Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca. Airport of Birth : HLP Current Airport : DPS

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Raja Ampat di Antara Palau dan Destinasi Wisata Premium

14 September 2022   22:50 Diperbarui: 14 September 2022   22:55 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ngerukewid Palau (foto : Luka Peternel via Wikimedia Commons)

Apakah kawasan konservasi selalu harus dijadikan kawasan premium ya ?

Sepertinya sih tidak seperti halnya konservasi orang utan di Kalimantan seperti di Taman Nasional Kutai serta Taman Nasional Gunung Palung atau juga tempat penangkaran kura kura, malah justru wisatawan diajak langsung berpartisipasi melepas kura kura ke laut.

Juga tidak berlaku di Taman Nasional Ujung Kulon padahal ada badak bercula satu yang patut juga dijaga dari kepunahan.

Jadi mengapa hanya Raja Ampat dan Taman Nasional Komodo yang dikembangkan sebagai kawasan wisata premium ? karena bila latarbelakangnya adalah konservasi, apa yang membedakannya dengan taman nasional lain diatas?

Pada dasarnya menjadikan taman nasional sebagai destinasi umum bisa dilakukan dengan cara terkontrol serta dengan mengajak wisatawan belajar dan berpartisipasi dalam proses konservasi yang dilakukan di Taman Nasional tersebut.

Menurut penulis justru dengan diajaknya wisatawan dalan proses konservasi akan lebih menambah daya tariknya karena wisatawan akan merasa bangga sudah bisa ikut serta walau dalam porsi dan waktu yang tidak lama.

Melepas kura kura ke laut merupakan kegiatan yang membanggakan karena kita bisa melepas kura kura ke habitatnya.

Bila alasannya juga karena ingin menjadikan Raja Ampat sebagai destinasi berkualitas tinggi justru dengan cara yang edukatif ini terletak nilai kualitas yang tinggi bukan dengan melakukan segmentasi wisatawan.

Wisata kan tidak semua harus berupa kegiatan yang menyenangkan, tetapi juga bagaimana pariwisata bisa memberikan pesan kepada wisatawan untuk bersama sama menjaga kelestarian alam melalui kegiatan yang edukatif, jika hanya sebagian wisatawan yang mampu saja yang bisa berkunjung, bagaimana wisatawan lain bisa menerima pesan tersebut ?

Dan satu hal lagi mohon untuk tidak lagi gunakan istilah destinasi murah untuk memisahkan destinasi premium dengan lainnya karena tidak ada istilah murah dan mahal pada destinasi yang ada hanya biaya yang  dikenakan oleh pengelola atau pemegang hak/kebijakan di destinasi premium,dan karena adanya pemberlakuan tersebutlah terjadi segmentasi wisatawan pada destinasi yang sebenarnya bisa dijadikan wadah untuk seluruh wisatawan ikut serta dan berpartisipasi dalam kegiatan konservasi.

Sepanjang sepengetahuan penulis tidak pernah ada biaya ke Gili, juga meskipun ada pemberlakuan biaya masuk seperti ke kawasan candi Borobudur masih terjangkau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun