Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ketika Gerbong Kereta Menjadi Tolok Ukur Kapasitas dan Pekerjaan Rumah Lainnya

8 April 2023   19:00 Diperbarui: 11 April 2023   01:34 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permasalahan pada kereta api listrik bekas secara umum tidak jauh berbeda dengan pengadaan pesawat bekas atau baru dalam industri aviasi.

Keduanya merupakan kendaraan pada moda transportasi untuk mengangkut orang dan juga kargo secara umum, dengan mengatakan ini berarti keduanya juga menyediakan kapasitas.

Keduanya juga merupakan produk yang berkaitan dengan teknologi yang selalu berkembang dan bahkan lajunya bisa lebih cepat dari yang kita prediksi sebelumnya, namun keduanya juga dibangun dengan struktur yang kuat dan memiliki usia operasional yang biasanya panjang.

Usia operasional dapat diperpanjang dengan proses yang dinamakan retrofit
dengan memasang penambahan komponen yang sebelumnya tidak ada saat pembuatan termasuk juga penguatan struktur, dengan demikian penerapan teknologi yang lebih baru dapat dilakukan.

Biaya retrofit bisa memangkas biaya kebutuhan pengadaan armada baru yang jauh lebih tinggi, yang menjadi pertanyaan sekarang adalah siapa yang melakukan retrofit itu serta pemeliharan berat lainnya ?

Untuk KRL sebenarnya retrofit juga bisa menjadi solusi win-win antara membeli baru dari INKA atau impor, penulis yakin pihak INKA mampu melakukan retrofit KRL.

Mudah mudah an hubungan operator KRL dengan INKA  baik baik saja.

Pilihan lainnya adalah membeli baru dari INKA yang biayanya bisa 2-3 kali lipat dari impor KRL bekas, apakah sudah berhitung untung ruginya dari keduanya ?

Ilustrasinya seperti ini, bila kita membeli KRL bekas tentu kita memikirkan biaya operasionalnya dan juga usia penggunaanya yang lebih pendek dari KRL baru.

Apabila kemudian memang lebih menguntungkan dalam jangka panjang membeli KRL bekas, maka perdebatan (seharusnya) berakhir.

Hal ini sama dengan ketika maskapai memutuskan membeli pesawat bekas daripada baru, mereka sudah mempertimbangkannya dari segala aspek termasuk ekonomi dan keselamatan.

Namun apakah benar dengan pengadaan ini menyelesaikan semua permasalahan pada KRL, bagaimana dengan kapasitas ?

Penulis sedikit ragu dalam menganalis kapasitas KRL ini walaupun secara awam mungkin tidak sulit mengingat penggunanya (terutama pada jam sibuk pagi dan sore) adalah para commuter yang sehari harinya memang.melakukan perjalanan dari rumah ke tempat kerja.

Sedangkan rute nya tidaklah banyak sehingga tidak sulit menentukan jumlah kapasitas yang dibutuhkan untuk mengakomodasi penggunanya.

Pertanyaan kini adalah tolak ukur apa yang digunakan untuk melihat bahwa kapasitas di KRL dapat mengakomodasi permintaan yang terjadi.

Umumnya pada kendaraan transportasi adalah jumlah kursi yang menjadi tolak ukurnya, namun sepertinya pada KRL yang menjadi tolak ukurnya adalah gerbong nya bukan jumlah kursi dalam gerbong.

Ini dapat terlihat dengan pemandangan sehari hari dimana pengguna KRL lebih banyak yang berdiri, ironisnya ini bila ini memang dijadikan sebagai patokan kapasitas yang dibutuhkan, dimana ukuran kendaraan yang menjadi tolak ukur bukan kemampuan angkut dari kendaraan dengan ukuran tersebut.

Pemandangan ini memang juga terlihat di negara negara lain, namun menurut penulis, kursi tetap merupakan hak dari pengguna jasa transportasi.

Bagaimana jika hal ini terjadi di.pesawat komersial berjadwal dalam penerbangan jarak jauh diatas 10 jam, bahkan pendek sekalipun.

Sangatlah kurang tepat jika gerbong dijadikan patokan kapasiitas bukannya kursi dalam gerbong, karena semua pengguna KRL berhak mendapat pelayanan yang sama, mereka membayar kursi yang disediakan oleh operator dalam menjalankan usaha transport/angkutan nya.

Selain itu, bukankah bila penggunaan kendaaran diluar batas kapasitasnya secara terus menerus dapat memperpendek usia operasionalnya akibat dari tekanan (stress) pada strukturnya dan berakhir pada fatigue ?

Penyediaan jumlah gerbong dalan satu rangkaian pada sekali trip seharusnya dapat menyediakan kursi yang sesuai dengan jumlah penggunanya pada jam keberangkatan rangkaian KRL tersebut.

Dalam penerbangan komersial berjadwal, ini dapat terlihat ketika maskapai membuat pesawat berbadan lebar mereka turun gunung pada penerbangan ke satu rute pada jam keberangkatan tertentu yang mengalami peningkatan permintaan kursi dan ketika permintaan normal kembali maka penggunaan pesawat kembali ke seperti biasanya.

Pada KRL bila pada jam jam sibuk pagi dan sore, pengurangan jumlah gerbong yang seharusnya 10 menjadi 8 dan dengan frekwensi yang dijalankan tidak sesuai dengan permintaan, apakah ini bukannya hanya menandakan kurangnya jumlah kursi yang sebenarnya menjadi pokok masalah ?

Mungkin penerapan 8 gerbong lebih sesuai dilakukan pada jam diluar peak hours, dimana jumlah penggunnya lebih terbilang sedikit.

Dalam.konteks transportasi, jumlah kursi umumnya selalu berkaitan dengan jumlah armada serta utilisasi yang belum dapat memenuhi atau mengakomodasi permintaan kursi dari pelanggannya.

Keadaan ini jika mengikuti hukum pasar seharusnya harga menjadi naik dan terus melambung hingga terjadi penambahan kursi untuk mengimbangi permintaan.

Seluruh moda transportasi selalu menggunakan kursi sebagai tolak ukur kapasitas yang dapat diakomodasi oleh sebuah kendaraan (pesawat, kereta api, bis dan kapal) walau kapal ada yang menggunakan tempat tidur (berth) yakni pada kapal pesiar sebagai tolak ukurnya-- adalah sangat tidak tepat jika gerbong menjadi patokan kapasitas.

Apakah usia operasional armada KRL atau kapasitas KRL yang dijadikan dasar hasil survei sebuah badan yang menyebutkan kapasitas KRL masih memadai (Kompas.com 7/4/23) ?

Sedangkan survei sebenarnya bisa menjadi salah satu bahan penyelesaian aebuah permaaalahan.

Apa permasalahannya, apakah kapasitas atau jumlah armada, atau beli armada bekas atau baru ? atau memang semuanya (memang) masalah yang menjadi PR yang tak pernah tuntas terselesaikan ?

Sebagai tambahan dari penulis adalah pada aviasi dikenal dengan runway utilization atau pemanfaatan kapasitas landasan pacu, maka pada kereta api.adalah rel atau rail track utilzation yang menggambarkan bagaimana kapasitas track sudah dimanfaatkan oleh lalu lintas (pergerakan) kerera api.

Bagaimana juga dengan kapasitas di kedua stasiun asal dan tujuan (Orign dan Destination) yakni Bogor dan Jakarta Kota, begitu pula Bekasi.

Apakah ketersediaan peron sudah cukup untuk mengakomodasi pergerakan kereta api dalam sebuah periode waktu, misalnya pada jam jam sibuk, mengingat staisun Jakarta Kota juga sebagai staisun asal dan tujuan O&D bagi kereta api penumpang dan juga barang antar kota.

Stasiun Manggarai yang dapat dikatakan sebagai hub atau stasiun pengumpul dan transit para pengguna kereta sudah selayaknya memiliki kapasitas yang lebih besar dari stasiun lainnya baik dalam hal kapasitas bangunan maupun rel nya (peron).

Menjadi stasiun hub berarti pula stasiun Manggarai merupakan stasiun tujuan dari pengguna kereta dari stasiun asal Bogor, Bekasi, Depok, Jakarta Kota, Bandara dan lainnya yang akan melanjutkan perjalanannya menuju stasiun tujuan akhirnya.

Bila.semua rangkaian kereta dari berbagai stasiun asal tersebut tiba di stasiun Manggarai dalam waktu berdekatan maka kapasitas penumpang pada periode waktu tersebut bisa melebihi jumlahnya daripada stasiun lainnya.

Dengan melihat pertumbuhan jumlah pengguna KRL yang terus meningkat yang tidak diimbangi dengan penambahan track yang mungkin sudah terbilang melampaui kapasitas, menjadikan permasalahan KRL ini akan selalu mengemuka hingga pada satu titik dimana semua permasalahan yang sudah diidentifikasi dapat ditemukan solusinya serta segera direalisasikan.

Referensi :

  • megapolitan.kompas.com/read/2023/04/08/05000081/bpkp-klaim-krl-masih-memadai-warga--mungkin-bukan-pengguna-mending-coba
  • megapolitan.kompas.com/read/2023/04/07/21090381/protes-krl-disebut-masih-memadai-penumpang-penuh-terus-apalagi-transit-di

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun