Peningkatan gap inilah yang membuat keadaan akan menjadi lebih sulit bagi maskapai untuk mendapatkan pilot saat ini hingga beberapa tahun mendatang kecuali dengan memperkecil gap yang membutuhkan waktu yang tidak sekejap.
Sehingga dapat dikatakan bahwa permasalahan kekurangan pilot sebenarnya tidak selamanya disebabkan oleh ketidakseimbangan pada kursi penerbangan melainkan pada gap antara permintaan dan penawaran tenaga pilot di pasar tenaga kerja.
Peningkatan permintaan kursi bukan merupakan faktor utama penyebab dari kekurangan pilot ini karena jumlah pilot yang dibutuhkan maskapai tergantung pada ketersediaan siap dan utilisasi pesawat (aircraft availability and utilization), bagi maskapai yang kini tidak banyak memiliki pesawat mungkin tidak banyak pula (dan bahkan tidak sama sekali) membutuhkan pilot.
Penyebab utamanya adalah terletak pada tingkat produksi pilot yang tidak dapat mengisi kebutuhan industri aviasi utamanya maskapai yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Maskapai akan menjawab peningkatan jumlah permintaan kursi dengan penambahan armada ataupun frekwensi penerbangan namun ketika ketersediaan siap dan utilisasi pesawat sudah maksimum maka satu satu nya solusi adalah penambahan pesawat.
Akan tetapi maskapai juga melakukan ekspansi rute penerbangan pada jaringannya yang juga memerlukan tambahan pesawat ketika tidak siapnya dan ketersediaan pesawat yang akan melayani rute rute baru mereka, selain itu pula jumlah maskapai diseluruh dunia juga bertambah seperti yang kita lihat di Indonesia, para maskapai baru ini juga memerlukan pesawat.
Baik itu pesawat baru ataupun tidak baru, pesawat pasti membutuhkan pilot sedangkan pilot memenuhi kebutuhan maskapai melalui utilisasi dan kesiapan pesawat yang ketika sudah melebihi titik maksimum diperlukan penambahan pesawat dan pilot.
Salah satu solusi untuk mengurangi gap ini adalah dengan memperbanyak produksi pilot pada sekolah pilot dengan berbagai insentif, selain itu dengan aturan dan hukum yang tidak saling bertolakbelakang.
Pengadaan pesawat latih oleh sekolah pilot dilihat sebagai barang mewah sehingga pajak impor yang dikenakan akan sangat memberatkan pengelola sekolah pilot, padahal pesawat latih ini bertujuan untuk mendidik dan mencetak pilot yang merupakan kegiatan mencerdaskan bangsa dimana seharusnya mendapatkan insentif dengan tidak dipandang sebagai kendaraan rekreasi ataupun barang mewah yang pajaknya tinggi.
Langkah lainnya yang dapat diambil maskapai yang kekuarangan pilot adalah dengan memperkerjakan pilot dari maskapai yang bangkrut dan yang merumahkan pilotnnya saat Pandemi berlangsung serta menawarkan pekerjaan kepada para pilot yang bekerja di penerbangan tidak berjadwal seperti penerbangan charter serta pesawat Corporate dan pribadi walau dapat membuat maskapai mengeluarkan biaya pelatihan dan rating yang juga membutuhkan waktu pastinya.
Akan tetapi ini sepertinya menyelesaikan masalah kita dengan menimbulkan masalah di pihak lain dan tidak mengurangi gap tersebut sedangkan permasalah kekurangan pilot tidak saja pada penerbangan berjadwal saja tetapi juga yang tak berjadwal serta pada keseluruhan penerbangan di industri aviasi.