Mohon tunggu...
Koko Komarudin
Koko Komarudin Mohon Tunggu... Musisi - Music Producer and Artist Management EOB5 Official

Saya adalah seorang jurnalis dengan minat mendalam dalam penulisan berita dan riset. Memiliki kecenderungan perfeksionis, saya selalu berusaha memberikan hasil terbaik dalam setiap tulisan, dan lebih memilih mengerjakan hal-hal secara mandiri untuk memastikan setiap detail tercapai dengan sempurna. Kejujuran, kreativitas, dan disiplin adalah nilai-nilai yang saya pegang teguh, dan saya senantiasa menantang diri sendiri untuk berkembang dan mencapai hal-hal baru. Di luar dunia jurnalisme, saya juga aktif di industri musik sebagai produser musik dan manajer artis. Saya telah menciptakan beberapa lagu dan mengembangkan karier penyanyi serta grup vokal, yang memperkaya pengalaman saya dalam dunia seni. Saya percaya bahwa kreativitas bisa datang dari berbagai bidang, dan saya berusaha untuk selalu memadukan pengalaman akademik dan dunia nyata dalam setiap karya saya. Selain menulis dan musik, saya juga gemar membaca buku dan, belakangan ini, menghabiskan waktu dengan bermain game untuk melatih fokus dan strategi. Saya berharap bisa terus menginspirasi orang lain lewat tulisan saya, sekaligus menjadi sosok yang dapat diandalkan dalam berbagai proyek yang saya jalani.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Geger Presidential Threshold: Apakah Ini Akhir dari Demokrasi Eksklusif?

10 Januari 2025   08:36 Diperbarui: 10 Januari 2025   08:36 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu penghapusan Presidential Threshold kembali memanas dan menjadi perbincangan hangat di dunia politik Indonesia. Ambang batas pencalonan presiden yang saat ini menetapkan syarat dukungan minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional sedang dalam sorotan tajam. Banyak pihak menyebut aturan ini sebagai penghalang bagi demokrasi yang inklusif.

Mengapa Presidential Threshold Kontroversial?

Bagi sebagian kalangan, aturan ini dianggap membatasi kesempatan munculnya calon presiden berkualitas dari berbagai latar belakang. Hanya partai besar atau koalisi besar yang bisa mengusung kandidat, sehingga pilihan rakyat terkesan "dipersempit."

Sebaliknya, pendukung threshold berargumen bahwa aturan ini penting untuk menjaga stabilitas politik dan mencegah fragmentasi suara dalam pemilu. Namun, apakah ini benar-benar demi kepentingan rakyat?

Dukungan Penghapusan Menguat

Beberapa partai politik, terutama yang bukan bagian dari koalisi besar, mendorong penghapusan aturan ini. Mereka berpendapat bahwa semakin banyak calon yang bisa maju, semakin baik bagi demokrasi.

Seorang pengamat politik dari Universitas Indonesia, Dr. Rendra Wijaya, menyatakan, "Penghapusan Presidential Threshold dapat membuka peluang lebih besar bagi munculnya pemimpin alternatif yang benar-benar berakar pada kebutuhan rakyat."

Apa Dampaknya Jika Dihapus?

Jika aturan ini dihapus, peta politik Indonesia akan berubah drastis. Pemilu 2029 bisa menjadi yang paling kompetitif dalam sejarah, dengan lebih banyak calon presiden yang maju tanpa harus tergantung pada dukungan partai besar.

Namun, tantangan baru juga akan muncul. Pemilu dengan banyak calon bisa membingungkan pemilih, dan risiko terpecahnya suara semakin besar. Apakah kita siap menghadapi era baru ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun