Hari ini saya terkesima dengan ulasan kompas.com mengenai berita yang dimuatnya mengenai laba Garuda Indonesia sepanjang tahun 2022 sebesar Rp. 57 triliun (Kompas.com 3/7/23).
Pada berita tersebut disebutkan bahwa maskapai flag carrier Indonesia yaitu Garuda Indonesia telah membukukan laba sebesar Rp. 57 triliun disertai klaim dari sang CEO yang menyebutkan laba ini adalah laba terbesar selama perseroan berdiri.
Penulis pun sangat sependapat dengan ulasan Kompas.com tersebut dan ingin memberikan tambahan pada tulisan ini.
Sebagai catatan, Garuda Indonesia.juga menyediakan angkutan haji tahun 2023 dimana pada sebelumnya diberitakan bahwa Garuda Indonesia hanya menetapkan keuntungan sebesar 2.5% yang jika dihitung secara kasar dan belum termasuk depresiasi dan pajak berjumlah cukup besar.
Pendapatan.ini akan tergambar pada laporan keuangan tahun 2023 ini nantinya.
Maskapai memang pada dasarnya sebuah perusahaan yang tujuannya adalah memaksimalkan keuntungan, namun performance sebuah perusahaan tidak hanya dilihat dari laba saja melainkan juga melalui rasio rasio keuangan lainnya serta balance sheet.
Laba juga tidak selamanya merupakan laba hasil operasi (operational revenue), tapi juga laba buku seperti pada ulasan kompas.com tersebut, serta yang tidak kalah penting adalah pengaturan kas atau cash management.
Kita semua pasti sudah memahami maskapai adalah perusahaan maskapai dimana pesawat dalam armadanya tidak hanya diperlukan saat pengadaan tetapi juga pada saat peremajaan, sehingga maskapai perlu mengatur kas nya dengan baik untuk pertumbuhannya bukan untuk pertumbuhan 'pihak' diluar lingkaran maskapai.
Sebagai maskapai penerbangan, maskapai juga memiliki tujuan yaitu memenuhi kebutuhan mobilitas serta juga aksesibilitas kepada masyarakat  baik pelaku perjalanan maupun pelaku bisnis yang membutuhkan jasa angkutan barang lewat udara (air freight/cargo)
Sedangkan untuk memenuhinya, maskapai perlu menyediakan kapasitas baik melalui jumlah rute maupun frekuensi penerbangan yang dilakukan.