Saat ini terasa jika manusia tidak menjadi pusat nilai-nilai kehidupan sosial, budaya, religi, etika dan estetika. Pusat nilai bergeser di handphone.Â
Keprihatinan tersendiri saat tiga orang ibu dalam kesempatan yang berbeda bercerita bagaimana anak mereka, tidak lagi memiliki sikap santun saat berbicara dengan orang tuanya sendiri.Â
Suatu hari saya mendengar dan melihat sendiri bagaimana seorang anak mengeluarkan kata-kata tidak pantas dan cenderung berani kepada orangtuanya. Hal itu tidak lain karena pengaruh dan contoh  konten-konten yang kurang mendidik di media sosial.Â
Hal itu mendorong diri sendiri untuk membulatkan tekad  lanjut ngonten walau tidak selalu ada cuan atau keuntungan secara finansial. Sebab tidak sedikit konten yang menghasilkan cuan sangat minim nilai. Jikalau pun ada, nilainya adalah nilai konsumtif.
Boleh jadi saya terlalu berlebihan berharap banyak menjadikan handphone sebagai rumah yang nyaman dan aman saat melakukan aktivitas medsos. Sebab nyaman atau tidak sebuah perangkat modern tergantung siapa dan bagaimana orang dibaliknya.Â
Bagaimana menggunakan atau memanfaatkannya. Pepatah lama mengatakan, Man Behind The Gun. Izinkan saya memlesetkan menjadi Man Behind The Handphone. Jadi tatanan nilai-nilai sosial yang bergeser saat ini, bukan karena alatnya tetapi orangnya. Bukan handphonenya tetapi manusianya.Â
Demikian pula dengan penyedia jasa internet provider seperti IndiHome atau Indonesia Digital Home, bagian dari usaha  PT. Telkom Indonesia membuka kesempatan bagi anak-anak bangsa untuk melakukan aktivitas tanpa batas.
Supaya dapat berkonten ria bersama IndiHome secara bebas namun bertanggung jawab. Salah satunya dengan menjaga kontinuitas dalam meng-upload konten jika ingin terbaca oleh alogaritma mesin digital.Â