Latarbelakang terpasangnya software ini adalah posisi mesin di pesswat MAX yang lebih menjorok ke depan dan lebih ke atas posisinya dari generasi sebelumnya karena ukuran mesinnya yang juga lebih besar sehingga bila melihat dari sistem aerodinamis pesawat, posisi mesin ini bisa mempengaruhi aerodinamis pesawat dimana salah satunya adalah Angle of Attack nya yang bisa tinggi pada beberapa fase penerbangan dan khususnya saat take off.
Dengan demikian keberadaan MCAS sendiri dapat dikatakan memang diperlukan dengan adanya perubahan posisi mesin pesawat, namun terdapat dua hal yang menjadi perhatian banyak pihak dan memberatkan posisi Boeing.
Hal yang pertama, pihak Boeing tidak memberitahukan kepada pihak evaluasi FAA pada proses sertifikasi sehingga informasi penting yang dibutuhkan oleh para maskapai terutama kru penerbangan  mengenai pengoperasian MCAS ini tidak tersedia terutama pada pelatihan pilot.
Sedangkan hal kedua adalah berkaitan dengan sensor Angle of Attack yang menyediakan data kepada software MCAS ini hanya satu sehingga bila terjadi gangguan pada sensornya, software MCAS dapat  melakukan fungsinya tanpa adanya masukkan data sebelumnya dari sensor tersebut.
Kedua hal tersebut terangkum pada hasil investigasi oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pada kecelakaan pesawat JT 610 pada point no.3 pada bagian Contributing factors sebagai berikut 'MCAS was designed to rely on a single AOA sensor, making it vulnerable to erroneous input from that sensor' atau MCAS didesain hanya menggantungkan pada satu sensor AoA (Angle of Attack), ini akan membuatnya rawan terhadap input yang keliru dari sensor tersebut.
Dan kemudian pada poin 4 yang menyatakan 'The absence of guidance on MCAS or more detailed use of trim in the flight manuals and in flight crew training, made it more difficult for flight crews to properly respond to uncommanded MCAS', atau dengan tidak tersedianya panduan pada (pengoperasian) MCAS dan pada pelatihan kru, membuat kru penerbangan kesulitan dalam mengambil langkah dan tindakan terhadap pengaktifan MCAS tanpa perintah (dari sensor).
Ada terdapat 9 buah faktor yang berkontribusi pada kecelakaan JT610 yang kemudian melahirkan beberapa rekomendasi oleh pihak KNKT kepada pihak pihak yang memiliki keterkaitan dengan pesawat dan pengoperasiannya mulai dari manufaktur, operator pesawat (maskapai), pusat pemeliharaan, penyedia navigasi udara hingga pihak otoritas penerbangan negara operator pesawat dan negara manufaktur pesawat.
Sedangkan pada hasil investigasi pesawat ET 302 pihak investigator yaitu Accident Prevention and Investigation Bureau Ethopia juga menyebutkan MCAS pada bagian Contributing Factors poin no. 1 sebagai berikut 'The MCAS design relied on a single AOA sensor, making it vulnerable to erroneous input from the sensor'; atau MCAS didesain dengan mengandalkan satu sensor AoA, membuatnya rawan terhadap input yang keliru dari sensor tersebut.
Kemudian pada poin no. 9 yang menyebutkan 'The manufacturer failed to provide procedures regarding MCAS operation to the crew during training or in the FCOM' atau pihak manufaktur tidak menyediakan prosedur dalam pengoperasian MCAS kepada kru pesawat selama pada pelatihan atau pada FCOM (Flight Crew Operating Manual) atau panduan operasi kru penerbangan.
Ada terdapat 10 buah faktor yang berkontribusi pada kecelakaan dan juga menghasilkan beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada pihak pihak yang terkait mulai dari manufaktur pesawat, operator pesawat hingga pihak otoritas penerbangan di negara maskapai dan manufaktur pesawat.
Hasil investigasi kecelakaan pesawat tersedia dan dapat diakses oleh publik dengan mengunduhnya dari situs pihak yang melakukan investigasi, hasil investigasi ini bisa membawa manfaat kepada kita dengan belajar memahami akan seluk beluk pesawat dan pengoperasiannya termasuk pemeliharaannya serta pihak pihak mana saja yang berhubungan dengan pesawat tersebut.