Ternyata untuk menarik tali busur guna melontarkan anak panah atau jemparing butuh tenaga. Serta kemampuan mengatur nafas yang baik. Saya tak berani untuk melanjutkan bidikan keempat.
Alasannya cukup masuk akal. Bagaimana jika anak panah yang saya tembakan tidak melesat jauh. Tetapi hanya terlontar beberapa meter di depan saya duduk ? Â
Ssst, tapi ada yang lebih lucu sore itu. Kompasianer Jogja yang merasa heran dengan jemparing atau anak panahnya yang tidak melesat jauh ke depan. Tapi tetap menempel di busurnya.
Usut, punya usut ternyata ketiga jarinya tidak melepaskan tali busur. Masih ada sisa satu jari yang menarik tali busur. Kami yang mendengar kontan tertawa dan senyum-senyum. Tahu siapa ? Sepertinya akan susah menemukan karena dia tidak menceritakannya.
Pengalaman pertama jemparingan bersama Kjog (Kompasianer Jogja) di Event Kjog cukup membangkitkan rasa penasaran. Setidaknya sebelum mencoba lagi mesti sering berlatih olah nafas dan olahraga agar memiliki kemampuan menahan nafas lebih lama. Tangan dan lengan lebih kuat agar bisa lebih fokus dalam membidik sasaran atau wong-wongan.Â
Kalau untuk membidik hati wong yang cantik, apakah perlu juga belajar olah nafas ? Supaya saat nembak tidak gagap, grogi, gemetar dan salah tingkah ?
Atau apakah saya mesti belajar pada Cupid, sosok dalam mitologi Romawi yang selalu tepat dalam membidik dua hati manusia sehingga membuat mereka saling jatuh cinta ?
Sayang, saat pertama kali jemparingan. Saya tidak melihat Srikandi masa kini, andai ada barangkali saya bisa jatuh cinta. Eh, bisa belajar padanya. Lagi-lagi, angan melesat jauh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H