Hal ini karena pesawat lawan tidak memiliki waktu yang cepat untuk mengantisipasi kehadiran pesawat tempur ringan ini yang bahkan mungkin sudah mengunci pesawat lawan tersebut dan siap meluncurkan missile.
Dengan ukurannya yang kecil pula maka biaya perawatannya juga tidak sebesar pesawat tempur dengan ukuran lebih besar, dan karena itu pula maka biaya pengoperasiannya bisa dianggarkan untuk keperluan latihan pilotnya untuk meningkatkan ketrampilan tempur udara mereka.
Disini bisa disimpulkan bahwa Malaysia berencana meningkatkan ketrampilan para pilot tempurnya dengan biaya tidak tinggi sehingga akan tercapai keefektifan biaya operasional dan pelatihannya.
Harga per unit pesawat tempur ringan pastinya jauh lebih rendah dari yang berukuran sedang.dan besar, ini berarti sebuah negara bisa membeli lebih banyak unit dengan anggaran yang tersedia.
Bagaimana kita melihat rencana Malaysia membeli pesawat tempur ringan ini ?. Mari kita analisisnya bersama.
Dalam rencananya mereka juga akan membeli pesawat ATR 72 MPA atau Maritime Patrol Aircraft, dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa Malaysia membutuhkan pesawat untuk melakukan patroli wilayah lautnya.
Sebelumnya Malaysia memiliki pesawat MPA berupa dua unit Lockheed C 130 H-MP, pesawat ini hanya diproduksi sebanyak 3 unit oleh Lockheed, satu unitnya lagi dibeli oleh Indonesia dengan nomor ekor AI 1322 (w/o Sebayak, Nov 1985)
Tapi analisis kita tidak seharusnya berhenti disini karena salah satu peran dari pesawat jet tempur ringan adalah juga sebagai pesawat patroli pada perbatasan dan juga intai.
Sehingga kedua jenis pesawat ini dapat dikatakan sebagai satu kesatuan paket kebutuhan militer Malaysia yang saling melengkapi dalam mengamankan wilayah lautnya.
Dalam artian, ketika pesawat MPA mendeteksi adanya penyusupan oleh pesawat asing ke dalam teritorinya maka pesawat FA 50 dapat melakukan tindakan selanjutnya yang bisa pengusiran, pemaksaan mendarat dan lainnya.
Apakah ini ancaman bagi Indonesia ?