Sedangkan untuk angkut strategisnya, USAF mengandalkan pesawat angkut dengan mesin jet serta dengan kapasits kargo yang lebih besar seperti pesawat Lockheed C-5 Galaxy dan Boeing C-17 Globemaster III, walaupun USAF adakalanya mengoperasikan C-17 Globemaster III ini untuk angkut udara taktis mereka.
Akan tetapi ini kembali kepada kebutuhan masing masing negara dalam hal kebutuhan angkut udara (airlift) mereka, apakah mereka lebih banyak melakukan misi angkut udara strategis atau taktis.
Namun tidak semua pesawat yang tersedia sesuai dengan kebutuhan angkut udara militer sebuah negara, contohnya Jepang yang tidak melihat pesawat yang tersedia sesuai dengan kebutuhan angkut udara untuk militer mereka yaitu Japan Air-Self Defence Force (JASDF), alhasil mereka memproduksi pesawat Kawasaki C-2.
Perbedaan antara angkut taktis dan strategis ada pada kargo nya serta cakupan pengoperasiannya dimana angkut strategis mengangkut perlengkapan berat dan juga pasukan dan biasanya melibatkan penerbangan jarak jauh misalnya antar benua atau juga dari pangkalan militer ke medan operasi yang berlokasi jauh.
Sedangkan angkut taktis mengangkut pasukan, supplies di dalam zona operasinya misalnya wilayah operasi TNI AU yang mencakup dari Sabang hingga Merauke.
Konsumsi bahan bakar dari pengoperasian pesawat juga menjadi pertimbangan agar menghasilkan efisiensi dalam biaya operasional pesawat dimana mesin turbopop akan lebih hemat daripada mesin jet.
Bagaimana dengan Indonesia yang menurut KAI menjadi salah satu negara bidikan mereka untuk pesawat angkut militer mereka ?
Indonesia melalui TNI Angkatan Udara masih mengandalkan pesawat kargo (cargo airlifter) Lockheed Martin C 130 B/H/H-30 dan LM-100-30 dan sudah melakukan retrofit untuk meng upgrade sistem dan memperpanjang usia operasional pesawatnya, selain itu Indonesia akan menambahya dengan tipe J-30 Super Hercules.
Sedangkan untuk angkut sedang, Indonesia mengandalkan pesawat CN-295 yang merupakan varian dari Boeing C-295, serta NC-212 Aviocar untuk angkut udara ringan.