Bandara Soekarno Hatta (CGK) dalam perjalanannya telah banyak mengalami upgrade mulai dari penambahan terminal penumpang hingga penambahan landasan pacunya.
Upgrade ini dilakukan untuk meningkatkan kapasitas bandara dalam menampung peningkatan yang terjadi pada jumlah pergerakan pesawat, orang, dan kargonya.
Namun mari kita memfokuskan pada pergerakan orang di sini yang berarti mencakup calon penumpang dan para personel bandara dan maskapai serta lainnya seperti orang yang bekerja di pusat perawatan pesawat dan di oulet outlet retail bandara.
Mereka yang bekerja di bandara merupakan commuter yang sehari-harinya melakukan perjalanan dari tempat tinggalnya ke tempat kerjanya (bandara) di mana mereka bisa menggunakan kendaraan pribadi maupun publik.
Baik personel dan calon penumpang berasal dari berbagai sudut kota kota di kawasan Jabodetabek, bahkan beberapa penumpang ada yang berasal dari Bandung dengan adanya bus shuttle dengan rute Bandung ke Soetta dan sebaliknya.
Ini berarti trafik jalanan menuju ke bandara akan mencakup mereka semua diatas dan karena dari berbagai sudut kota maka akan terjadi bottleneck disatu poin dimana terjadi pertemuan trafik dari segala arah tersebut.
Dan dengan peningkatan atau upgrade yang dilakukan di bandara maka trafik di jalan menuju bandara juga meningkat dengan bertambahnya orang yang bekerja di bandara, juga penumpangnya dengan bertambahnya jumlah penerbangan.
Bandara CGK awalnya memang sebagai bandara yang melayani kota Jakarta dan sekitarnya namun dengan pertumbuhan di kawasan lain, maka kini bandara CGK melayani banyak kawasan termasuk provinsi Banten dan beberapa kota di Jawa Barat.
Perkembangan ini sangat luar biasa dari sisi industri penerbangan akan tetapi jika tidak didukung dengan fasilitas yang seharusnya dibutuhkan maka justru menciptakan masalah baru.
Salah satunya waktu tempuh calon penumpang menuju bandara yang kian bertambah, hal ini menambah total waktu perjalanan mereka pada akhirnya.
Penumpukan atau konsentrasi kendaraan bermotor mulai dari kendaraan pribadi maupun umum dalam berbagai ukuran dapat dipecah dengan adanya bandara tambahan yang pada akhirnya dapat mengurangi waktu tempuh menuju bandara.
Satu hal yang perlu diingat pula bahwa bandara CGK juga menjadi hub dan base semua maskapai yang diregistrasi di Indonesia, ini berarti hampir semua personel dari berbagai bagian maskapai bekeja di sini termasuk pilot dan kru kabin yang juga sebagai pengguna jalan menuju bandara.
Bila kelak maskapai menambah pesawat mereka atau bahkan terdapat maskapai baru maka keadaan akan menjadi semakin padat.
Jakarta memang sudah memiliki Bandara Halim Perdanakusuma (HLP) namun pertumbuhan jumlah pengguna transportasi udara dan personel di bandara juga meningkat
Dan ketika nantinya kereta api cepat Jakarta Bandung beroperasi di mana stasiun awalnya berada di kawasan bandara HLP maka akses menuju dari dan ke bandara HLP semakin padat dari saat ini yang sudah sangat padat.
Dengan mengatakan ini, bandara tidak hanya cukup dengan penambahan kapasitas untuk mengantisipasi peningkatan kegiatan penerbangan yang terjadi tetapi juga akses menuju ke bandara juga perlu menjadi perhatian.
Oleh karenanya perlu dipikirkan untuk memecah trafik baik trafik pesawat maupun orang dan kargo, di mana salah satu solusinya adalah dengan bandara tambahan (secondary airport).
Bila ada dua bandara atau lebih maka maskapai juga memiliki pilihan bandara sebagai hub dan base operasinya, dengan begitu pergerakan personelnya pun terpecah dari hanya pada satu bandara saja.
Dengan kepindahan ibu kota nantinya sepertinya tidak akan membawa efek yang signifikan karena selain dengan adanya pertumbuhan jumlah pengguna transportasi udara dikawasan Jabodetabek dan sekitarnya juga masih akan penambahan rute dari IKN ke Jakarta dan sebaliknya.
Beberapa kota di dunia memiliki lebih dari satu bandara seperti Bangkok dengan BKK dan DMK serta Sydney dengan akan beroperasinya bandara tambahannya, bukankah sudah saatnya pula Jakarta mengikutinya dengan melihat perkembangan yang terjadi?
Bandara memang aerodrome namun dengan pergerakan pesawat, orang dan kargo yang dari waktu ke waktu akan tumbuh sebagai akibat keberadaan bandara itu sendiri yang menggerakan roda perekonomian kawasan disekitarnya.
Dan bandara Soekarno Hatta sudah membuktikan itu dengan semakin luas cakupan kawasan yang dilayani namun tidak cukup dengan peningkatan kapasitas saja untuk mengantisipasi pertumbuhan yang terjadi tapi juga aksesibilitas.
Mungkin Bandara Kertajati bisa menjadi solusi namun kini bandara tidak saja disediakan untuk pengguna transportasi udara saja dan kargonya tetapi juga untuk maskapai, jika tidak ada fasilitas yang dapat mendukung operasional maskapai maka bandara tersebut hanya akan menjadi bandara tujuan dan singgah bagi maskapai.
Menjadi hub dan base operasi maskapai ataupun pusat perawatan pesawat bisa menjadi nilai tambah bagi sebuah bandara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H