Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca. Airport of Birth : HLP Current Airport : DPS

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Bukan Masalah Kursi Penumpang tapi Kursi Kokpit

27 Agustus 2022   11:18 Diperbarui: 27 Agustus 2022   11:33 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tantangan yang dihadapi oleh industri aviasi kini tidak hanya terletak pada kursi penumpang saja tetapi juga kursi pilot di kokpit pesawat dalam armadanya.

Maskapai sedang mengalami kekurangan tenaga pilot disaat kembalinya aktivitas perjalanan oleh penggunanya, sehingga walaupun ketersediaan dan kesiapan armada sudah mencukupi untuk mengantisipasi peningkatan permintaan kursi tidak secara otomatis menyelesaikan permasalahan yang tengah dihadapi.

Peningkatan Gap
Pilot menjadi hot commodity bagi para maskapai untuk mengisi kursi kokpit pesawat mereka saat ini,  hal yang bertolak belakang dengan pada saat 

Pandemi menghantam industri aviasi dimana para maskapai harus melepas para karyawannya termasuk pilot dengan berbagai cara seperti dirumahkan dan pensiun dini sebagai salah satu untuk tetap bertahan.

Bagi pilot yang dirumahkan mungkin sebagian masih menunggu untuk kembali ke kokpit namun sebagian juga ada yang beralih profesi agar asap dapur rumah tetap mengepul, keadaan ini mengakibatkan jumlah persediaan tenaga pilot di pasar menjadi kurang dan pada saat yang sama memperbesar gap antara jumlah permintaan dan penawaran pilot.

Sebuah perusahaan konsultan di Amerika yaitu Oliver Wyman mengatakan bahwa para maskapai di dunia akan dapat mengatasi ketersediaan pilot ini setidaknya pada akhir tahun ini namun gap antara permintaan dan ketersediaan jumlah pilot akan semakin besar dan bisa mencapai hingga 60,000 tenaga pilot.

Biro Statistik Pekerja Amerika atau BLS mengatakan bahwa di Amerika akan terjadi peningkatan permintaan pilot hingga 13% pada periode 2022-2030 namun dengan hanya tingkat keterisian pekerjaan 8% sehingga masih menyisakan 5% gap.

Statistik BLS ini sesuai dengan pernyataan CEO salah satu maskapai Amerika kepada abcnews yang mengatakan bahwa seluruh maskapai di Amerika membutuhkan sebanyak 13,000 tenaga pilot sedangkan produksi pilot melalui sekolah sekolah pilot di Amerika hanya berjumlah antara 5,000-7,000 pilot.

Menurut sumber dari sebuah sekolah pilot di Indonesia, penerbangan nasional kita membutuhkan pilot sebanyak 500 pilot per tahunnya namun kita baru dapat memproduksi pilot sebanyak 100-150 orang sebelum pandemi sehingga per tahunnya terdapat gap sebanyak 350-400 pilot, jumlah gap inilah yang mempresentasikan keadaan kekurangan pilot yang sebenarnya.

Pandemi Covid 19 tidak hanya menyebabkan pilot di pensiunkan dini dan dirumahkan namun juga pada sekolah sekolah pilot yang dimiliki ataupun di danai oleh para maskapai dengan dihentikan pendanaanya oleh para maskapai sehingga jumlah pilot yang dihasklkan juga tidak maksimal yang berdampak pada peningkatan gap tersebut.

Peningkatan gap inilah yang membuat keadaan akan menjadi lebih sulit bagi maskapai untuk mendapatkan pilot saat ini hingga beberapa tahun mendatang kecuali dengan memperkecil gap yang membutuhkan waktu yang tidak sekejap.

Sehingga dapat dikatakan bahwa permasalahan kekurangan pilot sebenarnya tidak selamanya disebabkan oleh ketidakseimbangan pada kursi penerbangan melainkan pada gap antara permintaan dan penawaran tenaga pilot di pasar tenaga kerja.

Peningkatan permintaan kursi bukan merupakan faktor utama penyebab dari kekurangan pilot ini karena jumlah pilot yang dibutuhkan maskapai tergantung pada ketersediaan siap dan utilisasi pesawat (aircraft availability and utilization), bagi maskapai yang kini tidak banyak memiliki pesawat mungkin tidak banyak pula (dan bahkan tidak sama sekali) membutuhkan pilot.

Penyebab utamanya adalah terletak pada tingkat produksi pilot yang tidak dapat mengisi kebutuhan industri aviasi utamanya maskapai yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.

Maskapai akan menjawab peningkatan jumlah permintaan kursi dengan penambahan armada ataupun frekwensi penerbangan namun ketika ketersediaan siap dan utilisasi pesawat sudah maksimum maka satu satu nya solusi adalah penambahan pesawat.

Akan tetapi maskapai juga melakukan ekspansi rute penerbangan pada jaringannya yang juga memerlukan tambahan pesawat ketika tidak siapnya dan ketersediaan pesawat yang akan melayani rute rute baru mereka, selain itu pula jumlah maskapai diseluruh dunia juga bertambah seperti yang kita lihat di Indonesia, para maskapai baru ini juga memerlukan pesawat.

Baik itu pesawat baru ataupun tidak baru, pesawat pasti membutuhkan pilot sedangkan pilot memenuhi kebutuhan maskapai melalui utilisasi dan kesiapan pesawat yang ketika sudah melebihi titik maksimum diperlukan penambahan pesawat dan pilot.

Salah satu solusi untuk mengurangi gap ini adalah dengan memperbanyak produksi pilot pada sekolah pilot dengan berbagai insentif, selain itu dengan aturan dan hukum yang tidak saling bertolakbelakang.

Pengadaan pesawat latih oleh sekolah pilot dilihat sebagai barang mewah sehingga pajak impor yang dikenakan akan sangat memberatkan pengelola sekolah pilot, padahal pesawat latih ini bertujuan untuk mendidik dan mencetak pilot yang merupakan kegiatan mencerdaskan bangsa dimana seharusnya mendapatkan insentif dengan tidak dipandang sebagai kendaraan rekreasi ataupun barang mewah yang pajaknya tinggi.

Langkah lainnya yang dapat diambil maskapai yang kekuarangan pilot adalah dengan memperkerjakan pilot dari maskapai yang bangkrut dan yang merumahkan pilotnnya saat Pandemi berlangsung serta menawarkan pekerjaan kepada para pilot yang bekerja di penerbangan tidak berjadwal seperti penerbangan charter serta pesawat Corporate dan pribadi walau dapat membuat maskapai mengeluarkan biaya pelatihan dan rating yang juga membutuhkan waktu pastinya.

Akan tetapi ini sepertinya menyelesaikan masalah kita dengan menimbulkan masalah di pihak lain dan tidak mengurangi gap tersebut sedangkan permasalah kekurangan pilot tidak saja pada penerbangan berjadwal saja tetapi juga yang tak berjadwal serta pada keseluruhan penerbangan di industri aviasi.

Apa yang tengah dihadapi industri aviasi saat ini merupakan riffle effect (meluas) dari pandemi sedangkan maskapai pada operasional nya selalu berhadapan dengan ripple effect itu juga dimana peningkatan permintaan dapat meluas kepada kebutuhan pesawat dan pesawat membutuhkan pilot, kru kabin, staf darat, pemeliharaan dan lainnya.

Namun yang lebih utama adalah masalah kekurangan pilot yang kini terjadi bukanlah yang pertama karena masalah ini juga pernah dan akan selalu dapat terjadi di industri yang pertumbuhannya adakalanya membutuhakan reaksi dan tindakan segera sedangkan untuk proses produksi pilot membutuhkan waktu.

Hal inilah yang menjadi latarbelakang dari peningkatan gap yang mendefinisikan kekurangan pilot dimana peningkatan jumlah produksi pilot tidak bisa mengimbangi peningkatan kebutuhan dari tahun ke tahun.


Referensi : Satu Dua Tiga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun