Tulisan ini terinspirasi dari buku  Sejarah Eropa dari Eropa Kuno Hingga Eropa Modern  karya Wahjudi Djaja, berisi tentang hasrat Adolf Hitler untuk menguasai Eropa di bawah nama Nazi Jerman.Â
Salah satu langkah untuk mewujudkan hasratnya itu adalah dengan melakukan kejahatan genosida atau dikenal dengan peristiwa Holocaust yang menewaskan ribuan juta nyawa manusia. Mengapa Adolf Hitler dapat melakukan hal itu dan bagaimana dengan hak manusia untuk hidup pada waktu itu? Mari kita bahas bersama!
Kata Holocaust  terdiri dari dua kata bahasa Yunani yaitu kata Holo yang memiliki arti kesulurhan dan Caustos yang memiliki arti terbakar. Holocaust juga dikenal dengan Ha- Shoah jika diartikan ke dalam Bahasa Ibrani artinya kejadian hitam, pahit, dan kelam, bencana atau kehancuran total yang dialami manusia pada masa perang dunia II tahun 1941-1945.
 Sementara Holocaust dalam bahasa Yindi dikenal dengan sebutan Khurbn, dalam bahasa Romania dikenal dengan Parajmos dan dalam bhaasa Polandia dikenal dengan Calopalenie atau Zaglada yang pada kesimpulannya seluruh arti tersebut menyiratkan tentang pemusnahan suatu kelompok atau bangsa yang disengaja.
Lalu apa yang menjadi penyebab terjadinya peristiwa pembantaian manusia yang sangat parah ini? Merujuk pada buku Sejarah Eropa dari Eropa Kuno Hingga Eropa Modern dikatakan bahwa peristiwa ini tidak bisa terpisahkan dengan sosok Hitler.Â
Yap, Adolf Hitler pemimpin National Sozialistische Deutsche Arbeiter Partei atau sering dikenal dengan NAZI, Â lahir pada tanggal 20 April 1889 di Brunau, ia yang beranggapan bahwa rakyat Jerman mengalami kesengsaraan setelah kalah perang dunia I. Kekalahan perang dunia I yang dialami oleh Jerman dalam pandangan Hitler disebabkan karena pengkhianatan Yahudi Jerman, serta atas adanya konspirasi Yahudi internasional.
Hitler dalam bukunya berjudul Mein Kampf (perjuanganku) menyebutkan bahwa keadaan dunia akan baik-baik saja, jika dipimpin oleh orang Jerman, sebab orang Jerman ditakdirkan sebagai penguasa dari negara lain.Â
Dalam artikel ilmiah yang berjudul Menganalisa Peristiwa  Holocaust dan Praktik Konsepsi Lebensraum sebagai Sejarah Kelam Genosida dalam Perjalanan Panjang Peradaban Manusia dari Kacamata Realisme karya William (2019) menyatakan bahwa adanya teori yang menyebutkan bahwa di di dunia ini manusia terbagi menjadi golongan ras bawah dan ras atas, Eropa memandang bahwa ras atas atau ras unggul adalah bangsa Arya dan Yahudi merupakan ras bawah.Â
Hal lain yang memperkuat perilaku Hitler  mengagung-agungkan bangsa Arya adalah romantisasi Jerman pada masa keemasan Imperium Suci Romawi yang ada di bawah pimpinan raja Jerman dan berhasil menguasai Eropa.
Sementara itu, kehadiran bangsa Yahudi menjadi ancaman bagi Hitler untuk menguasai Eropa, sebab Eropa pada waktu itu mulai dikuasai oleh bangsa Yahudi. Kejahatan genosida tersebut dilakukan oleh Hitler kepada bangsa Yahudi, Poland, dan Slovaks. Akan tetapi jumlah korban mayoritas berasal dari bangsa Yahudi yaitu sekitar enam juta jiwa. Â Konsep yang tersebut juga dikenal dengan istilah Labensraum yaitu konsep untuk melakukan repopulasi bangsa lain dari Eropa dengan melakukan kolonialisasi, anekasai, serta penyerbuan untuk menempatkan orang-orang Jerman.
Holocaust merupakan langkah Hitler untuk menguasai Eropa, dalam pelaksanaannnya Holocaust dijalankan oleh Hitler dengan sangat keji, seperti melakukan penembakan masal, penyiksaan dengan menempatkan bangsa Yahudi pada sutau ruangan penuh gas beracun. Â
Dalam artikel ilmiah yang berjudul Perkembangan Antisemitisme dalam Perspektif Hubungan Internasional karya Kharismawati  menyatakan bahwa, para Nazi juga melakukan boikot kepada pertokoan bangsa Yahudi, melarang media masa untuk meliput berita, merusak kuburan-kuburan, bangsa Yahudi yang bersekolah mengalami diskriminasi dalam berbagai aspek, karya-karya tulis yang dibuat oleh bangsa Yahudi dimusnahkan, pemutusan segala bentuk kerja sama dengan orang-orang Yahudi.
Pada intinya waktu itu Yahudi ditempatkan pada suatu bagian dimana mereka tidak boleh berkembang dan berpindah baik dalam bentuk status sosial ataupun secara fisik. Pada tanggal 14 November 1935 hak sebagai rakyat Jerman yang dimiliki bangsa Yahudi dicopot dan menempatkan orang Yahudi sebagai posisi kedua.Â
Kemudian pada tahun 1938 adanya pelarangan bagi kaum Yahudi untuk bekerja secara profesional yang menyebabkan segala bentuk permasalahan ekonomi melanda mereka.
Atas kesengsaraan yang dialami oleh bangsa Yahudi, sehingga mereka memutuskan untuk meninggalkan negaranya dan mencari negara dengan kehidupan yang lebih baik.Â
Dalam artikel ilmiah berjudul Hitlerism, Anti-Semitisme dan Interpretasi Holocaust karya Chin (2019) menyatakan bahwa  pada tahun 1937-1939 terjadi perpindahan penduduk Yahudi secara besar-besaran, yaitu sekitar  100.000-150.000 orang. Akan tetapi Nazi tidak begitu saja melepaskan orang-orang Yahudi dari mimpi buruknya dan membiarkan secara cuma-cuma bangsa Yahudi untuk mendapatkan mimpi indahnya.Â
Maka Hitler memberikan perintah kepada polisi penjaga perbatasan untuk menutup pintu akses ke luar negeri serapat-rapatnya, kemudian negara-negara lain seperti Afrika dan Amerika  menolak kedatangan bangsa Yahudi Jerman. Sementara negara lain yang mengizinkan seperti Palestin, tetap memberikan syarat dengan memperbolehkan hanya beberapa orang Yahudi  Jerman saja yang dapat memasuki negaranya.
Bangsa Yahudi kemudian diasingkan oleh Nazi pada suatu tempat yang sangat memprihatinkan yaitu Ghetto-ghetto, tempat yang tidak menyediakan banyak makanan sehingga banyak orang Yahudi yang terkena penyakit dan meninggal dunia disana, serta bangsa Yahudi dijadikan buruh paksaan. Sementara itu bangsa Yahudi yang berada di Soviet Union dibunuh oleh para Nazi dengan menggunakan  van yang memiliki gas beracun, alasan dibunuhnya para Yahudi tersebut dan tidak ditahan untuk dijadikan tenaga kerja paksaan,  sebab tempat penahanannya sudah penuh oleh Yahudi lain.
Melihat begitu kejamnya tindakan yang dicanangkan oleh Hitler ini, lalu bagaimana kondisi hak asasi manusia pada waktu itu, sungguh membingungkan bagaimana bisa peristiwa keji tersebut dapat terjadi. Â
Dalam artikel ilmiah yang berjudul Sejarah Perkembangan Konsep Hak Asasi Manusia karya Surata (2014) menyatakan bahwa berbicara mengenai hak asasi manusia dalam ruang lingkup dunia tentu tidak akan terlepas dari pandangan John Locke tentang Hak Asasi Manusia,  ia menyebutkan bahwa setiap manusia sudah diberikan oleh alam berupa hak yang melekat pada dirinya yaitu hak untuk hidup, hak atas kebebasan, dan hak kepemilikan  yang menjadi milik mereka sendiri serta tidak dapat diganggugugat oleh negara.
Setelah peristiwa kelam terjadi pada masa perang dunia II manusia seakan kembali teringat kepada pendapat John Locke akan Hak Asasi manusia, mengingat banyaknya korban yang meninggal dunia dan sengsara atas adanya peristwa Holocaust. Maka atas dasar hal tersebut dirancangnya sebuah instrumen internasional yang memprioritaskan hak asasi manusia (HAM), hal tersebut dapat direpresentasikan pada pendirian sebuah lembaga atau organisasi, sehingga terbentuklah Persarikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1945.Â
Setelah peristiwa Holocaust manusia dunia sepakat bahwa hak asasi manusia merupakan indikator pencapaian bersama tanpa memandang bangsa dan negara. Â Maka selanjutnya dibentuklah suatu badan yang mengkhususkan diri menjadi penegak Hak Asasi Manusia (HAM) di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu adalah International Abill of Human Rights.
International Abill of Human Rights memiliki tiga pokok instrumen yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia  (Universal Declaration of Human Rights), Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Convenant on Civil and Political Rights), dan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights).Â
Deklarasi hak asasi manusia (HAM) menjadi tahap yang luar biasa dalam proses menyebarluaskan hak asasi manusia (HAM). Hukum internasional modern menempatkan manusia atau individu pada posisi sebagai pelaku atau subyek. Manusia atau individu memiliki hak yang telah dijamin. Hak Asasi Manusia (HAM) yang diuraikan pada deklarasi PBB tahun 1948 membahas dan mengatur tentang hak individu.
Sementara itu Genosida merupakan kata yang merujuk kepada sebuah tindakan kejahatan yang dilakukan pada sutau kelompok tertentu, pada umumnya kejahatan tersebut dapat berupa pembunuhan masal. Â
Dalam artikel ilmiah berjudul Petisi Indonesia untuk  Dunia: Potret Globalisasi Gerakan Sosial Digital karya Sanjaya (2018) menyatakan bahwa PBB melakukan persetujuan tentang aturan yang mengatur pencegahan dan penghukuman kejahatan Genosida, tanggal 9 Desember 1948 ditetapkanlah bahwa kejahatan Genosida termasuk ke dalam kejahatan internasional.Â
Atas dasar adanya konvensi Genosida yang menjelaskan bahwa Genosida merusak suatu kelompok dengan sengaja seperti melakukan pembunuhan suatu kelompok, membuat terluka suatu kelompok baik terluka secara fisik dan psikis, secara sengaja melakukan sutau perbuatan yang menimbulkan kerusakan fisik suatu kelompok, mengambilalih anak-anak, dan mencaegah adanya regenerasi dengan melarang lahirnya suatu anak pada kelompok tersebut.
Genosida pada masa Nazi yang beralasankan pemurnian ras unggul yaitu bangsa Arya bagi Jerman. Mengakibatkan tewasnya enam juta jiwa bangsa Yahudi, selain orang Yahudi, bangsa lain menjadi mangsanya seperti penyandang disabilitas.Â
Peristiwa Holocaust membuat pandangan manusia kembali kepada pandangan John Locke mengenai hak asasi manusia, setelah sebelumnya pendapat John Locke tentang hak-hak kodrati mendapat pertentangan dari beberapa pihak seperti Bentham, yang mendapatkan kekuatan dukungan dari John Austin menyatakan bahwa pada hakikatnya hak itu dapat diturunkan dari hukum negara. Pada intinya pendapat ini tidak setuju dengan pendapat John Locke yang menyatakan bahwa hak asasi manusia bersumber dari alam, dalam pandangan John Austin bahwa hak asasi manusia bersumber dari negara bukan alam.
Akan tetapi setelah peristiwa pahit Holocaust, manusia kembali berputar haluan mengingat buah pikiran John Locke, menyadari bahwa memang hak asasi manusia adalah hak kodrati. Hal tersebut menyebabkan kembalinya kepercayaan terhadap hak asasi manusia, kepada kesamaan kedudukan antara perempuan dan laki-laki, martabat dan kemuliaan manusia, dan kesetaraan antara negara kecil dan negara besar.
Terdapat tiga pokok utama hak asasi manusia yaitu, pertama bahwa hak berasal dari yang maha menciptakan bukan dari negara, kedua adanya batas-batas legitimasi perlindungan terhadap hak asasi manusia, dan ketiga bahwa hak asasi manusia diatur oleh undang-undang dan jika terjadi sutau kecacatan hukum, maka harus disesuaikan dengan hukum internasional.
Setelah peristiwa tersebut dan setelah adanmya konvensi Genosida membuat negara-negara lain yang melakukan kejahatan Genosida seperti negara Myanmar yaitu kejahatan yang dilakukan dengan tujuan untuk dijadikan representasi negara, hal tersebut tentunya dikecam oleh negara-negara dunia termasuk Indonesia.
Kaitan antara peristiwa Holocaust dengan hak asasi manusia bahwasannya melalui peristiwa tersebut , hak asasi manusia yaitu hak kodrati yang menyatakan bahwa hak asasi itu bersumber dari alam dan hak hidup, kebebasan tidak dapat diganggu gugat oleh negara, pandangan tersebut dikemukakan oleh John Locke, yang pada sebelumnya tidak diperhatikan menjadi dilirik kembali oleh manusia pada akhirnya menyadari bahwa hak kodrati sangat penting.
Peristiwa Holocaust memakan korban jiwa yang tidak sedikit tentu merupakan hal yang sangat miris dan kelam. Manusia di dunia tidak ingin mengalaminya kembali dalam bentuk apapun, sehingga pada waktu sekarang ini banyak organisasi dan lembaga internasional yang menjamin hak-hak manusia. Selain itu dalam ruang lingkup nasional juga hak-hak sangat dijungjung tinggi seperti dengan adanya Komisi Perlindungan Anak dan HAM (KOMNAS HAM) di Indonesia.
Kesimpulan
Holocaust adalah peristiwa kejahatan Genosida yang dilakukan oleh NAZI Jerman di bawah pimpinan Adolf Hitler pada bangsa Yahudi dan bangsa-bangsa lainnya, yang dianggap Hitler sebagai bumerang untuk mewujudkan hasratnya menguasai Eropa. Hasrat tersebut timbul dari dogma bahwa bangsa yang unggul adalah Bangsa Arya, maka perlu adanya suatu pemurnian agar dapat mengunggulkan bangsa Arya. Sementara itu keadaan hak asasi pada masa sebelum adanya peristiwa Holocaust telah melahirkan sebuah gagasan , karya John Locke yang mengatakan bahwa hak asasi itu berasal dari alam dan negara tidak dapat menggugat suatu apapun. Akan tetapi dalam perjalanannya hak asasi yang diusung oleh John Locke atau dikenal juga dengan hak kodrati tersebut terlupakan, dan barulah setelah adanya peristiwa Holocaust manusia sadar dan kembali mengingat pemikiran John Locke tersebut, hingga puncaknya hak-hak asasi manusia dilindungi dan dijamin oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sampai sekarang.
Referensi
Chin, L. (2019). Hitlerism, Anti-Semitisme dan Interpretasi Holocaust. Sejarah: Journal of History Departement University of Malaya
Djaja, W. (2012). Sejarah Eropa dari Eropa Kuno Hingga Eropa Modern. Yogyakarta: Ombak
Kharismawati, A. Perkembangan Antisemitisme dalam Perspektif Hubungan Internasional .
Sanjaya, A. (2018). Petisi Indonesia untuk  Dunia: Potret Globalisasi Gerakan Sosial Digital. Jurnal Komunikasi 10 (1)
Surata, N. (2014). Sejarah Perkembangan Konsep Hak Asasi Manusia. Kertha Widya Jurnal Hukum 2 (1)
William, M. (2019). Menganalisa Peristiwa  Holocaust dan Praktik Konsepsi Lebensraum sebagai Sejarah Kelam Genosida dalam Perjalanan Panjang Peradaban Manusia dari Kacamata Realisme. Researchgate
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H