Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Jika Anak Jadi Penambal Ban

24 Maret 2021   14:40 Diperbarui: 25 Maret 2021   06:11 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum hamil, sebelum memiliki anak. Pernah terpikirkan bagaimana supaya bisa menjaga hati dan perasaan mereka? Sepanjang hidupnya dan sepanjang hidup kita. Terlepas apakah anak itu masih tinggal dalam kandungan. Sudah terlahir di dunia atau sudah menikah dan membangun keluarga, kemudian juga memiliki anak.

Anak tetap anak walau sudah dewasa dan berkeluarga. Tidak ada kata mantan anak. Mantan orang tua, mantan ayah atau mantan ibu. 

Tetapi bagaimana jika dalam perjalanan hidupnya, anak kita tidak seperti apa yang kita harapkan, pikirkan dan inginkan. Walau sejak dalam kandungan nutrisi atau gizi agar pertumbuhan janin normal dan sehat secara fisik dan psikis. Dengan mengikuti berbagai kursus atau klas cara merawat bayi sejak dalam kandungan. Siapkah orang tua menerima kondisi itu ?

Bagaimana orang tua mesti bersikap manakala melihat kekurangan, kesusahan, kesulitan dan derita anak? Entah yang masih bayi, anak-anak, remaja atau dewasa. Tiba-tiba sakit, salah satu atau beberapa kemampuan fisiknya turun drastis. Secara pelan atau cepat.  

(foto:JPNN.com)
(foto:JPNN.com)
Pertanyaan itu muncul setelah saya mengalami peristiwa  ban motor bocor di jalan. Tetapi tetap saya simpan dalam hati. Setelah mengetahui siapa laki-laki dan perempuan dewasa yang ada di kios jualan rokok dan tambal ban. Tidak jauh dari jembatan Lempuyangan Yogyakarta.

Malam itu, saya harus menuntun sepeda motor cukup jauh. Sebelum menemukan tambal ban. Hingga akhirnya menemukan kios tambal ban. Di dalamnya ada seorang perempuan dengan perawakan kurus, sudah lanjut usia. Perkiraan saya usia lebih dari tujuh puluh tahun namun nampak sehat.

Saya bertanya untuk memastikan bisa tidak menambal ban. Dijawab oleh ibu itu, "Bapaknya lagi keluar sebentar, tunggu dulu."

Kios tambal ban (foto:ko in)
Kios tambal ban (foto:ko in)
Tidak lama kemudian datang seorang laki-laki yang kelihatan sudah cukup dimakan usia. Dari cara berjalannya saya menduga bapak ini, sudah kurang awas terkait dengan penglihatannya. Saya menjadi ragu akan kemampuannya menambal ban.

Ingin rasanya pindah ke penambal ban yang letaknya, agak jauh ke depan. Namun tidak sampai hati melakukan itu. Benar, saat bapak tersebut melakukan pekerjaannya. Saya harus sering membantu mengambilkan beberapa peralatan yang dia perlukan.

Tidak sampai hati membiarkannya meraba-raba kesana-kemari mencari peralatan kerjanya, yang diletakkan begitu saja di jalan beraspal. 

(foto: carsworld.co.id)
(foto: carsworld.co.id)
Saat membantu memberikan peralatan kerjanya. Bapak tersebut tanpa saya minta bercerita jika sakit yang dideritanya itu terjadi sekitar satu tahun lalu. "Saat bangun tidur, tiba-tiba saya tidak dapat melihat dengan jelas. Sudah diperiksakan ke dokter tetap tidak bisa diobati."

Mulut saya seperti terkunci dan menyesali pikiran buruk tentang kemampuan menyelesaikan pekerjaannya. Apakah bisa selesai secara sempurna? Saat pertama kali melihat cara berjalannya. Walau pada akhirnya memang benar apa yang saya pikirkan.

Saya seperti kehilangan kata-kata saat penambal ban ini bercerita, tanpa saya minta. Setelah sakit, istrinya pergi dan meninggalkannya entah kemana. 

Saya heran karena ada perempuan di kiosnya, yang saya kira istrinya. Lalu siapa dia ? Jawaban penambal ban yang membuat lidah saya kelu untuk kesekian kalinya. "Itu ibu saya."

(frasesparafoto19.blogspot.com)
(frasesparafoto19.blogspot.com)
Saya hanya bisa terdiam sejenak sambil menarik nafas dalam-dalam. Prihatin dengan apa yang dialaminya. Sudah berumur masih mengalami derita. Saya kembali terkejut saat mengetahui usianya. 

Usianya memang sudah tidak muda tetapi raut wajahnya boleh dikata seperti seumuran ibunya. Sungguh saya merasa bersalah dengan pikiran ini. Apa yang saya lihat tidak semua benar. Usianya ternyata masih jauh lebih muda daripada yang saya perkirakan. 

Melihat dan mendengar cerita bapak penambal ban tersebut membuat saya tidak sampai hati menanyakan dimana ayahnya dan kenapa tinggal bersama ibunya di kios. Apalagi hari sudah cukup malam saat itu.

(foto:liputan6.com)
(foto:liputan6.com)
Malam itu, saat akan melanjutkan perjalanan pulang. Saya berpamitan dengan perempuan yang ada di dalam kios tersebut dan mengucapkan terimakasih. Dia membalas dengan senyum dan anggukkan.

Dalam perjalanan pulang, di kepala saya berkecamuk tentang cinta seorang ibu. Tangguh dan sabarnya ibu ini menjaga dan menaruh harapan serta menyemangati anaknya dalam kondisi terpuruk. Walau hanya dalam bentuk kehadiran dengan cara menemani. 

Bagaimana dengan  pikiran dan hatinya melihat derita anaknya ? Tak sampai hati saya menanyakan perasaan ibu itu melihat kondisi anaknya, waktu itu.

Tidak ada orang tua yang menginginkan nasib anaknya seperti, penambal ban tersebut. Sudah jatuh ditimpa tangga. 

Sebelum hamil bisa jadi ibu dalam kios tadi berharap pada masa tuanya, masa dengan berbagai keterbatasan, ada yang menemani dan merawatnya. 

(foto:pikiran-rakyat.com)
(foto:pikiran-rakyat.com)
Apakah itu pasangan, anak atau cucunya. Namun nasib berkata lain. Hidup bukan hitungan matematis dan selalu timbal balik. Bahwa anak nantinya harus bergantian menjaga dan merawat orang tua. Sebagaimana anak dulu dijaga dan dirawat orang tua. Tetapi realitas malam itu berkata lain. 

Cerita ini tidak bermaksud membuat semakin rumit keputusan untuk memiliki anak. Sebelum hamil, bagi yang sudah menikah, sebaiknya membicarakan segala sesuatunya dari A sampai Z terkait dengan kehamilan, jumlah anak, perencanaan biaya pendidikan sampai kebutuhan anak jika dewasa dan belum mampu mandiri.

Termasuk cara asuh, pengawasan atau memberi pembelajaran tentang kehidupan. Termasuk melatih dan   mengarahkan, agar dapat mengambil keputusan yang baik dan benar. 

(foto:kontan.co.id)
(foto:kontan.co.id)
Memiliki anak itu sama artinya menghadirkan kehidupan, meletakkan harapan dan rasa tanggungjawab. Juga untuk menjaga rasa peduli dan kasih sebagai manusia.

Kehamilan itu sendiri adalah kehidupan. Harapan baru bukan hanya untuk keluarga tetapi juga lingkungan dan masyarakat. Sangat disesalkan jika ada yang menolak kehamilan. Menunda boleh. Tetapi menolak kehamilan dengan cara aborsi sama artinya menolak kehidupan secara keseluruhan. Sebab kita tidak pernah tahu apa dan bagaimana perannya dalam kehidupan nanti.

Sebagaimana sastrawan dan filsuf kelahiran Lebanon yang pernah mengatakan bahwa anakmu bukan anakmu. Anakmu adalah milik masa depan. 

Kita hanya dapat mempersiapkan dan menunjukkan jalan kepada anak-anak kita, untuk menyongsong masa depan dengan berbagai macam ilmu pengetahuan dan kecukupan pangan serta kebutuhan hidup yang lain. Termasuk ajaran budi pekerti, seperti kesantunan dan rendah hati.

img-20210324-114133-605ac310d541df71ec0911a3.jpg
img-20210324-114133-605ac310d541df71ec0911a3.jpg
Hidup itu penuh misteri dan tidak pasti. Pertemuan laki-laki dan perempuan tidak selamanya dapat menghadirkan anak walau sudah disahkan dalam lembaga perkawinan. Alias belum hamil-hamil. Demikian sebaliknya, tidak sedikit yang hamil sebelum menikah

Tidak sedikit anak yang lahir sudah dipersiapkan dengan berbagai bekal sejak sebelum hamil. Dari perhatian, kasih sayang, materi, pendidikan dan sebagainya. Adakalanya harapan tinggal harapan. Apakah ini menjadi salah satu kekhawatiran dan kecemasan ? Apalagi jika persiapan dari materi atau ekonomi dirasa tidak mencukupi. 

Tidak sedikit calon orang tua yang cemas dan khawatir akan nasib anak dikemudian hari. Jika kehidupan rumah tangganya dalam keterbatasan. Maksud hati seperti pesan Kahlil Gibran bahwa kita hanya bisa menjadi busur. Mengantarkan anak panah jauh ke depan. 

(foto:kompas.com)
(foto:kompas.com)
Menjadi busur yang terbaik. Tetapi kita tidak pernah mengerti tentang masa depan. Bisa jadi orang tua kita memiliki kekhawatiran dan kecemasan yang sama kepada anak-anaknya. Sebagaimana yang dialami mereka yang sedang mempersiapkan kehadiran anak, saat ini. Apalagi jika ada masalah keterbatasan finansial dalam membesarkan anak nantinya. 

Namun tidak sedikit dari kita dapat bertahan walau kehidupan ekonomi orang tua pas-pasan. Sebuah pesan bijak masih sering disampaikan hingga hari ini, salah satunya. "Mengapa kamu khawatir akan hari esok?"

Pesan yang sarat makna bukan berarti menyerahkan hidup dan lepas begitu saja pada kehidupan. Merencanakan itu perlu, soal hasil biarkan waktu yang menyelesaikan. 

Sebagaimana sewaktu saya menunggu dan membantu penambal ban menyelesaikan pekerjaannya. Walau hasil akhirnya tidak sempurna dan beberapa hari kemudian saya harus mengeluarkan ongkos lebih dan meluangkan waktu untuk kembali mengganti ban.

(foto:kompas.com)
(foto:kompas.com)
Apakah saya salah memilih penambal ban tersebut. Boleh jadi jawabnya, "Iya." Tapi saat itu saya mendapat pelajaran berharga tentang arti cinta yang sesungguhnya. Cinta dan kasih seorang ibu kepada anaknya, yang usianya sudah lebih separo abad. 

Malam itu saya mendapat pelajaran dimana cinta pupus karena tidak ada ketulusan. Cinta tidak ubahnya praktek jual beli. Tidak sesuai harapan, ekspetasi dan keinginan. Tinggalkan, walau pasangan sedang jatuh terpuruk. 

Mantan istri atau mantan suami itu ada dan riil. Tetapi mantan anak, mantan ibu dan mantan ayah itu tidak ada. Walau ada yang kecewa dengan orang tua atau anak dan hubungan itu dapat diputus tetapi tidak dapat dihapus. 

(foto: medaninews.id)
(foto: medaninews.id)
Tidak ada yang bisa memilih siapa orang tua kandung kita dan siapa anak kandung kita. Malam itu saya menemukan bukti dari pepatah lama yang menyebutkan kasih ibu sepanjang jalan. 

Hidup memang penuh ketidakpastian. Ada yang merencanakan memiliki anak sebelum hamil. Tapi ada juga yang tiba-tiba hamil sebelum menikah, tanpa direncanakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun