Saat berdebat, datang petugas lain yang dengan nada emosi tanpa mengerti duduk permasalahannya memarahi saya. "Anda ga usah emosi, salah saya apa ?" tanya saya padanya.
Membuang sampah pun tidak. Merekam seseorang tidak. Merekam muka mereka juga tidak. Karena suasana makin panas kemudian saya bertanya kepada mereka berdua, sampai beberapa kali. Mereka terdiam tidak dapat menunjukkan salah saya.Â
Kemudian saya bertanya "Bapak dari kelurahan atau Pemkot ?"  Pertanyaan saya malah dijawab dengan tantangan untuk  mempersilahkan lapor ke Kelurahan.Â
Beberapa hari kemudian saya menemui Lurah Kotabaru Yogya, guna menanyakan apakah untuk mengambil gambar berupa foto atau video sampah  mesti minta izin terlebih dahulu kepada petugas yang berjaga di depo sampah.
Lurah Kotabaru menjelaskan tentang program Pemkot terkait gerakan zero sampah anorganik yang melibatkan Linmas setempat dan mendapat surat tugas langsung dari Satpol PP Pemkot Yogya.Â
Karena tidak ada jawaban tegas terhadap pertanyaan saya terkait harus izin terlebih dahulu atau tidak, saat mengambil gambar di tempat sampah. Saya mendatangi kantor Satpol PP yang berada di komplek Balai Kota Yogya.Â
Menurut salah satu staf Satpol PP yang keberatan disebutkan namanya, apa yang dilakukan petugas Linmas di depo sampah Kotabaru terlalu berlebihan. Untuk itu dia minta maaf atas sikap petugas di lapangan.Â
Sungguh sangat disayangkan maksud hati ingin membuat konten positif terkait upaya membangun kesadaran warga kota Yogya dalam memilah sampah organik dan anorganik. Malah bertemu dengan hal kontraproduktif yang dapat mempengaruhi pandangan masyarakat terkait tujuan, rencana dan maksud baik pemerintah kota Yogya.
Masalah memang sepele. Tetapi bukankah pepatah lama menyebutkan rusak susu sebelanga gara-gara nila setitik ?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H