Sebelum hamil, sebelum memiliki anak. Pernah terpikirkan bagaimana supaya bisa menjaga hati dan perasaan mereka? Sepanjang hidupnya dan sepanjang hidup kita. Terlepas apakah anak itu masih tinggal dalam kandungan. Sudah terlahir di dunia atau sudah menikah dan membangun keluarga, kemudian juga memiliki anak.
Anak tetap anak walau sudah dewasa dan berkeluarga. Tidak ada kata mantan anak. Mantan orang tua, mantan ayah atau mantan ibu.Â
Tetapi bagaimana jika dalam perjalanan hidupnya, anak kita tidak seperti apa yang kita harapkan, pikirkan dan inginkan. Walau sejak dalam kandungan nutrisi atau gizi agar pertumbuhan janin normal dan sehat secara fisik dan psikis. Dengan mengikuti berbagai kursus atau klas cara merawat bayi sejak dalam kandungan. Siapkah orang tua menerima kondisi itu ?
Bagaimana orang tua mesti bersikap manakala melihat kekurangan, kesusahan, kesulitan dan derita anak? Entah yang masih bayi, anak-anak, remaja atau dewasa. Tiba-tiba sakit, salah satu atau beberapa kemampuan fisiknya turun drastis. Secara pelan atau cepat. Â
Malam itu, saya harus menuntun sepeda motor cukup jauh. Sebelum menemukan tambal ban. Hingga akhirnya menemukan kios tambal ban. Di dalamnya ada seorang perempuan dengan perawakan kurus, sudah lanjut usia. Perkiraan saya usia lebih dari tujuh puluh tahun namun nampak sehat.
Saya bertanya untuk memastikan bisa tidak menambal ban. Dijawab oleh ibu itu, "Bapaknya lagi keluar sebentar, tunggu dulu."
Ingin rasanya pindah ke penambal ban yang letaknya, agak jauh ke depan. Namun tidak sampai hati melakukan itu. Benar, saat bapak tersebut melakukan pekerjaannya. Saya harus sering membantu mengambilkan beberapa peralatan yang dia perlukan.
Tidak sampai hati membiarkannya meraba-raba kesana-kemari mencari peralatan kerjanya, yang diletakkan begitu saja di jalan beraspal.Â
Mulut saya seperti terkunci dan menyesali pikiran buruk tentang kemampuan menyelesaikan pekerjaannya. Apakah bisa selesai secara sempurna? Saat pertama kali melihat cara berjalannya. Walau pada akhirnya memang benar apa yang saya pikirkan.
Saya seperti kehilangan kata-kata saat penambal ban ini bercerita, tanpa saya minta. Setelah sakit, istrinya pergi dan meninggalkannya entah kemana.Â
Saya heran karena ada perempuan di kiosnya, yang saya kira istrinya. Lalu siapa dia ? Jawaban penambal ban yang membuat lidah saya kelu untuk kesekian kalinya. "Itu ibu saya."
Usianya memang sudah tidak muda tetapi raut wajahnya boleh dikata seperti seumuran ibunya. Sungguh saya merasa bersalah dengan pikiran ini. Apa yang saya lihat tidak semua benar. Usianya ternyata masih jauh lebih muda daripada yang saya perkirakan.Â
Melihat dan mendengar cerita bapak penambal ban tersebut membuat saya tidak sampai hati menanyakan dimana ayahnya dan kenapa tinggal bersama ibunya di kios. Apalagi hari sudah cukup malam saat itu.
Dalam perjalanan pulang, di kepala saya berkecamuk tentang cinta seorang ibu. Tangguh dan sabarnya ibu ini menjaga dan menaruh harapan serta menyemangati anaknya dalam kondisi terpuruk. Walau hanya dalam bentuk kehadiran dengan cara menemani.Â
Bagaimana dengan  pikiran dan hatinya melihat derita anaknya ? Tak sampai hati saya menanyakan perasaan ibu itu melihat kondisi anaknya, waktu itu.
Tidak ada orang tua yang menginginkan nasib anaknya seperti, penambal ban tersebut. Sudah jatuh ditimpa tangga.Â
Sebelum hamil bisa jadi ibu dalam kios tadi berharap pada masa tuanya, masa dengan berbagai keterbatasan, ada yang menemani dan merawatnya.Â
Cerita ini tidak bermaksud membuat semakin rumit keputusan untuk memiliki anak. Sebelum hamil, bagi yang sudah menikah, sebaiknya membicarakan segala sesuatunya dari A sampai Z terkait dengan kehamilan, jumlah anak, perencanaan biaya pendidikan sampai kebutuhan anak jika dewasa dan belum mampu mandiri.
Termasuk cara asuh, pengawasan atau memberi pembelajaran tentang kehidupan. Termasuk melatih dan  mengarahkan, agar dapat mengambil keputusan yang baik dan benar.Â
Kehamilan itu sendiri adalah kehidupan. Harapan baru bukan hanya untuk keluarga tetapi juga lingkungan dan masyarakat. Sangat disesalkan jika ada yang menolak kehamilan. Menunda boleh. Tetapi menolak kehamilan dengan cara aborsi sama artinya menolak kehidupan secara keseluruhan. Sebab kita tidak pernah tahu apa dan bagaimana perannya dalam kehidupan nanti.
Sebagaimana sastrawan dan filsuf kelahiran Lebanon yang pernah mengatakan bahwa anakmu bukan anakmu. Anakmu adalah milik masa depan.Â
Kita hanya dapat mempersiapkan dan menunjukkan jalan kepada anak-anak kita, untuk menyongsong masa depan dengan berbagai macam ilmu pengetahuan dan kecukupan pangan serta kebutuhan hidup yang lain. Termasuk ajaran budi pekerti, seperti kesantunan dan rendah hati.
Tidak sedikit anak yang lahir sudah dipersiapkan dengan berbagai bekal sejak sebelum hamil. Dari perhatian, kasih sayang, materi, pendidikan dan sebagainya. Adakalanya harapan tinggal harapan. Apakah ini menjadi salah satu kekhawatiran dan kecemasan ? Apalagi jika persiapan dari materi atau ekonomi dirasa tidak mencukupi.Â
Tidak sedikit calon orang tua yang cemas dan khawatir akan nasib anak dikemudian hari. Jika kehidupan rumah tangganya dalam keterbatasan. Maksud hati seperti pesan Kahlil Gibran bahwa kita hanya bisa menjadi busur. Mengantarkan anak panah jauh ke depan.Â
Namun tidak sedikit dari kita dapat bertahan walau kehidupan ekonomi orang tua pas-pasan. Sebuah pesan bijak masih sering disampaikan hingga hari ini, salah satunya. "Mengapa kamu khawatir akan hari esok?"
Pesan yang sarat makna bukan berarti menyerahkan hidup dan lepas begitu saja pada kehidupan. Merencanakan itu perlu, soal hasil biarkan waktu yang menyelesaikan.Â
Sebagaimana sewaktu saya menunggu dan membantu penambal ban menyelesaikan pekerjaannya. Walau hasil akhirnya tidak sempurna dan beberapa hari kemudian saya harus mengeluarkan ongkos lebih dan meluangkan waktu untuk kembali mengganti ban.
Malam itu saya mendapat pelajaran dimana cinta pupus karena tidak ada ketulusan. Cinta tidak ubahnya praktek jual beli. Tidak sesuai harapan, ekspetasi dan keinginan. Tinggalkan, walau pasangan sedang jatuh terpuruk.Â
Mantan istri atau mantan suami itu ada dan riil. Tetapi mantan anak, mantan ibu dan mantan ayah itu tidak ada. Walau ada yang kecewa dengan orang tua atau anak dan hubungan itu dapat diputus tetapi tidak dapat dihapus.Â
Hidup memang penuh ketidakpastian. Ada yang merencanakan memiliki anak sebelum hamil. Tapi ada juga yang tiba-tiba hamil sebelum menikah, tanpa direncanakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H