Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca. Airport of Birth : HLP Current Airport : DPS

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Ketika Pesawat Tidak Terbang di Dunia Selebar Daun Kelor

22 Juli 2023   11:18 Diperbarui: 25 Juli 2023   13:37 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembelian pesawat Airbus A-400M Atlas oleh Indonesia memang dapat dinilai sebagai langkah untuk meningkatkan angkut udara (airlift), namun benarkah demikian adanya ?

Situs Janes dalam sebuah ulasan nya mengatakan bahwa Indonesia meminta otonomi yang lebih luas kepada Airbus dalam proses produksi pesawat CN-235 sebagai salah satu kondisi atau isi dari perjanjian pembelian pesawat Airbus A-400M.

Otonomi tersebut berupa produksi beberapa segmen pesawat yaitu pada bagian depan pesawat (nose fuselage), roda depan dan roda pendaratan (nose and landing gears).

Apabila memang benar adanya, ini merupakan hal yang positif bagi Indonesia khususnya PT.DI, namun apakah semua ini cukup bagi pengembangan pesawat CN-235 itu sendiri secara keseluruhan dan juga produk lainnya ?

Setiap pesawat terutama yang cukup sukses pada model pertamanya biasanya dikembangkan kembali baik pada versi dan varian nya, untuk lebih mudah melihatnya adalah pada pesawat Boeing B 747 dari seri 100 hingga 400 serta seri terakhirnya yakni seri 8 interconnental nya.

Pesawat CN-235 memang merupakan project kerjasama antara Industri Pesawat Terbang Nasional (IPTN) dengan Construcciones Aeronuticas SA (CASA) yang kemudian mendirikan Airtech.

Kerjasama ini hanya mencakup proses pendesainan hingga produksi pesawat CN-235 seri 10 dan 100/110 dan selanjutnya masing masing mengembangkan seri lanjutannya.

Pihak CASA yang kemudian bergabung dengan Airbus Military (sekarang Airbus Defence and Space) mengembangkan versi panjang nya yakni C-295 sedangkan IPTN (sekarang PT.DI) dengan N-245 walau masih dalam konsep hingga kini.

Dalam perkembangannya, pengguna utama pesawat CN-235 adalah pihak militer dengan berbagai versi nya seperti versi Maritime Patrol Aircraft (MPA) selain menjadi pesawat angkut sedang.

Sedangkan konsep pesawat N-245 adalah lebih berorientasi sebagai pesawat penumpang dan kargo (airliner) dengan tidak adanya ramp door di bagian belakang pesawat.

Namun sayangnya pengembangan konsep pesawat ini yang sempat masuk pada program strategis nasional kemudian dihapuskan.

Pada produk lainnya yaitu N-219 nyaris mengalami nasib yang sama dengan N-245 walau sudah berhasil mendapatkan type certificate di Indonesia.

Nasib serupa disini pada tahap pasca produksi terutama pada persaingan internasional di kelas yang sama.

Pesawat ini memiliki pesaing seperti de Havilland Canada DHC-6 Twin Otter, Beechcraft 1900D dan juga Harbin YF-12 asal Tiongkok.

Pesawat Harbin YF-12 pada bulan Juli 2023 telah mendapat type certificate dari badan penerbangan Eropa yaitu EASA, sebelumnya prototipe YF-12E juga sudah mendapatkan type ceritificate dari FAA.

Dengan dikeluakannya type certificate dari EASA dan FAA maka lengkap sudah bekal pesawat ini untuk memperluas pangsa pasarnya terutama di kawasan Amerika dan Eropa yang merupakan pangsa pasar aviasi yang sangat besar selain dari di negara asalnya.

Ketiga pesawat ini merupakan pesawat ringan multi guna bermesin dua dan berkapasitas 19 kursi untuk penerbangan jarak pendek, commuter maupun feeder kepada maskapai lain di hub.

Multi guna berarti pesawat dapat melakukan peran dan fungsi lain seperti evakuasi medis untuk mengangkut pasien yang membutuhkan transfer dari sebuah lokasi ke fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan lainnya.

Tidak mudah dan murah serta singkat waktu untuk mendapatkan type certificate, karena pabrikan perlu menunjukan dan membuktikan bahwa pesawat mereka laik dioperasikan baik secara komersial maupun nom komersial.

Pabrikan terkadang memerlukan prototipe lebih dari satu unit untuk lebih mempercepat waktu yang dibutuhkan serta ditambah dengan biaya biaya lainnya seperti kebutuhan kru selama proses sertifikasi dan lainnya.

Bagi beberapa peminat mungkin sertifikasi dari kedua badan penerbangan ini tidak menjadi pertimbangan utama dalam memilih pesawat yang sesuai dengan kebutuhan mereka serta dengan harga per unit nya yang tidak tinggi.

Namun jika type certificate justru menjadi pintu pembuka pada pangsa pasar yang lebih luas, maka type certificate menjadi hal yang utama.

***

Pengadaan pesawat A-400M mungkin bisa merupakan peningkatan daya angkut udara bagi militer kita baik untuk angkut udara perang maupun damai.

Dan ketika alih teknologi ataupun perluasan otonomi dari pabrikan pesawat kepada kita sebagai kompensasi dari pengadaan pesawat A-400M, juga dapat dinilai sebagai hal yang positif.

Akan tetapi itu semua sebenarnya belum membuka kunci dari semua potensi dan kesempatan yang kita miliki.

Industri pesawat terbang selalu memerlukan pengembangan baik itu pada konsep maupun pada produk pesawat yang sudah jadi.

Industri pesawat juga tidak hanya pada satu niche saja, ada penerbangan sipil selain militer yang juga membutuhkan jenis dan tipe pesawat serupa.

Pangsa pasar pesawat terbang tidak hanya terdapat di dalam negeri dan regional tapi mencakup semua negara yang ada di dunia.

Industri pesawat terbang memang berkaitan erat dengan teknologi, namun penerapan teknologi tidak hanya berasal dari alih teknologi saja tetapi juga dari inovasi -- dan inovasi dalam konteks pesawat adalah daya tarik dari pesawat.

Teknologi memang berbiaya tinggi namun ketika alih teknologi tersebut berasal dari pembelian yang sebenarnya mungkin dapat dialihkan ke proses sertifikasi pesawat produksi kita di kawasan Eropa dan Amerika, terdapat opportunity cost yang kita tanggung.

Selain dari melihat tidak murah nya harga satu unit A-400M ini serta urgensi akan kebutuhan airlift kita yang sepertinnya sudah mencukupi dengan armada C 130 B/H/J untuk angkut berat nya dan CN-295 untuk angkut sedangnya.

Kita telah memiliki fasilitas dan juga SDM insinyur insinyur penerbangan yang tak kalah dalam berinovasi, jika kita menghapus ide dan konsep maka inovasi tak kan tercipta. 

Saatnya pelaku industri kedirgantaraan dan aviasi kita terutama maskapai dan pabrikan pesawat untuk menunjukan bahwa dunia ini tidak selebar daun kelor alias hanya sebesar satu negara ataupun satu kawasan saja.

Salam Aviasi dan Kedirgantaraan.

Referensi :

  • janes.com/defence-news/news-detail/indonesia-seeks-more-autonomy-on-cn235-production-in-offset-talks-for-a400m
  • en.m.wikipedia.org/wiki/CASA/IPTN_CN-235
  • flightglobal.com/air-transport/chinese-y-12f-commuter-turboprop-secures-european-certification/154155.article

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun