Maskapai pada umumnya selalu berusaha melebarkan sayap nya (network) dengan memperbanyak rute penerbangan ke sebanyak mungkin destinasi, walau pembukaan rute baru memerlukan pertimbangan dan perhitungan dari sisi maskapai.
Pembukaan rute baru oleh maskapai terkadang bisa tidak umum atau dari sisi perhitungan pendapatan maskapai belum dapat memberikan jaminan kepada maskapai akan keberlangsungan layanan penerbangan mereka pada rute baru tersebut.
Alhasil, adakalanya maskapai menghentikan layanan penerbangan tersebut karena biaya operasional nya tidak bisa tertutupi oleh pendapatan penjualan tiket dan kargo.
Penghentian penerbangan pada sebuah rute ini disebut dengan route churn, sedangkan dari sisi bandara ini berarti kehilangan pelanggan atau dalam bahasa bisnis nya dikenal dengan customer churn.
Maskapai pada dasarnya merupakan pelanggan bandara, mungkin di Indonesia agak tak terlihat namun di beberapa daerah lain di dunia dimana terdapat kompetisi antar bandara ketika ada lebih dari dua bandara.
Masing masing bandara berusaha menarik dan mempertahankan maskapai untuk menjadikan bandara sebagai tempat keberangkatan, kedatangan dan bahkan sebagai pengumpul trafik maskapai (hub).
Mungkin ada yang bertanya mengapa bandara perlu menarik perhatian dan mempertahankan maskapai sebagai pelanggan nya ?.
Bandara perlu memperluas jaringan nya juga, sama dengan maskapai -- semakin banyak koneksi penerbangan ke berbagai destinasi maka semakin tinggi daya tarik pelaku perjalanan dalam melakukan perjalanan udara.
Secara teori, customer churn adalah keadaan dimana pelanggan menarik diri dari berlangganan dari layanan sebuah perusahaan dengan beberapa sebab diantaranya ketidakpuasan layanan yang diterima oleh pelanggan.
Sedangkan pada dunia penerbangan maskapai menghentikan rute berjadwal maskapai di bandara baik pada salah satu bandara keberangkatan atau kedatangan maupun keduanya.