Berapa biaya, uang atau money dikeluarkan untuk merawat Yogya, supaya Yogya tetap menarik ? Supaya tidak kotor dan tidak tercium aroma tidak sedap. Berapa dan apa kontribusi penjual kopi ke Yogyakarta ? Terlepas itu kelas resto, cafe dan lapak. Ingat, kontribusi tidak harus berbentuk uang atau money.
Hampir setiap sore dan malam remaja, entah itu pelajar atau mahasiswa tidak sedikit nongkrong di angkringan, cafe dan lapak kopi yang tersebar di kota Yogya. Apakah yang mereka bicarakan, obrolkan atau diskusikan ?
Materi kuliah, film drama Korea dari terlama atau terbaru tayang. Ngobrol tanpa tujuan sambil lihat orang lewat.
Nongkrong atau nangkring di Yogya menjadi berarti jika mahasiswa atau pelajar, mengembalikan tradisi intelektual. Mendiskusikan banyak hal dari masalah sosial seni budaya, politik dan ekonomi. Sekaligus menjadi agent of change demi kesejahteraan dan tatanan negara yang lebih baik.
Obrolan yang yang melatih nalar untuk melihat sebuah persoalan dari berbagai perspektif. Tidak Hanya debat kusir yang tidak memberi manfaat apapun, seperti kopi. Usai minum ampas dibuang.
Perputaran money atau uang di Yogya memang tidak begitu besar
Contoh, tiba-tiba marak penjual kopi dengan lapaknya, sekitar cafe. Apakah hal itu sebagian usaha mahasiswa untuk mengatasi kesulitan ekonomi atau mencari tambahan uang saku? Jika benar mengapa mengesampingkan etika. Apakah bisnis itu memang tidak memiliki etika ?
Mungkinkah hal itu merupakan kegiatan musiman atau tren sesaat seperti banyak yang menjual minuman boba pada waktu itu. Hingga ada perusahaan yang memproduksi tepung tapioka, salah satu bahan baku untuk membuat boba. Berani mencatatkan perusahaannya di Bursa Efek Jakarta dengan kode saham BOBA