Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca. Airport of Birth : HLP Current Airport : DPS

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Transportasi Udara Perkotaan sebagai Solusi Mengatasi Kepadatan Transportasi Perkotaan

12 Januari 2023   16:34 Diperbarui: 13 Januari 2023   20:18 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Airbus A3 Vahana (Author: Matti Blume via Wikimediia Commons)

Permasalahan utama bagi kota kota besar pada umumnya bisa dikatakan pada  urbanisasi dan layanan transportasi publik serta adakalanya juga dampak dari pengintegrasian kota dengan kota kota terdekat.

Jakarta misalnya, bisa dikatakan sebagai Jakarta di malam hari saja, sedangkan di luar waktu itu Jakarta adalah juga Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang dan Punjur (Jabodetabekpur).

Begitu pula pergerakan di kota Jakarta di luar malam hari sehingga bisa dikatakan pula jumlah orang yang ada di Jakarta bisa melebihi jumlah penduduk nya sendiri.

Pergerakan lalu lintas dari aktivitas orang orang membutuhkan moda transportasi yang dapat memenuhi kebutuhan mobilitas dengan mempelancar proses dari pemenuhan kebutuhan tersebut.

Namun ketika infrastrktur dan kendaraan transportasi publik tidak lagi dapat menampung pertumbuhan yang terjadi maka kemacetan jalan tak terhindari dan bisa bertambah buruk lagi dengan peningkatan kepadatan.

Tingkat kepadatan semakin tinggi karena adanya penambahan jumlah kendaraan yang tidak diimbangi oleh pembangunan dan perluasan infrastrukur dan kendaraan transportasi baik kendaraan untuk transportasi publik maupun pribadi.

Dan ketika sudah tidak ada lahan lagi untuk membangun dan memperluas infrastruktur berupa jalanan baik yang surface maupun elevated (layang), kemacetan tidak bisa dikurangi ataupun ditekan, yang bisa dilakukan dengan mengurai atau memecah kepadatan dari satu titik ke titik lain dimana titik titik pengalihan tersebut pada dasarnya juga sudah padat.

Dari semua diatas dapat dilihat bahwa kepadatan atau density tidak hanya pada hunian tetapi juga pada pergerakan sebagai dampak dari tidak tersedianya lagi lahan.

Kebijakan demi kebijakan diberlakukan yang hanya bertujuan untuk mengurai kepadatan di beberapa titik atau kawasan, sedangkan pertumbuhan jumlah kendaraan tidak seimbang dengan infrastruktur nya.

Sebuah kebijakan mungkin bisa dikatakan berhasil ketika kebijakan itu di turuti oleh semua orang akan tetapi ada yang terlewati oleh para pembuat kebijakan yaitu preferensi.

Preferensi ini menurut penulis sangat sulit diubah, kita hanya bisa memberikan alternatif yang mendekati preferensi seseorang, setidaknya hal ini yang penulis alami ketika harus melayani para wisatawan dengan preferensi individual.

Sebagai ilustrasi, kita tidak bisa memberikan pilihan kapal speed boat yang mewah sekalipun kepada wisatawan yang ingin berlayar dengan kapal layar seperti kapal phinisi dan catamaran, hal ini karena wisatawan ingin merasakan sensasi berlayar, ditambah lagi ketika beberapa kapal phinisi dilengkapi dengan jetski sendiri yang dapat menyulut preferensin nya tersebut.

Preferensi tidak melihat biaya yang harus dikeluarkan karena itu hukum yang sepertinya berlaku untuk mengakomodir nya.

Begitu pula preferensi individu pada kendaraan pribadi dimana mereka lebih memilihnya daripada transportasi publik, walaupun transportasi publik sudah memadai dari sisi kenyamanan misalnya.

Mereka bisa saja tidak ingin berdesak desak an di stasiun ataupun di dalam kereta baik commuter lines maupun MRT dan LRT atas dasar efisien wakti sehingga memilih kendaraaan pribadi, dan karena itu pula sebesar apapun biaya yang timbul akibat dari preferensi nya tersebut tidak akan menjadi masalah besar kepada mereka.

Pada permasalahan kemacetan di Jakarta, sebenarnya hal ini sudah terlihat dengan kebijakan kebijakan mulai dari three--in--one, ganjil genap, biaya tol yang cenderung terus naik serta sudah tersedianya MRT dan LRT, dimana jumlah orang yang menggunakan kendaraan tidak juga berkurang, begitu pun kepadatannya berupa kemacetan.

Pembuat kebijkan sepertinya tidak melihat aspek psikologi dari penduduknya yang memiliki preferensi nya masing masing, sehingga jangankan mengakomodirnya, untuk mengidentifikasi nya saja mungkin belum dilakukan.

Jadinya masukkan apa yang bisa bermanfaat bagi pembuat kebijakan ?

Pertama adalah mengenali preferensi orang orang, karena pemberlakuan biaya apapun tidak akan menggeser preferensi, yang mungkin bisa dilakukan adalah mengakomodir nya.

Misalnya dengan cara berusaha untuk mencari solusi agar orang tidak berdesakan di stasiun ataupun di kereta baik commuter ataupun MRT, karena menambah kendaraan sepertinya bukan solusi jangka panjang ketika pertumbuhan dari jumlah orang dan  pergerakan orang kian bertambah.

Kedua adalah menyediakan moda transportasi dengan kendaraannya yang bisa mengakomodir preferensi sebagian besar orang demi efisiensi waktu, dan ketika lahan tidak lagi tersedia untuk membangun infrastruktur moda transportasi darat maka menngapa tidak melihat ke langit ?

Urban Air Mobility atau Mobilitas Udara Perkotaan bukan lagi sebuah konsep saat ini dimana beberapa kota sudah mulai bersiap siap menyediakan transportasi udara perkotaan ini.

Negara United Emirates Arab bahkan sudah menyiapkan regulasi nya untuk penerapan transportasi udara perkotaan dan daerah sekitarnya dimana mereka sudah siap menyediakan layanan transportasi udara perkotaan yang lebih luas lagi yaitu Advanced Air Mobility (AAM) yang tidak mencakup dalam perkotaan saja namun dengan daerah atau kota kota terdekatnya.

Tujuan dari UAM ini adalah untuk mengurangi pergerakan atau mobilisasi di darat dengan mengalihkan nya ke langit bukan di poin lain di  darat yang juga sudah padat.

Keuntungan dari UAM ini adalah dapat mengantarkan pengguna nya dari satu poin ke poin lainnya secara langsung tanpa singgah dimana hal ini bisa memberikan efisiensi waktu kepada penggunanya.

Selain itu UAM bisa mengakomodir 'preferensi' dari orang orang dengan preferensi kendaraan pribadi untuk kegiatan commuting mereka.

Kendaraan yang dipakai adalah sejenis drone bertenaga listrik dan dapat beroperasi secara vertical atau dikenal dengan Electric Vertical Takeoff Landing atau eVTOL. Sedangkan kontrol nya bisa dengan pilot dan menggunakan sistem otomasi.

Untuk mendarat dan lepas landas maka dibutuhkan seperti terminal yang disebut dengan vertiport, ini seperti airport dengan ukuran kecil, disinilah nanti tempat naik turunnya penumpang.

Namun untuk menerapkan UAM ini dibutuhkan regulasi khususnya pada navigasi udara nya mengingat ruang udara perkotaan lebih sempit dan terdapat banyak rintangan, berbeda dengan ruang udara pada penerbangan umum.

Regulasi diperlukan agar tabrakan di udara dapat dicegah atau dalam istilah penerbangan umum dikenal dengan istilah airborne collision avoidance system (ACAS).

Menurut penulis sudah saatnya kita memikirkan langkah lain untuk mengatasi kepadatan pada moda transportasi darat perkotaan dari hanya mengurai kepadatan menjadi mengalihkannya ke moda transportasi dengan ruang gerak untuk kendaraannya  yang (belum) padat.

Referensi :

  • faa.gov/uas/advanced_operations/urban_air_mobility
  • dubaiairshow.aero/uae-ready-adapt-advanced-air-mobility-aam-general-civil-aviation-authority-published-world%E2%80%99s-first
  • id.m.wikipedia.org/wiki/Jabodetabekpunjur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun