (publik) ada baiknya jika pengawasan dan penerapan aturan lebih ditingkatkan dengan diimbangi oleh sosialisasi terutama yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan penerbangan serta juga keamanan nasional.

Salam Kedirgantaraan.

Referensi :

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun