Cerita ini tidak bermaksud membuat semakin rumit keputusan untuk memiliki anak. Sebelum hamil, bagi yang sudah menikah, sebaiknya membicarakan segala sesuatunya dari A sampai Z terkait dengan kehamilan, jumlah anak, perencanaan biaya pendidikan sampai kebutuhan anak jika dewasa dan belum mampu mandiri.
Termasuk cara asuh, pengawasan atau memberi pembelajaran tentang kehidupan. Termasuk melatih dan  mengarahkan, agar dapat mengambil keputusan yang baik dan benar.Â
Kehamilan itu sendiri adalah kehidupan. Harapan baru bukan hanya untuk keluarga tetapi juga lingkungan dan masyarakat. Sangat disesalkan jika ada yang menolak kehamilan. Menunda boleh. Tetapi menolak kehamilan dengan cara aborsi sama artinya menolak kehidupan secara keseluruhan. Sebab kita tidak pernah tahu apa dan bagaimana perannya dalam kehidupan nanti.
Sebagaimana sastrawan dan filsuf kelahiran Lebanon yang pernah mengatakan bahwa anakmu bukan anakmu. Anakmu adalah milik masa depan.Â
Kita hanya dapat mempersiapkan dan menunjukkan jalan kepada anak-anak kita, untuk menyongsong masa depan dengan berbagai macam ilmu pengetahuan dan kecukupan pangan serta kebutuhan hidup yang lain. Termasuk ajaran budi pekerti, seperti kesantunan dan rendah hati.
Tidak sedikit anak yang lahir sudah dipersiapkan dengan berbagai bekal sejak sebelum hamil. Dari perhatian, kasih sayang, materi, pendidikan dan sebagainya. Adakalanya harapan tinggal harapan. Apakah ini menjadi salah satu kekhawatiran dan kecemasan ? Apalagi jika persiapan dari materi atau ekonomi dirasa tidak mencukupi.Â
Tidak sedikit calon orang tua yang cemas dan khawatir akan nasib anak dikemudian hari. Jika kehidupan rumah tangganya dalam keterbatasan. Maksud hati seperti pesan Kahlil Gibran bahwa kita hanya bisa menjadi busur. Mengantarkan anak panah jauh ke depan.Â