Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Suara Suling, Menembus Batas Zaman

16 Mei 2021   23:32 Diperbarui: 16 Mei 2021   23:40 1673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alunan lembut suara suling mampu menembus relung hati terdalam. Menentramkan dan melarutkan perasaan yang bergejolak menjadi lebih tenang. Apalagi suling yang terbuat dari bilah bambu ditiup malam hari, saat sepi dan sunyi. Seolah mengantar ke tempat yang jauh.

Suara seruling mampu membawa diri seperti terbang tinggi ke awan, mengantarkan pada orang terkasih dan tersayang. Untuk duduk berdampingan menikmati cahaya bulan dalam bingkai wonderful Indonesia. 

Bulan terkadang malu-malu melihat insan yang sedang berdua. Terkadang sembunyi diantara dedaunan, ranting dan dahan pohon di dekatnya.

Tiupan udara yang dikeluarkan lewat suling walau terkadang melengking. Tapi suaranya seperti memanggil-manggil sebuah kerinduan akan perasaan tentram yang dapat menciptakan suasana damai di sekelilingnya. Andai suara suling dapat digambarkan, mungkin tidak sulit mencari padan kata untuk suara suling.

(foto: the Jakarta post.com)
(foto: the Jakarta post.com)
Pernah berdiri tidak jauh dari Candi Borobudur saat malam hari? Sambil mendengar sayup-sayup suara suling dari kejauhan. Malam akan terasa bertambah syahdu menikmati keindahan tumpukan batu yang tersusun rapi. Sambil mengagumi karya nenek moyang kita, yang tak lekang dimakan zaman. 

Alunan suaranya seolah mengantar kembali ke masa lalu. Andai suling benar-benar dapat menjadi sound of Borobudur, sebagai salah satu alat musik yang mengumandangkan keindahan Borobudur, yang tak pernah habis dimakan waktu.

Kapan suling dikenal ?

Belum ada yang mengetahui secara pasti kapan, oleh siapa dan dimana alat musik suling pertama kali dibuat atau diciptakan. Jika di Candi Borobudur yang dibangun pada abad ke-7 atau sekitar tahun 750 pada wangsa Syailendra. Ada pahatan batu di dinding Borobudur, yang berbentuk relief orang memainkan alat musik tiup (aerofon). Salah satunya suling. Maka tidak salah jika saat itu, alat musik tiup suling, sudah banyak dikenal oleh orang pada masanya.

Di Candi Borobudur ditemukan 226 relief alat musik, yang terpahat pada 40 panel relief. Dengan menampilkan lebih dari 40 jenis instrumen alat musik. Suling tidak ketinggalan. Ini mempertegas bahwa alat musik tiup, sudah menjadi bagian dari kehidupan bermusik orang-orang pada zamannya.

(foto: japungnusantara.org)
(foto: japungnusantara.org)
Relief tersebut, salah satunya menggambarkan orang bermain suling. Apakah merupakan "catatan' dari "buku besar" Candi Borobudur yang sengaja ditinggalkan oleh wangsa atau dinasti Syailendra untuk orang-orang dimasa kini dan mendatang ? Sebagai bentuk warisan ilmu pengetahuan dan peradaban yang sudah pernah ditempuh oleh sebuah generasi pada masanya.

Musik bagi manusia adalah bagian dari kehidupannya. Ketukan, pukulan atau petikan yang mulanya tak berirama. Dapat disusun dan diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan suara yang enak di dengar dan indah.

Musik bahasa penghubung nirwana dan dunia

Bermain musik adalah salah satu cara mengungkapkan kegembiraan dan suka cita. Musik juga dapat dipergunakan sebagai alat untuk menyampaikan wujud syukur dan terima kasih kepada Sang Esa. Dahulu, orang sudah melakukan dan tradisi tersebut masih dilanjutkan  oleh sebagian orang pada masa sekarang.

(foto:fof.dk)
(foto:fof.dk)
Musik adalah bahasa universal. Musik itu seperti bahasa penghubung antara surga atau nirwana, yang mengabarkan tentang suasana gembira dan penuh suka cita dengan dunia. 

Salah satu alat musik yang menjadi penghubung dan kerap dimainkan adalah suling. 

Dalam mitologi Yunani dimana cerita dewa-dewa tumbuh subur di Yunani pada abad ke-5 Sebelum Masehi (SM). Musik menjadi bagian tidak terpisahkan dalam tradisi budaya mereka. Mitos atau legenda dan sejarah serta cerita rakyat yang berkembang di Yunani tidak lepas dari unsur musik serta tarian.

Ada alat musik petik seperti harpa, juga tiup seperti suling. Salah satu cerita legenda Yunani yang menghadirkan musik dalam  mitologi Yunani. Menceritakan peran musik dalan kisah pernikahan antara Zeus dan Hera.

(foto:keblingerbuku.com)
(foto:keblingerbuku.com)
Dewa Apolo memainkan harpa, Dewa Hermes meniup seruling dan para Kerubi yang bersayap meniup buluh perindu. Para penghuni Olympus bernyanyi sehingga bagaikan orkestra yang megah di surga. 

Mitologi ini menunjukkan bagaimana alat musik seperti suling jauh sebelumnya sudah dikenal oleh orang Yunani lewat mitos-mitos tentang kisah dewa dewi.

Apakah sebagian keberadaan relief alat musik, seperti suling. Semacam catatan bahwa orang-orang dimasa dinasti Syailendra sudah mendengar kisah mitologi Yunani dan mengamini pentingnya alat musik dan hidup penuh kegembiraan. Lewat musik di dinding candi sebagai pengetahuan untuk generasi kini dan mendatang.

(foto:BBC.com)
(foto:BBC.com)
Sekali lagi ini asumsi yang patut dikaji lebih dalam kebenarannya. Demikian halnya dengan temuan arkeologis yang menunjukkan bahwa suling diperkirakan sudah ada pada zaman purba. Didukung oleh temuan alat musik suling dari bahan tulang hewan. Diduga peninggalan manusia purba Neanderthal, yang berumur sekitar 40 ribu tahun lalu.

Boleh jadi, seruling atau alat-alat musik yang terpahat pada panel relief Candi Borobudur. Bukan alat-alat musik baru, yang mereka kenal pada zaman Syailendra. Tetapi mereka abadikan sebagai gambaran aktivitas kehidupan sosial pada zamannya. Mereka ingin meninggalkan pesan bahwa kehidupan mereka sangat  musikal. Alat musik dari seantero dunia ada di era Syailendra. 

Era Kehidupan Musikal

Borobudur pusat musik dunia ? Bukan sesuatu yang mustahil jika menilik kemajuan peradaban dinasti Syailendra pada masa itu.

(foto:liputan6.com)
(foto:liputan6.com)
Kemungkinan lainnya kehidupan musikal sangat berarti atau jadi nomena yang penting dalam kehidupan sosial era wangsa Syailendra. Musik bukan hanya sebagai hiburan dan sarana rileksasi tetapi juga sebagai alat untuk memompa semangat masyarakatnya manakala daya juang dan daya hidup melemah. 

Dari kacamata ilmu psikologi, musik adalah alat yang dapat menjadi sarana melampiaskan berbagai bentuk kekecewaan dan kegagalan yang sehat. Sekaligus salah satu terapi atau cara mengembalikan semangat hidup dan semangat juang dalam menjalani kehidupan.

Seperti musik klasik karya Mozart disarankan diperdengarkan pada bayi-bayi yang masih ada di dalam kandungan. Agar pertumbuhan mental anak setelah lahir memiliki berbagai kelebihan kemampuan dan kecepatan daya tangkap pertumbuhan.

(foto:voi.id)
(foto:voi.id)
Musik memiliki berbagai jenis, aliran atau genre. Setiap orang boleh dikata hampir memiliki satu lagu favorit. Ini menunjukkan bahwa musik selalu memberi warna tersendiri bagi pendengarnya. Apalagi jika lirik lagu itu seperti mewakili kisah hidupnya, apapun bentuk pengalamannya. Apakah sedih atau gembira.

Musik memberi warna-warni kehidupan

Tidak dapat disangkal, secara pribadi musik memberikan banyak warna sejak masih duduk sebagai siswa dengan seragam putih biru. Radio adalah salah satu cara murah mendengarkan lagu dan musik favorit.

(foto: cnnindonesia.com)
(foto: cnnindonesia.com)
Musik dengan tempo rancak ngebeat di pagi hari ikut memompa semangat belajar di pagi hari. Sementara musik dengan irama lebih lembut yang diputar oleh beberapa stasiun radio di malam hari. Membantu konsentrasi belajar dengan menciptakan suasana tenang lewat lagu yang lebih banyak memperdengarkan lagu-lagu lembut atau irama instrumen. 

Boleh dikata, musik itu sahabat kehidupan. Sebab hidup itu sendiri tidak lain adalah nyanyian jiwa. Ada yang terluka hatinya, ada pula yang berbunga-bunga. Sementara alat musik, ditangan pemusik menjadi alat yang dapat membolak-balikkan rasa.  


Sebagaimana lagu Gambang Suling, ingin dibawa dalam suasana meriah dengan tempo cepat atau sebaliknya. Mendayu dengan tempo lambat. Apalagi jika dimainkan dengan alat musik suling, seolah membawa jauh ke sebuah tempat, mengatasi ruang dan waktu serta zaman.

 

Tak ada generasi muda dan tua. Generasi old atau generasi now. Semua adalah manusia yang memainkan aneka alat musik sambil menyanyikan lagu gembira.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun