Mohon tunggu...
Koko P Senoz
Koko P Senoz Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

communication student university of bengkulu 2010

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Arti A - Z

6 November 2012   15:14 Diperbarui: 4 April 2017   18:08 9472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

X
X adalah huruf ke-24 dalam alfabet Latin. Huruf ini dibaca /ɛks/. Dalam ilmu fonetik, x adalah lambang IPA dan X-SAMPA bagi konsonan desis langit-langit belakang nirsuara, seperti dwihuruf “kh” pada kata “khusus” dalam bahasa Indonesia.
Pada mulanya, gabungan konsonan /ks/ dalam bahasa Yunani Kuno ditulis sama, sebagai Khi Χ (dialek Barat) atau Ksi Ξ (dialek Timur). Akhirnya, Khi digunakan untuk bunyi /kʰ/ (/x/ dalam bahasa Yunani Modern), sementara Ksi digunakan untuk bunyi /ks/. Orang Etruska telah mengambil alih Χ dari dialek Yunani Barat Kuno; maka, X mewakili bunyi /ks/ dalam bahasa Etruska dan Latin.
Tidak diketahui apakah huruf Khi dan Ksi merupakan ciptaan orang Yunani, ataupun berasal dari rumpun bahasa Semit. Khi diurutkan hampir pada akhir susunan alfabet Yunani, setelah huruf-huruf asal Semit, bersama dengan Fi, Psi, dan Omega, dengan gagasan bahwa huruf-huruf itu merupakan inovasi; terlebih lagi, tidak terdapat huruf yang mewakili bunyi /ks/ secara terperinci dalam bahasa Semit. Terdapat satu huruf Fenisia kheth yang kemungkinan berbunyi /ħ/, agak serupa dengan /kʰ/, tetapi mulanya diterima dalam alfabet Yunani sebagai konsonan /h/, dan kemudian, digunakan untuk bunyi vokal panjang Eta (Η,η), maka huruf itu tidak tampak sebagai asal huruf Khi. Huruf Fenisia Samekh (mewakili /s/) sering dianggap sebagai inspirasi bagi Ksi, namun seperti yang diterangkan, Khi mempunyai bentuk yang berbeda dari Ksi—meskipun huruf itu mungkin merupakan variasi lain yang juga berasal dari samekh. Bentuk asal samekh barangkali merupakan hieroglif Mesir bagi Djed, namun ini juga tidak pasti karena tidak ada bentuk Protosinaitik bagi huruf ini yang identik dengannya.
Penggunaannya dalam keseharian adalah sebagai berikut:
• Dalam Alfabet Fonetis International, [x] adalah simbol konsonan desis langit-langit belakang nirsuara.
• Dalam alfabet Latin, X melambangkan bunyi /ks/.
• Dalam Angka Romawi, X melambangkan bilangan 10 (sepuluh) atau tahun 10.
• Dalam beberapa bahasa, sebagai perubahan nilai fonetik dan adaptasi tulisan tangan, X dilafalkan berbeda-beda.
• Dalam bahasa Indonesia, X dipakai dalam istilah yang diserap dari bahasa asing, misalnya xenon.
• Dalam bahasa Inggris, X adalah huruf untuk gugus konsonan [ks]; atau kadang-kadang apabila diikuti oleh suku kata beraksen yang diawali dengan bunyi vokal, atau apabila diikuti oleh “h” nirsuara dan bunyi vokal beraksen [gz] (cth. exhaust, exam); lazimnya diucapkan [z] apabila menjadi huruf pertama suatu kata (cth. xylophone), serta dalam beberapa kata majemuk bunyi [z] tidak berubah (cth. meta-xylene). X juga melambangkan bunyi [kʃ] dalam perkataan yang berakhir dengan -xion. X juga melambangkan bunyi [gʒ] atau [kʃ], misalnya dalam kata luxury dan sexual. Apabila huruf X mengawali kata dalam bahasa Inggris seperti xynene dan bunyi z yang dihasilkan, maka huruf X tidak diucapkan. X di akhir kata biasanya diucapkan [ks] (cth. ax/axe) kecuali dalam kata pinjaman seperti faux (lihat ulasan bagi bahasa Perancis, di bawah).
• Dalam bahasa Melayu, X bukan saja merupakan huruf yang paling sedikit digunakan di seluruh kosakata bahasa Melayu, huruf ini seolah-olah tidak pernah digunakan kecuali bagi kata-kata yang menyebut nama huruf ini dalam kata tersebut (cth: sinar-X). Bagi kata-kata pinjaman dari bahasa lain yang mengandung huruf “x” seperti sex dan xylophone, huruf x diganti dengan “ks” ([ks] di tengah atau akhir kata) atau “z” ([z] di awal kata), sehingga dieja seks dan zilofon.
• Dalam bahasa Perancis, di akhir kata, X tidak diucapkan (atau dibaca [z] jika mengikuti bunyi vokal). Penggunaan ini timbul sebagai perubahan tulisan bagi akhiran -us. Terdapat dua pengecualian, yaitu x disebut [s] dalam six dan dix, namun dibaca [z] dalam sixième and dixième.
• Dalam bahasa Spanyol lama, X disebut seperti [ʃ] karena bahasa ini masih sebunyi dengan bahasa Iberia yang lain. Kemudian, bunyi ini berubah menjadi bunyi [x] yang keras. Dalam bahasa Spanyol modern, bunyi [x] dieja dengan j, atau dengan g sebelum e dan i, namun x dikekalkan bagi sesetengah nama (misalnya México, yang beralternasi dengan Méjico). Kini, X mewakili bunyi [s] (sebagai huruf pertama perkataan), atau gagasan konsonan [ks] dan [gs] (cth. oxígeno, examen). Lebih jarang lagi; seperti dalam bahasa Spanyol lama, huruf x boleh disebut sebagai [ʃ] di hari ini dalam kata-kata nama khas seperti Raxel (variasi Rachel) dan Xelajú. Dalam variasi bahasa Spanyol di Amerika dan seseo, digraf xc di excelente disebut sebagai [ks] tetapi di Spanyol, kombinasi konsonan tersebut disebut [ks-θ].
• Dalam bahasa Albania, x mewakili [dz], sementara digraf xh mewakili [dʒ].
• Dalam Hanyu Pinyin, sistem transkripsi resmi bagi bahasa Mandarin, huruf x mewakili bunyi konsonan desis pralangit-langit tidak bersuara (/ɕ/).
• Dalam bahasa Jerman dan bahasa Italia, X digunakan terutama dalam kata serapan.

Y
Y adalah huruf Latin modern yang ke-25. Dalam bahasa Indonesia disebut ye; dalam bahasa Inggris disebut wye atau wy (dibaca [ˈwaɪ], jamak: wyes).[1] Dalam berbagai bahasa, Y memiliki nilai bunyi yang berbeda-beda. Alfabet Fonetis Internasional memakai huruf Y kecil sebagai lambang bunyi vokal bulat depan tertutup.
Leluhur asal huruf Y merupakan huruf Yunani upsilon.
Penggunaan huruf Y dalam alfabet Latin berawal dari abad pertama SM. Huruf itu digunakan untuk menulis kata pinjaman dari bahasa Yunani, sehingga Y bukan huruf untuk menulis kosakata asli bahasa Latin dan biasanya dilafalkan /u/ atau /i/. Pelafalan yang kedua menjadi umum pada masa klasik dan digunakan oleh banyak orang kecuali kalangan terpelajar. Claudius, Kaisar Romawi memperkenalkan huruf baru ke dalam alfabet Latin untuk melambangkan apa yang disebut sonus medius (vokal pendek sebelum konsonan bibir), tetapi kadangkala dalam prasasti ditulis sebagai huruf upsilon dari Yunani.
Pada masa Yunani Kuno, huruf Υ (Upsilon) melambangkan [u], sebelum beralih ke [y]* (vokal depan tertutup bulat). Mulanya bangsa Romawi Kuno mengadaptasi huruf ini menjadi huruf V, untuk menandakan bunyi vokal /u/ dan konsonan /w/, tetapi tidak lama kemudian, oleh karena sebutan Ypsilon dalam bahasa Yunani beranjak ke vokal /y/, maka bangsa Romawi meminjam huruf Yunani tersebut sesuai bentuk asalnya termasuk garis vertikal di bawahnya, khususnya untuk menandai nama-nama dan kata-kata pinjaman bahasa Yunani. Y dinamakan Y Graeca, ‘Y Yunani’. Tak diragukan lagi bahwa pelafalannya I Graeca, ‘I Yunani’, karena penutur bahasa Latin sulit mengucapkan vokal depan [y]*, yang tidak terdapat dalam kosakata asli bahasa Latin. Dalam rumpun bahasa Roman, pelafalannya menjadi nama yang umum: i griega dalam bahasa Spanyol, i grec dalam bahasa Perancis, dsb.
Huruf Y digunakan dalam bahasa Inggris Kuno dan Latin untuk melambangkan fonem /y/; namun, ada yang menganalisa penggunaan ini merupakan kreasi tersendiri di Inggris dengan menggabungkan V ke atas I, tanpa menghubungkan penggunaan huruf ini dalam bahasa Latin. Mungkin juga bahwa huruf Y, meskipun dinamakan Y Græca (dibaca [u gre:ka]) atau ‘u Yunani’ agar dibedakan dari /u/ dalam bahasa Latin, tetap dianalisa sebagai huruf V (disebut /uː/) di atas huruf I (disebut /iː/). Maka huruf Y dipanggil [uː iː]; setelah /uː/ menjadi /w/ dan setelah pergeseran vokal besar-besaran dalam bahasa Inggris maka sebutannya menjadi /waɪ/.
Pada masa bahasa Inggris Pertengahan, kebundaran vokal /y/ (vokal depan tertutup “bulat”) memudar sehingga bunyinya mirip dengan vokal /iː/ (vokal depan tertutup “tak bulat”) dan /ɪ/. Maka dari itu, banyak kata yang awalnya dieja dengan I kemudian dieja dengan Y, dan demikian sebaliknya. Penggantian serupa terjadi dalam kosakata Latin: kata asli silva (“kayu”) dieja dengan Y dalam kata Pennsylvania.
Demikian pula, Y vokal dalam bahasa Inggris Modern dilafalkan mirip I, tetapi bahasa Inggris modern menggunakannya hanya dalam kata-kata tertentu, tidak seperti bahasa Inggris Pertengahan dan awal Modern. Huruf itu memiliki tiga kegunaan: pengganti upsilon dalam kata serapan dari bahasa Yunani (system; Yunani: σύστημα), di akhir kata (rye, city; bandingkan cities, yang huruf akhirnya adalah S), dan dalam kata dasar bersuku kata satu dengan akhir vokal (dy-ing).
Saat mesin cetak diperkenalkan dari daratan utama Eropa, William Caxton dan tukang cetak dari Inggris lainnya menggunakan Y sebagai pengganti Þ (thorn: setara dengan th dalam bahasa Inggris Modern), yang tidak tersedia dalam tipe huruf dari daratan utama Eropa. Dari cara ini munculah perubahan ejaan “the” menjadi “ye” dalam umpatan kuno “Ye Olde Shoppe”. Terlepas dari ejaan, pelafalannya tetap sama seperti “the” masa kini (/ðiː/ atau /ðə/). Ye (/jiː/) merupakan pelafalan ejaan modern asli.[2]
Penggunaan huruf Y untuk bunyi konsonan [j]* (year, Jahr, yang) kemungkinan tidak terkait dengan pengunaannya sebagai huruf vokal. Kemungkinan huruf itu merupakan pengganti huruf yogh (Ȝȝ) dalam bahasa Inggris Pertengahan yang melambangkan bunyi /j/. Yogh yang melambangkan bunyi lainnya, [ɣ]* (konsonan desis langit-langit belakang), kemudian ditulis dengan dwihuruf gh dalam bahasa Inggris Modern.
Dalam bahasa Spanyol, huruf Y disebut i/y griega, dalam bahasa Katalan i grega, dalam bahasa Perancis dan Romania i grec, dalam bahasa Polandia igrek yang semuanya berarti “I Yunani”; pada kebanyakan bahasa Eropa lainnya, nama Yunani asalnya masih dipakai; dalam bahasa Jerman, namanya Ypsilon (atau “Üpsilon”) dan dalam bahasa Portugis ípsilon atau ípsilo.[3] Mulanya huruf Y diciptakan sebagai huruf vokal, tetapi lama-kelamaan dijadikan konsonan dalam kebanyakan bahasa.
Jika tidak dibaca sebagai vokal kedua dalam diftong, huruf ini memiliki nilai bunyi /y/ dalam rumpun bahasa Skandinavia dan /ʏ/ dalam bahasa Jerman. Y tidak pernah dianggap sebagai konsonan (kecuali dalam kata serapan), namun dalam diftong, seperti pada nama Meyer, huruf itu berperan sebagai variasi “i”.
Dalam bahasa Belanda, Y hanya muncul pada kata serapan dan nama yang biasanya melambangkan bunyi /i/. Huruf ini biasanya diabaikan dalam alfabet bahasa Belanda dan digantikan oleh ligatur “IJ”. Dalam bahasa Afrikaans, perkembangan bahasa Belanda, Y melambangkan diftong [ɛi], kemungkinan karena percampuran huruf kecil i dan y atau mungkin berasal dari ligatur IJ.
Dalam bahasa Faroe dan Islandia, huruf itu selalu dilafalkan i. Dalam kedua bahasa tersebut, huruf itu juga menjadi bagian dari pengejaan diftong: ey (keduanya) dan oy (hanya bahasa Faroe).
Dalam bahasa Spanyol, Y digunakan sebagai inisial pengganti huruf I agar lebih mudah dibedakan (sedangkan Jerman menggunakan huruf J karena alasan yang sama). Maka dari itu “el yugo y las flechas” adalah simbol yang berbagi inisial Isabella I dari Castilla (Ysabel) dan Ferdinand II dari Aragon. Ejaan ini direformasi oleh Royal Spanish Academy dan kini hanya ditemukan pada nama diri yang dieja secara kuno, seperti Ybarra atau CYII, simbol Canal de Isabel II. X juga masih digunakan dalam bahasa Spanyol dengan pengucapan berbeda pada beberapa ejaan kuno.
Sebagai suatu kata, huruf Y merupakan kata penghubung yang berarti “dan” dalam bahasa Spanyol dan dilafalkan [i]*.
Dalam marga Spanyol, y dapat memisahkan marga ayah dengan marga ibu, contohnya “Santiago Ramón y Cajal”; contoh lainnya “Maturin y Domanova”, dari seri novel karya Jack Aubrey. Nama dalam bahasa Katalan menggunakan i untuk hal ini. Selain itu, Y melambangkan bunyi [ʝ]* (konsonan desis langit-langit bersuara) dalam bahasa Spanyol. Saat muncul sebelum bunyi vokal [i], Y digantikan oleh E, contoh: “español e inglés”. Hal ini untuk menghindari pelafalan [i] dua kali.
Dalam Finlandia dan Albania, Y biasanya dilafalkan [y]*.
Sebelum tahun 1972, bahasa Indonesia menggunakan huruf J sebagai lambang bunyi [j] (konsonan hampiran langit-langit). Meskipun demikian, huruf Y juga digunakan sebagai lambang bunyi yang sama namun jarang ditemui; contohnya pada nama Mohammad Yamin, dan Pramoedya Ananta Toer (untuk menghindari kekeliruan karena “dj” dilafalkan [d͡ʒ] atau [ɟ]). Setelah ditetapkannya Ejaan Yang Disempurnakan, maka huruf Y menggantikan posisi J. Demikian pula pada dwihuruf “nj” diganti dengan “ny”.
Dalam bahasa Italia, Y (i greca atau ipsilon) digunakan dalam beberapa kata serapan.
Dalam bahasa Polandia dan Guaraní, huruf itu melambangkan bunyi vokal [ɨ]* (vokal madya tertutup takbulat).
Dalam Lithuania, Y adalah huruf ke-15 dan merupakan huruf hidup. Huruf itu disebut i panjang dan dilafalkan [iː] seperti kata see dalam bahasa Inggris.
Dalam Welsh huruf itu dilafalkan [ə]* (vokal madya) dalam kata bersuku kata tunggal atau suku kata tak akhir, dan [ɨ] atau [i] (tergantung aksen) dalam suku kata akhir.
Saat digunakan sebagai huruf hidup dalam Vietnam, huruf y melambangkan vokal depan tertutup takbulat. Saat dipakai sebagai monoftong, fungsinya setara dengan huruf i dalam alfabet bahasa Vietnam. Ada upaya untuk mengganti penggunaan i seluruhnya, namun tampaknya sebagian besra gagal. Sebagai bunyi konsonan, huruf itu melambangkan bunyi hampiran langit-langit.
Dalam Aymara, Melayu, Turki, Quechua dan Romanisasi Jepang, huruf Y adalah konsonan langit-langit, khususnya [j]* (konsonan hampiran langit-langit).
Dalam Alfabet Fonetis Internasional, [y] mewakili bunyi vokal depan tertutup bulat, dan huruf yang agak berbeda yaitu [ʏ] melambangkan vokal hampir depan hampir tertutup bulat.
Merupakan indikasi kelangkaan vokal bulat depan karena [y] adalah suara paling langka dalam Alfabet Fonetis Internasional yang diwakili oleh huruf Latin, kurang dari setengah penggunaan [q] atau [c] dan hanya sekitar seperempat penggunaan [x].

Z
Z ialah huruf Latin modern yang ke-26 dan terakhir, disebut zed, dibaca [zɛd]. Di Amerika, Z disebut zi, dibaca [ziː].
Huruf Z berasal dari huruf Yunani zeta, yang diturunkan dari huruf Proto-Semitik (Semitik awal). Nama huruf Semitik asalnya adalah zayin, yang mungkin bermakna “senjata”, serta merupakan huruf ketujuh dalam abjad tersebut. Huruf itu seperti pelafalan z dalam bahasa Inggris dan Perancis, atau kemungkinan besar seperti bunyi konsonan gesek /d͡z/ dalam bahasa Italia.
Bentuk Z (huruf kecil: ζ) Yunani merupakan kerabat dekat huruf Fenisia I, dan bentuk hurufnya dalam prasasti-prasati tetap bertahan sepanjang zaman kuno. Orang Yunani memanggilnya zeta, dan nama baru dibuat berdasarkan huruf ini yaitu eta (η) dan theta (θ).
Pada bahasa Yunani awal di Athena dan Yunani Barat Laut, huruf itu melambangkan bunyi /dz/; dalam bahasa Yunani Attika, dari abad ke-4 SM hingga seterusnya, huruf itu dapat melambangkan /zd/ maupun /dz/, dan pada kenyataannya tidak ada konsensus yang memperhatikan masalah ini. Pada dialek lainnya, seperti Elea dan Kreta, simbol itu pernah digunakan untuk menandakan bunyi th bersuara dan nirsuara dalam bahasa Inggris (IPA: /ð/ dan /θ/). Pada dialek umum (bahasa Yunani Koine) yang menggantikan dialek terdahulu, ζ melambangkan bunyi /z/, dan bertahan hingga bahasa Yunani Modern.
Dalam alfabet Etruska, huruf Z munngkin menandakan bunyi konsonan gesek /ts/; dalam bahasa Latin pula, /dz/.
Dalam bahasa Latin awal, bunyi /z/ berubah menjadi /r/ karena rhotasisme sehingga huruf yang melambangkan bunyi /z/ menjadi tidak berguna. Maka sekitar tahun 300 SM, huruf Z disingkirkan oleh Censor Appius Claudius Caecus, lalu tempatnya semula digantikan oleh huruf baru, G.
Pada abad pertama SM, huruf Z diterapkan kembali ke dalam alfabet Latin agar menandakan bunyi zeta Yunani dengan lebih tepat daripada penulisan S di awal kata dan ss di tengah kata yang diterapkan sebelumnya, contoh: sona = ζωνη, “tali pinggang”; trapessita = τραπεζιτης, “bankir”. Huruf ini hanya muncul pada kata-kata pinjaman Yunani, dan Z bersama Y merupakan dua huruf yang dipinjam oleh bangsa Romawi dari Yunani.
Dalam Bahasa Latin Vulgar, huruf zeta Yunani nampaknya menandakan bunyi (/dj/), dan kemudian (/dz/); D dipakai untuk bunyi /z/ dalam kata-kata seperti baptidiare sebagai ganti baptizare (“baptis”); sebaliknya Z dijadikan tanda bunyi /d/ dalam bentuk-bentuk seperti zaconus bagi diaconus (“paderi”); dan zabulus untuk diabulus (“iblis”). Z juga sering ditulis sebagai pengganti konsonan I (yaitu, J, IPA: /j/) seperti zunior untuk junior, ‘lebih muda’.
Di masa sebelumnya, alfabet bahasa Inggris yang digunakan oleh anak-anak tidak diakhiri dengan Z, melainkan dengan & atau simbol tipografi yang menyerupainya.
Bentuk lain dari huruf Z yang berasal dari tipe huruf Goth dan Blackletter Modern Awal adalah “z berekor”. Bentuk huruf z berekor ini bergabung dengan bentuk huruf s panjang, menjadi ligatur ß dalam ejaan bahasa Jerman.
Suatu bentuk variasi Z berekor yaitu Ezh, dimasukkan dalam Alfabet Fonetik Internasional sebagai tanda bunyi konsonan desis pascarongga-gigi bersuara (IPA: [Ʒ]).
Z dalam tipe huruf Antiqua dapat mirip dengan karakter yang menggambarkan angka 3 dalam tipe huruf lainnya.
Unicode menetapkan titik kode untuk “BLACK-LETTER CAPITAL Z” dan “FRAKTUR SMALL Z” dalam lajur Letterlike Symbols dalam Mathematical alphanumeric symbols, masing-masing pada U+2128 ℨ dan U+1D537

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun