Mohon tunggu...
Koko P Senoz
Koko P Senoz Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

communication student university of bengkulu 2010

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Arti A - Z

6 November 2012   15:14 Diperbarui: 4 April 2017   18:08 9472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

L
L adalah huruf ke-12 dalam alfabet Latin. Huruf ini disebut el, dibaca [ɛl]. Huruf L berasal dari bentuk huruf Semitik “tongkat” atau “kambing” yang mewakili bunyi /l/. Ini mungkin berdasarkan hieroglif Mesir yang telah diadaptasi oleh orang Semit untuk tujuan penulisan. Huruf Yunani Lambda Λ (huruf besar) atau λ (huruf kecil), yang juga merupakan huruf Etruska serta Latin, mewakili bunyi yang sama sebagaimana huruf Semitik tersebut.
Dalam bahasa Inggris, L memiliki beberapa nilai, tergantung kemunculannya sebelum atau setelah huruf hidup. Bunyi konsonan hampiran-sisi rongga-gigi (bunyi yang dilambangkan oleh Alfabet Fonetik Internasional sebagai “L” kecil) diucapkan bila mendahului vokal, seperti pada kata lip atau please, sementara bunyi hampiran-sisi rongga-gigi tervelarisasi (IPA: [ɫ]) dilafalkan pada kata bell dan milk. Velarisasi ini tidak muncul pada banyak bahasa-bahasa Eropa yang menggunakan L; itu juga merupakan faktor yang membuat pelafalan L menjadi sulit bagi pengguna bahasa yang tidak memiliki, atau memiliki nilai bunyi berbeda, untuk L^, eperti pada bahasa Jepang atau bahasa Tionghoa dialek selatan.
L dapat muncul sebelum hampir setiap bunyi letup, desis, atau gesek dalam bahasa Inggris. Dwihuruf umum seperti LL, yang memiliki nilai sama seperti L dalam bahasa Inggris, namun memiliki nilai berbeda yaitu konsonan desis-sisi ronga-gigi tak bersuara (IPA: /ɬ/) dalam bahasa Welsh, yang muncul pada awal kata.
Bunyi hampiran-sisi langit-langit atau L palatal (IPA: /ʎ/) muncul dalam berbagai bahasa, dan dilambangkan dengan GL dalam bahasa Italia, LL dalam bahasa Spanyol dan Katalan, LH dalam Portugis, dan Ļ dalam Latvia.
L adalah lambang angka 50 (lima puluh) atau tahun 50 dalam angka Romawi.
L juga digunakan dalam ilmu pasti. Dalam fisika, L adalah simbol panjang. L singkatan dari unit volume dalam sistem Satuan Internasional: liter.

M
M adalah huruf Latin modern yang ke-13. Namanya em, dibaca [ɛm]. Bentuk huruf M berasal dari huruf Fenisia Mem, melalui huruf Yunani Mu (Μ, μ). Huruf Mem Semitik kemungkinan besar melambangkan air. Diketahui bahawa masyarakat Semit yang hidup di Mesir kira-kira 2000 SM mengadaptasi hierogif “air” yang mulanya melambangkan konsonan sengau rongga-gigi (/n/), karena kata Mesir untuk “air” berbunyi “n-t”. Simbol itu dijadikan huruf M dalam bahasa Semitik, karena kata air dalam bahasa mereka diawali dengan bunyi tersebut.
Huruf M melambangkan bunyi konsonan sengau dwibibir (m), baik dalam bahasa klasik maupun modern. Dalam Alfabet Fonetik Internasional, huruf M kecil melambangkan konsonan sengau dwibibir, sedangkan variasi bentuknya (ɱ) melambangkan konsonan sengau bibir-gigi. Kamus Bahasa Inggris Oxford (edisi pertama) menyatakan bahawa huruf ‘m’ kadangkala berbunyi vokal dalam kata seperti spasm dan akhiran -ism. Dalam istilah modern, penggunaan demikian diuraikan sebagai konsonan suku ([m̩]).

N
N adalah huruf Latin yang ke-14. Namanya disebut en (dibaca [ɛn]). Salah satu hieroglif berupa ular di Mesir Kuno digunakan untuk melambangkan bunyi huruf J seperti dalam kata “jari”, karena perkataan Mesir bagi “ular” berbunyi djet. Dipercaya bahwa bangsa Semit di Mesir menyesuaikan hieroglif untuk menciptakan abjad pertama, dan maka dari itu menggunakan lambang ular bagi bunyi /n/, karena kata “ular” dalam bahasa mereka mungkin sekali diawali dengan konsonan tersebut, namun nama huruf ini dalam abjad Fenisia, Ibrani, Aramea dan Arab berbunyi nun, yaitu “ikan” dalam beberapa bahasa tersebut. Huruf ini berbunyi /n/, seperti dalam alfabet Yunani, Etruska, Latin dan semua bahasa di masa sekarang.
N berfungsi sebagai konsonan sengau gigi atau konsonan sengau rongga-gigi dalam hampir semua bahasa yang memakai alfabet. Dalam Alfabet Fonetik Internasional, huruf kecil [n] melambangkan konsonan sengau rongga-gigi. Huruf besar N yang dikecilkan ([ɴ]) melambangkan bunyi konsonan sengau tekak.
Salah satu dwihuruf yang menyertakan huruf adalah , yang menghasilkan konsonan sengau langit-langit belakang (dibaca [ŋ]), seperti pada kata “sengau”. Dalam bahasa Inggris, n biasanya tidak diucapkan saat diikuti oleh m, dalam kata seperti hymn (meskipun dilafalkan pada kata damnation). Pada beberapa kata, n dapat melambangkan bunyi konsonan sengau langit-langit belakang, contohnya kata think (dibaca [θɪŋk]) dan bank (dibaca [bæŋk]).
n adalah huruf kedua yang paling sering dipakai dalam bahasa Inggris. Yang pertama adalah t. Dalam beberapa bahasa seperti Italia dan Perancis, melambangkan konsonan sengau langit-langit (/ɲ/). Ejaan Portugis untuk bunyi tersebut adalah, sementara dalam bahasa Spanyol dan beberapa bahasa lainnya menggunakan tanda istimewa (n dengan tanda tilda di atasnya).

O
O adalah huruf Latin modern yang ke-15, disebut o. Dalam bahasa Indonesia dibaca [o], sedangkan dalam bahasa Inggris diucapkan sebagai diftong [ˈoʊ], bentuk jamaknya oes.[1] Biasanya huruf ini melambangkan bunyi vokal belakang setengah tertutup bulat. Dalam beberapa bahasa, ortografi masing-masing bahasa membuat nilai fonetik huruf ini berbeda-beda, seperti “eo” dalam bahasa Korea untuk bunyi [ʌ] (vokal belakang setengah terbuka takbulat); “oe” dalam bahasa Belanda untuk bunyi [u] (vokal belakang tertutup bulat).
Huruf O berasal dari huruf Semitik `Ayin (mata) yang melambangkan konsonan, kemungkinan konsonan desis hulu kerongkongan bersuara (ʕ), yang juga dilambangkan oleh huruf Arab ع (`Ayn). Huruf Semitik dalam bentuk asalnya nampaknya diilhami oleh bentuk hieroglif Mesir untuk “mata”.
Bangsa Yunani mengadakan inovasi huruf; oleh sebab tiadanya konsonan hulu kerongkongan, maka mereka meminjam huruf ini menjadi huruf omikron untuk melambangkan bunyi /o/, yaitu bunyi yang kemudian ditetapkan untuk huruf ini dalam bahasa Etruska dan Latin. Dalam tulisan Yunani, wujud huruf ini berlainan untuk membedakan bunyi o panjang (Omega, “O besar”) dengan o kecil (Omikron, “o kecil”).
Huruf O paling banyak dikaitkan dengan vokal belakang setengah tertutup bulat [o] dalam berbagai bahasa. Bentuk ini disebut long o ‘o panjang’ dalam bahasa Inggris, tetapi huruf o ini berbunyi diftong ([əʊ]); di Amerika pula [oʊ].
Dalam bahasa Inggris juga ada short O, ‘o pendek’ dengan berbagai pelafalan. Dalam kebanyakan dialek Britania Raya, huruf ini diucapkan sebagai vokal belakang terbuka bulat [ɒ]; di Amerika Utara diucapkan antara bunyi vokal belakang atau tengah tak bulat, baik [ɒ], [ɑː] maupun [a] bergantung pada dialek daerah.
Dwihuruf umum seperti OO, melambangkan bunyi /ʊ/ atau /uː/; OI biasanya melambangkan diftong /ɔɪ/; dan OA, OE, dan OU melambangkan berbagai pelafalan tergantung konteks dan etimologi.
Berbagai bahasa menggunakan O dengan nilai yang berbeda, biasanya sebagai lambang vokal belakang. Huruf pinjaman seperti Ö dan Ø diciptakan untuk sistem tulisan pada beberapa bahasa untuk membedakan bunyi vokal yang tidak dilambangkan oleh huruf Latin dan Yunani, khususnya vokal depan bulat.
Dalam IPA, [o] melambangkan vokal belakang setengah tertutup bulat.

P
P adalah huruf Latin modern yang ke-16. Dalam bahasa Indonesia disebut pe, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut pee (dibaca [ˈpiː]).
Huruf P berasal dari huruf Proto-Semitik Pi’t yang berarti “mulut”, yang juga menurunkan huruf Fenisia pe, serta huruf-huruf Yunani (Pi) dan Etruska yang berkembang dari huruf Fenisia tersebut. Semuanya melambangkan bunyi /p/, yaitu konsonan letup dwibibir nirsuara.
Bangsa Etruska mengadaptasi alfabet Yunani dan mengubah beberapa bentuk hurufnya, termasuk Pi yang melambangkan bunyi /p/. Lengkungan pada huruf P Etruska tidak tertutup, dan pada beberapa variasi, lengkungan itu justru tertutup; variasi bentuk tertutup tersebut juga merupakan lambang bunyi /r/ dalam alfabet Etruska. Bangsa Romawi mengadaptasinya dan menetapkan bentuknya sebagai P, sehingga menyerupai bentuk huruf R dalam alfabet Etruska dan huruf Ro dalam alfabet Yunani. Meskipun demikian, nilai bunyinya berbeda. Untuk melambangkan bunyi /r/, akhirnya bentuk varian dari Ro dengan garis diagonal ( ) diadaptasi menjadi huruf R oleh bangsa Romawi.
Dalam bahasa Indonesia, Melayu, Inggris dan berbagai bahasa yang memakai alfabet Latin, huruf P melambangkan bunyi konsonan letup dwibibir nirsuara.
Satu dwihuruf dalam bahasa Inggris dan Perancis yang melibatkan huruf P ialah “ph” yang menandakan bunyi konsonan desis bibir-gigi nirsuara /f/, dan digunakan untuk mengalihaksarakan huruf Phi (φ) dalam kata-kata pinjaman bahasa Yunani. Dalam bahasa Jerman, dwihuruf “pf” yang menandakan konsonan gesek bibir /pf/ kerap dijumpai.
Penutur bahasa Arab tidak biasa menyebut bunyi /p/ karena dalam bahasa mereka tidak ada bunyi konsonan ini; sebaliknya mereka cenderung menyebutnya seperti /b/ atau /v/.

Q
Q adalah huruf ke-17 dalam alfabet Latin. Dalam bahasa Indonesia, namanya ki; dalam bahasa Inggris disebut cue (dibaca [ˈkjuː]) sedangkan dalam Bahasa Melayu ialah kyu. Nilai bunyi huruf Semitik Qôp (mungkin pada mulanya qaw ‘gulungan tali’, dan mungkin berdasarkan kepada hieroglif Mesir) adalah /q/ (konsonan letup tekak nirsuara), suatu bunyi biasa untuk rumpun bahasa Semit, tetapi tidak dijumpai dalam bahasa Inggris atau Indo-Eropa lainnya. Dalam bahasa Yunani, tanda itu diserap sebagai Qoppa Ϙ, mungkin melambangkan beberapa konsonan letup langit-langit terbibirkan, di antaranya adalah /kʷ/ dan /kʷʰ/. Hasil dari pergeseran bunyi di kemudian hari, membuat bunyi-bunyi ini dalam Bahasa Yunani berubah menjadi /p/ dan /pʰ/. Oleh karena itu, Qoppa telah diubah ke dalam dua huruf: Qoppa, yang hanya untuk bilangan; dan Phi Φ yang digunakan untuk konsonan aspirasi /pʰ/ dan disebut sebagai /f/ dalam Bahasa Yunani Modern. Orang Etruska menggunakan Q bersamaan dengan V untuk mewakili /kʷ/.

R
R adalah huruf Latin modern yang ke-18. Dalam bahasa Indonesia disebut er, dibaca [ɛr], sedangkan dalam bahasa Inggris disebut ar (dibaca [ɑr]).
Bentuk huruf Semitik asalnya mungkin diilhami dari hieroglif Mesir yang berarti “kepala”, disebut t-p dalam bahasa Mesir Kuno, tetapi dipinjam oleh orang Semit untuk lambang bunyi /r/ karena dalam bahasa mereka, kata “kepala” berbunyi Rêš (akhirnya menjadi nama hurufnya). Huruf tersebut berkembang menjadi Ρ ῥῶ (Rhô) Yunani dan R Latin. Kemungkinan beberapa bentuk huruf tersebut dalam bahasa Etruska dan Yunani Barat dibubuhi satu garis lagi agar berbeda bentuknya dari huruf P sekarang.
Bangsa Romawi mengadaptasi huruf P Etruska menjadi bentuk P yang sekarang, sedangkan bentuk P mirip sekali dengan huruf R dalam alfabet Etruska dan Yunani. Untuk membedakannya, maka bangsa Romawi menciptakan huruf R yang mirip dengan variasi huruf R dalam alfabet Etruska dan ro dalam alfabet Yunani, yaitu dengan garis diagonal di bawah lekukannya.
Dalam Alfabet Fonetik Internasional (AFI), simbol [r] menandakan bunyi konsonan getar rongga-gigi. Variasi bentuk [r] dalam AFI digunakan untuk melambangkan konsonan getar dan rhotik lainnya. Beberapa bahasa memakai huruf r menurut ortografi (atau skema alih aksara Latin) masing-masing, baik sebagai konsonan getar maupun konsonan rhotik.

S
S adalah huruf ke-19 dalam alfabet Latin. Huruf ini disebut es, dibaca [ɛs].
Huruf Syin (“gigi”) dari rumpun bahasa Semit pernah melambangkan konsonan desis pascarongga-gigi nirsuara /ʃ/ (seperti dalam kata syarat). Bentuk asalnya mungkin menggambarkan gigi atau buah dada. Bahasa Yunani tidak mengandung bunyi /ʃ/ tersebut, maka huruf sigma (Σ) digunakan untuk mewakili /s/. Nama “sigma” barangkali diambil dari huruf Semitik “Sâmek” (ikan; tulang belakang) dan bukan “Šîn”. Dalam bahasa Etruska dan Latin, nilai bunyi [s] ditetapkan, dan hanya dalam bahasa modernlah huruf ini dipakai untuk mewakili bunyi lain, seperti konsonan desis pascarongga-gigi nirsuara [ʃ] dalam bahasa Hongaria dan Jerman (sebelum p, t), atau konsonan desis rongga-gigi bersuara [z] dalam bahasa Inggris (rise, ‘bangun’), Perancis (lisez, ‘baca’) dan Jerman (lesen, ‘membaca’).
Pada masa dahulu, suatu bentuk alternatif bagi s, yaitu ſ (s panjang), digunakan pada permulaan atau pertengahan kata dalam bahasa-bahasa Eropa tertentu; bentuk terkininya, s spendek, digunakan pada akhir perkataan. Contonhya, sinfulness (“penuh dosa”) ditulis ſinfulneſs menggunakan s panjang itu. Penggunaan long s merosot menjelang awal abad ke-19, untuk mengurangi kekeliruan dengan huruf f kecil. Ligatur “ſs” (atau “ſz”) dalam bahasa Jerman menjadi ess-tsett ( ß ).
Dalam kebanyakan bahasa yang memakai alfabet Latin, serta juga Alfabet Fonetik Internasional, huruf s mewakili konsonan desis rongga-gigi nirsuara, kecuali bahasa Vietnam dan bahasa Hongaria. Di sana S melambangkan konsonan desis pascarongga-gigi nirsuara /ʃ/, seperti dwihuruf “sy” pada kata “syarat.” Bahasa-bahasa lain termasuk bahasa Inggris, Portugis dan Jerman mengandung kata-kata yang mana “s” mewakili bunyi /ʃ/ dan /z/.
Dalam ortografi bahasa Jerman, huruf ß digunakan sebagai pengganti ligatur “ss”, mewakili bunyi [s] nirsuara. Dalam bahasa Jerman huruf itu disebut Eszett, dibaca [ɛsˈtsɛt]. Huruf itu digunakan untuk melambangkan bunyi [s] di antara dua vokal, misalnya beißen (dibaca [baɪ̯sən], arti: ‘menggigit’); küssen (dibaca [kʏsən], arti: ‘mencium’).
Dalam beberapa bahasa, S juga digunakan untuk mewakili bunyi konsonan desis rongga-gigi bersuara ([z]), seperti dalam bahasa Yup’ik bila S ditulis di antara huruf hidup. Dalam bahasa Pinyin, bunyi /z/ tersebut menggunakan dwihuruf SS.
S juga digunakan sebagai lambang dalam ilmu pasti. Dalam ilmu kimia, S adalah simbol kimia untuk Sulfur (belerang). Dalam fisika, S digunakan sebagai simbol jarak. S juga merupakan singkatan dari unit waktu dalam sistem Satuan Internasional: sekon (detik).

T
T adalah huruf Latin modern yang ke-20. Dalam bahasa Indonesia disebut te; dalam bahasa Inggris disebut tee, dibaca [tiː]. Huruf ini merupakan huruf konsonan yang paling sering digunakan dalam bahasa Inggris.[1]
Taw merupakan huruf terakhir abjad Semitik Barat dan Ibrani, kemungkinan melambangkan silang atau salib. Nilai bunyi huruf Taw, Tαυ (Tau) Yunani, dan T Italik Kuno dan Romawi sama, yaitu menandakan fonem /t/; begitu juga dengan bentuk dasarnya dalam semua abjad-abjad tersebut.
Dalam banyak bahasa, huruf ini melambangkan konsonan letup rongga-gigi nirsuara. Dalam Alfabet Fonetik Internasional, konsonan tersebut dilambangkan sebagai [t].
Dalam bahasa Finlandia, Italia, Portugis, Swedia, dan beberapa dialek bahasa Indonesia, huruf ini melambangkan konsonan letup gigi nirsuara. Huruf ini juga dipakai dalam kebanyakan bahasa yang mengandung konsonan tersebut.
Dalam bahasa Inggris, jarang ditemui bahwa huruf ini melambangkan fonem [t͡ʃ] (konsonan gesek rongga-gigi nirsuara), contohnya dalam kata nature (dibaca [ˈneɪt͡ʃɚ]). Huruf H yang mengikuti T membentuk dwihuruf “th” yang melambangkan bunyi konsonan desis gigi, baik nirsuara (dibaca [θ]) maupun bersuara (dibaca [ð]).

U
U adalah huruf Latin modern yang ke-21. Dalam bahasa Inggris, huruf ini disebut u atau you, dibaca [ˈjuː]; bentuk jamaknya ues.[1][2] Biasanya melambangkan vokal belakang tertutup bulat ([u]), menggantikan fungsi huruf V yang beralih sebagai lambang konsonan desis bibir-gigi nirsuara.
Mosaik Yustinianus I di Basilika Sant’Apollinare Nuovo (abad ke-6). Vokal /u/ pada nama “Justinian” ditulis dengan huruf V sebelum terciptanya U, sementara konsonan /j/ dtulis dengan huruf I sebelum terciptanya J.
Huruf U berasal dari variasi huruf V pada masa Romawi Kuno. Asalnya dari huruf upsilon Yunani, yang melambangkan vokal /y/.
Pada akhir Abad Pertengahan, timbul dua bentuk huruf yaitu V dan U, kedua-duanya dipakai untuk bunyi /u/ dan /v/. Bentuk V yang meruncing ditulis di awal kata, sedangkan bentuk U bundar dipakai di tengah atau akhir kata tanpa memandang bunyinya. Oleh karena itu, kata-kata seperti valour dan excuse sama seperti ejaan zaman sekarang, tetapi kata have dan upon juga ditulis haue dan vpon. Akhirnya pada tahun 1700-an, agar bunyi konsonan dan vokal dipisahkan, bentuk V menandakan konsonan sementara bentuk U untuk vokal, maka lahirlah huruf U modern. Pada masa inilah tercipta huruf besar U; sebelum ini selalu dipakai huruf besar V. Mulanya, semenjak huruf U dan V dijadikan huruf yang terpisah, V mendahului U dalam susunan abjad, namun kini terjadi hal sebaliknya.
Huruf u dimasukkan dalam abjad Romawi oleh Petrus Ramus pada abad ke-16.[3]
Pada kebanyakan bahasa yang menggunakan sistem alfabet Latin, u melambangkan bunyi vokal belakang tertutup bulat, [u]*, demikian pula dalam Alfabet Fonetik Internasional.
Dalam bahasa Belanda, U dapat melambangkan bunyi [ɤ]* (vokal hampir depan hampir tertutup bulat), contohnya pada kata hut. Dwihuruf uu melambangkan [yː]*, vokal depan tertutup bulat dipanjangkan, contohnya kata fuut. Bunyi vokal belakang tertutup bulat (seperti “u” pada kata “ibu”) ditulis oe, contohnya kata hoed.
Dalam bahasa Inggris, biasanya huruf U melambangkan bunyi /juː/, sering disebut long u, ‘u panjang’, terutama bila di tengah kata, contohnya cute, amuse, music, dsb. Setelah Pergeseran Vokal Besar-besaran, U dapat melambangkan bunyi [ʌ]* (vokal belakang setengah terbuka takbulat), contohnya pada kata up, sub, cut, abduct, awalan un-, dsb. U dapat pula melambangkan vokal rhotik [ɜː]* (vokal madya setengah terbuka takbulat), contohnya pada kata burn, turd, fur, dsb.
Dalam bahasa Perancis, u melambangkan vokal depan tertutup bulat (simbol IPA: [y]), sementara ou melambangkan vokal belakang tertutup bulat (simbol IPA: [u]). Menurut posisi artikulasi, kedua vokal tersebut berlawanan (/y/ vokal depan sementara /u/ vokal belakang). Di Jerman, vokal /y/ (vokal depan) tersebut ditulis sebagai Ü untuk membedakannya dengan U (vokal belakang).

V
V adalah huruf Latin modern yang ke-22. Dalam bahasa Indonesia, huruf ini disebut ve meski dibaca [fe], sedangkan dalam bahasa Inggris disebut vee, dibaca [viː]. Awalnya huruf ini melambangkan bunyi [u], vokal belakang tertutup bulat, namun vokal tersebut menjadi huruf tersendiri (U), sementara V menjadi lambang bunyi [v]* (konsonan desis bibir-gigi bersuara). Dalam bahasa Indonesia sering dilafalkan seperti [f]* (konsonan desis bibir-gigi tak bersuara). Huruf V berasal dari huruf Semitik Waw, begitu juga huruf-huruf modern F, U, W, dan Y. Huruf Semit kemudian memengaruhi huruf Fenisia, Yunani, dan Etruska. Huruf Latin dipengaruhi oleh huruf Yunani, dengan perubahan seperlunya karena alasan penyesuaian fonologi dan sebagainya.
Dalam bahasa Yunani, huruf upsilon (Υ) diadaptasi dari huruf waw, awalnya untuk melambangkan bunyi vokal /u/ seperti pada kata “bulan”, kemudian berubah menjadi /y/ (vokal depan tertutup bulat), yaitu sama seperti pelafalan huruf ü dalam bahasa Jerman.
Prasati pada Arch of Titus di Roma, Italia (abad pertama Masehi). Pada tulisan Latin kuno tersebut, vokal /u/ ditulis dengan huruf V, sehingga ejaan SENATVS dialihaksarakan sebagai SENATUS setelah terciptanya huruf U.
Dalam bahasa Latin, huruf upsilon ini dipinjam dalam bentuk huruf V (tanpa batang) untuk menandakan bunyi /u/ yang sama, dan juga bunyi konsonan /w/. Oleh karena itu, kata num—atau asalnya dieja NVM—disebut “noom” (/num/) sementara kata via/VIA disebut “wi-a” (/wia/). Mulai abad pertama Masehi, bergantung pada dialek setempat, konsonan /w/ berubah menjadi /β/, dan akhirnya menjadi /v/.
Ketika akhir Zaman Pertengahan, timbulnya dua bentuk huruf v atau u, kedua-duanya dipakai untuk bunyi /u/ dan /v/. Bentuk v bersudut ditulis di awal kata, sedangkan bentuk u bundar dipakai di tengah atau akhir kata tanpa menghiraukan bunyinya. Oleh itu, kata-kata seperti valour dan excuse sama seperti ejaan zaman sekarang, tetapi kata have dan upon ditulis haue dan vpon. Akhirnya pada tahun 1700-an, agar bunyi konsonan dan vokal diasingkan, bentuk v menandakan konsonan sementara bentuk u untuk vokal, maka lahirlah huruf u modern. Pada masa itulah tercipta huruf besar U; sebelumnya selalu dipakai huruf besar V. Mulanya, semenjak huruf u dan v dijadikan huruf yang berbeda, v mendahului u dalam susunan alfabet, tapi kini terjadi sebaliknya.
Mosaik Justinianus I di Basilika Sant’Apollinare Nuovo (abad ke-6). Vokal /u/ pada nama “Justinian” ditulis dengan huruf V sebelum terciptanya U, sementara konsonan /j/ dtulis dengan huruf I sebelum terciptanya J.
Dalam sistem angka Romawi, huruf V melambangkan nomor 5 atau tahun 5, karena menyerupai kebiasaan menghitung takik yang diukir pada kayu, yaitu setiap takik kelima dikerat dua agar membentuk “V”.
Dalam sistem Alfabet Fonetik Internasional, /v/ menandakan bunyi konsonan desis bibir-gigi bersuara.
Dalam bahasa Irlandia, huruf ‹v› kebanyakan digunakan pada kata serapan, seperti veidhlín dari bahasa Inggris violin. Tetapi bunyi [v] muncul secara alami dalam bahasa Irlandia saat bunyi /b/ mengalami lenisi atau “dilembutkan”, ditulis menurut ortografi dengan ‹bh›, sehingga bhí dilafalkan [vʲiː], an bhean dilafalkan [ən̪ˠ ˈvʲan̪ˠ], dsb.
Bahasa Polandia tidak menggunakan huruf V, demikian pula Q dan X. Akan tetapi, bahasa mereka mengandung bunyi /v/, yang dilambangkan oleh huruf W, mengikuti kaidah dalam bahasa Jerman.
Dalam sistem pinyin bahasa Mandarin, semua huruf Latin digunakan kecuali huruf V, karena tidak ada bunyi [v] dalam bahasa Mandarin, tetapi huruf “v” dipakai kebanyakan kaedah pengetikan sebagai pengganti huruf “ü” yang umumnya tidak tersedia pada papan tombol biasa. Romanisasi merupakan kaidah yang banyak dilakukan untuk mengetik bahasa Tionghoa secara fonetik.
Dalam alih aksara bahasa Sanskerta atau IAST, huruf V digunakan sebagai lambang bunyi [ʋ]* (konsonan hampiran bibir-gigi), yang dalam aksara Dewanagari ditulis व. Dalam aksara turunan Brahmi lainnya (misalnya aksara Thai, Jawa, Bali, dsb) yang melestarikan kata serapan dari bahasa Sanskerta, bila dalam fonologi bahasa bersangkutan tidak mengandung bunyi konsonan hampiran bibir-gigi, maka lambang konsonan tersebut dalam aksara mereka seringkali tergantikan oleh konsonan hampiran langit-langit belakang terbibirkan (simbol IPA: /w/), yang ditulis dalam huruf Latin sebagai W.
Huruf V juga digunakan sebagai lambang dalam ilmu pasti. V adalah simbol kimia untuk Vanadium. Dalam Fisika, v menjadi Simbol kecepatan dan volume (berasal dari kata velocity, ‘kecepatan’). Dalam linguistik, v menjadi simbol kata kerja (verba). V juga merupakan singkatan dari unit tegangan listrik dalam sistem Satuan Internasional: volt.
Beberapa bahasa memiliki penyebutan V yang berbeda-beda:
• Indonesia: ve [fe], pengucapannya mirip seperti pengucapan huruf F, yaitu konsonan desis bibir-gigi tak bersuara.
• Italia: vi [ˈvi] atau vu [ˈvu]
• Jerman: fau [ˈfaʊ]
• Katalan: ve, dilafalkan [ˈve], namun dalam dialek yang tidak memiliki bunyi /v/ dinamakan ve baixa [ˈbe ˈbajɕə] “vi rendah”.
• Portugis: vê [ˈve]
• Perancis: vé [ve]
• Spanyol: uve [ˈuβe] direkomendasikan, tetapi ve [ˈbe] secara tradisional. Karena keduanya dilafalkan /b/ dalam bahasa Spanyol[1], diperlukan istilah untuk membedakan ve dari be, yaitu huruf ‹b›. Dalam beberapa wilayah huruf itu disebut ve corta, ve baja, ve pequeña, ve chica atau ve labiodental.
Dalam bahasa Jepang, V sering disebut “bui” (ブイ). Nama ini adalah penyesuaian dengan nama dalam bahasa Inggris, yang mensubtitusi konsonan letup dwibibir bersuara untuk bunyi konsonan desis bibir-gigi bersuara (yang tidak ada dalam fonologi bahasa Jepang) dan berbeda dengan “bī” (ビー), nama Jepang untuk huruf B. Bunyi itu dapat ditulis dengan simbol katakana 「ヴ」 (vu) yang kini sudah dikembangkan,[2] sehingga menjadi va, vi, vu, ve, vo (ヴァ, ヴィ, ヴ, ヴェ, ヴォ?), meskipun pelafalannya (saat diterapkan) bukanlah bunyi konsonan desis bibir-gigi bersuara seperti dalam bahasa Inggris. Selain itu, beberapa kata seringkali dieja dengan b daripada vu (contoh: “violin” seringkali dieja baiorin (バイオリン?) daripada vaiorin (ヴァイオリン?); karena kecenderungan untuk memakai konsonan yang tersedia dalam fonologi bahasa Jepang daripada konsonan asing).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun