Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Ambil Foto dan Video Sampah Harus Izin

19 Mei 2023   14:36 Diperbarui: 19 Mei 2023   14:47 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendukung hal baik, program baik ternyata tidak selalu disikapi dengan baik. Sebab tidak sedikit orang yang mudah curiga, bersifat apriori dan tidak terbuka dengan sesuatu yang baru.


Masih terkungkung dan terjebak dengan mind set lama karena merasa memiliki kuasa atau wewenang. Merasa berhak mengatur dan menjadi tanggungannya, dibawah penguasaan atau pengawasannya. 

Walau tempat tersebut bukan tempat vital memiliki nilai kepentingan publik yang luas dan besar. Gangguan sekecil apapun pada tempat tersebut dapat mengganggu kepentingan banyak orang. 

Namun sekali lagi, tempat tersebut bukan tempat privat, tidak memiliki nilai vital bagi negara dan daerah yang dapat mengganggu keamanan negara atau daerah. Apalagi mengganggu kenyamanan seseorang.

Truk sampah (foto:ko in)
Truk sampah (foto:ko in)

Tempat tersebut tempat publik, tidak perlu izin untuk menggambil gambar dalam bentuk foto atau video. Apalagi tidak ada kandungan nilai hak cipta atau karya ditempat tersebut. Tempat tersebut adalah tempat sampah atau depo sampah.

Akhir April 2023, saya mengambil video tumpukan sampah di depo sampah Kotabaru Yogyakarta, tidak jauh dari kantor dan studio Radio Republik Indonesia (RRI). Ingin menunjukkan kemajuan Gerakan zero sampah anorganik yang digagas Pemerintah Kota Yogyakarta mulai Januari 2023.

Sebuah gerakan positif yang dilakukan oleh Pemkot Yogya untuk menekan jumlah sampah yang dibuang oleh warga Kota Yogya, sekaligus membiasakan perilaku warga dalam memilah sampah organik dan anorganik sebelum dibuang ke tempat sampah.

Untuk mendukung gerakan tersebut Pemkot Yogya melakukan pemantauan yang melibatkan Satpol PP, Babinsa dan Babinkamtibmas di masing-masing kelurahan. Guna memantau perubahan perilaku sosial masyarakat kota Yogya khususnya di depo-depo sampah.

Ambil foto sampah harus izin (foto:ko in)
Ambil foto sampah harus izin (foto:ko in)

Tidak lama kemudian saya didatangi seorang Linmas dari Kelurahan dengan sikap curiga sambil bertanya darimana dan untuk apa ? Sepertinya dia beranjak dari Poskonya, setelah melihat saya mengambil gambar tumpukan sampah.

Saya menjawab untuk sebuah lomba. Kebetulan sekali saat itu dalam waktu dekat bertepatan dengan peringatan hari lingkungan hidup, salah satu temanya terkait dengan sampah.

Setelah menjelaskan hal tersebut, sepertinya petugas tersebut kurang berkenan dengan apa yang saya lakukan di dekat tumpukan sampah.

Mestinya saya izin dulu padanya, sebab dia bertanggung jawab jika ada apa-apa di tempat tersebut. 

Buang sampah tunjukkan identitas (foto:ko in)
Buang sampah tunjukkan identitas (foto:ko in)

Sontak saya terkejut, seolah lalat-lalat yang berterbangan dan bau tidak sedap  seolah lenyap begitu saja, saat mendengar ucapan "Mestinya izin dulu".

La e lah, keluh saya dalam hati. Zaman sekarang masih ada orang yang berusaha melestarikan tradisi Orde Baru. Sedikit-sedikit mesti minta izin dan berusaha mengontrol semua perilaku masyarakat. 

Saya kemudian berusaha menjelaskan bahwa tempat ini tempat publik maka tidak perlu saya izin. Saya juga tidak mengambil foto atau video yang ada sosok orang. "Kalau harus izin, saya memang wajib minta izin padanya. Bukan pada bapak. Ini tempat publik. Tidak perlu saya izin" jelas saya.

Nampaknya dia tetap tidak terima dengan penjelasan saya dan tetap harus minta izin. Terpaksa saya jelaskan karena sepertinya dia mengajak berdebat dan tidak terima akan aktivitas saya.

Penjelasan ttg sampah organik (foto:ko in)
Penjelasan ttg sampah organik (foto:ko in)

Ketika bicaranya sudah mulai melunak dan tidak perlu izin tetapi dia minta saya bilang kepadanya sebagai rasa menunjukkan sikap sopan santun.

Duh, saya merekam tumpukan sampah. Sementara bapak itu duduknya jauh dari tempat sampah. Sikap santun bagaimana yang mesti saya tunjukkan padanya ? Ternyata dia tetep kekeh saya mesti minta izin tapi diganti dengan istilah sopan santun yang jelas makna dan arti berbeda. 

Saat berdebat, datang petugas lain yang dengan nada emosi tanpa mengerti duduk permasalahannya memarahi saya. "Anda ga usah emosi, salah saya apa ?" tanya saya padanya.

Membuang sampah pun tidak. Merekam seseorang tidak. Merekam muka mereka juga tidak. Karena suasana makin panas kemudian saya bertanya kepada mereka berdua, sampai beberapa kali. Mereka terdiam tidak dapat menunjukkan salah saya. 

Kemudian saya bertanya "Bapak dari kelurahan atau Pemkot ?"  Pertanyaan saya malah dijawab dengan tantangan untuk  mempersilahkan lapor ke Kelurahan. 

Beberapa hari kemudian saya menemui Lurah Kotabaru Yogya, guna menanyakan apakah untuk mengambil gambar berupa foto atau video sampah  mesti minta izin terlebih dahulu kepada petugas yang berjaga di depo sampah.

Lurah Kotabaru  menjelaskan tentang program Pemkot terkait gerakan zero sampah anorganik yang melibatkan Linmas setempat dan mendapat surat tugas langsung dari Satpol PP Pemkot Yogya. 

Kelurahan Kotabaru Jogja (foto:ko in)
Kelurahan Kotabaru Jogja (foto:ko in)

Karena tidak ada jawaban tegas terhadap pertanyaan saya terkait harus izin terlebih dahulu atau tidak, saat mengambil gambar di tempat sampah. Saya mendatangi kantor Satpol PP yang berada di komplek Balai Kota Yogya. 

Menurut salah satu staf Satpol PP yang keberatan disebutkan namanya, apa yang dilakukan petugas Linmas di depo sampah Kotabaru terlalu berlebihan. Untuk itu dia minta maaf atas sikap petugas di lapangan. 

Sungguh sangat disayangkan maksud hati ingin membuat konten positif terkait upaya membangun kesadaran warga kota Yogya dalam memilah sampah organik dan anorganik. Malah bertemu dengan hal kontraproduktif yang dapat mempengaruhi pandangan masyarakat terkait tujuan, rencana dan maksud baik pemerintah kota Yogya.

Masalah memang sepele. Tetapi bukankah pepatah lama menyebutkan rusak susu sebelanga gara-gara nila setitik ? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun