Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pasal-pasal Karet, Peluru Karet, dan Permen Karet

19 Februari 2021   09:20 Diperbarui: 19 Februari 2021   09:59 1336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terimakasih Bapak Presiden Joko Widodo sudah mendengar keresahan sebagian rakyat terkait dengan beberapa pasal dalam UU ITE, yang membuat sebagian dari kami merasa diperlakukan dan tidak mendapat rasa keadilan.

Ungkapan terimakasih layak diberikan karena seperti itulah pemimpin semestinya. Tidak harus di demo atau unjuk rasa terlebih dahulu baru mendengar keluhan dan kesulitan rakyatnya. Namun adakalanya rakyat juga kurang faham kerja presiden. Sebab tidak semua pekerjaan pemimpin negara demi kemajuan bangsa dan negara, serta untuk mensejahterakan rakyat. Dapat disampaikan secara terbuka dan apa adanya.

Tidak sedikit pimpinan yang kurang berani terbuka dan jujur dalam membela dan memperhatikan yang dipimpinnya. Tidak sedikit pemimpin hanya mementingkan diri sendiri serta kelompoknya. Tidak perlu disebut siapa dan dimana. Contoh masih banyak di kehidupan sehari-hari.

Menurut Jokowi, pasal-pasal dalam UU ITE atau Undang-undang No 11 Tahun 2008, bisa menjadi hulu dari persoalan hukum. Oleh karena itu dirinya bisa meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk merevisi UU ITE.

Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa beda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak. (Kompas.com, 16/2)

(foto: kontan.co.id /antara)
(foto: kontan.co.id /antara)
Karet dihasilkan dari getah pohon karet yang banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, agar manusia  hidup lebih nyaman. Senyaman saat berkendara namun bukan berarti apa yang sudah dilapisi karet jaminan dapat melindungi manusia.

Orang tetap akan kesakitan manakala kakinya terlindas ban mobil walau tanpa ada beban atau mobil di atasnya. Orang dapat terluka serius bahkan hilang nyawanya jika terbentur ban mobil yang lepas saat mobil melaju. Meski ban mobil terbuat dari karet bukan berarti tidak dapat merusak barang lainnya. Demikian pula dengan peluru karet.

Siapa yang memiliki pengalaman pernah kena tembakan peluru karet saat berdemonstrasi ? Akan jadi cerita atau kisah menarik jika dituliskan di blog kroyokan bernama Kompasiana. Atau mungkin sudah pernah ada yang menulis tetapi saya belum membacanya.

(foto: kumparan.com)
(foto: kumparan.com)
Apalagi pasal-pasal karet dalam UU ITE yang penafsirannya bisa berbeda dan diintepretasikan secara sepihak. Oleh sebagian orang atau kelompok yang memiliki kepentingan tertentu. Dapat menghilangkan kebebasan masyarakat Indonesia dalam menyampaikan pendapatnya di ruang maya. Sekaligus berpotensi melanggar salah satu pasal dalam UUD 1945.

Disisi lain beberapa pasal dalam UU ITE membuat sebagian orang mudah baper alias tersinggung dan terbawa keperasaan. Cenderung emosional, tidak mengedepankan akal sehat dan cara berpikir yang logis, runtut sesuai konteks. Namun mengedepankan emosi sesaat.

Contoh sudah banyak terjadi. Jika diulang hanya akan memenuhi sampah literasi.

(foto: media Indonesia.com)
(foto: media Indonesia.com)
Apakah UU ITE merupakan penyebab orang atau institusi baik pemerintah atau swasta menjadi mudah terbawa  emosi. Gampang tersinggung dan terkesan cengeng, sedikit-sedikit lapor polisi ?

Merasa nama baiknya dicemarkan ? Benarkah kita mahluk yang lahir dan hidup bebas dari pencemaran ? Benarkah kita lahir sebagai mahluk yang polos, seperti kertas tabularasa ? 

Ah, semuanya bisa diperdebatkan. Bisa diliak-liukkan seperti karet tinggal darimana sudut pandang yang dipakai. Tergantung persepsi sejauh mana pengalaman intelektual seseorang mengembara, seberapa banyak buku sudah dibaca. Sudah bertemu dengan dan mengenal siapa saja, yang ikut membangun kemampuan menganalisa setiap persoalan. Baik yang dihadapinya sendiri atau yang terjadi di sekitarnya.

(grafis:slideshare.net)
(grafis:slideshare.net)
Termasuk seberapa banyak dirinya sering bertemu dengan orang bijak dan rendah hati. Seberapa besar niat dan kesadarannya untuk berbuat yang sama, mengatakan apa adanya dan bersikap bersahaja.

Jujur, tidak pura-pura, bersikap apa adanya. Tidak mudah berubah, tidak multitafsir dan tidak mudah meleng kanan ke kiri seperti karet yang gampang dibengkokkan kesana-kemari karena lentur.

Tahun 2016 terbit UU No 19 tentang Perubahan atas UU ITE tahun 2008 dorongan dari Presiden Jokowi di tahun 2015 mengajukan revisi kepada DPR.

Sebagaimana ditulis Kompas.com, Menteri Komunikasi dan Informatika kala itu, Rudiantara meyakini setelah revisi UU ITE ini tak akan ada lagi kriminalisasi kebebasan berpendapat.

(foto: kompas.com)
(foto: kompas.com)
Namun setelah tahun berganti, karet tetap karet dan korban terjerat pasal karet semakin bertambah. Pemerintah kembali menginginkan adanya revisi. 

Saya kutip kembali sumber berita dari Kompas.com pernyataan Donny Gahral Adian, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian menyebut, wacana revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dilontarkan Presiden Joko Widodo karena gaduhnya sosial media.

"Presiden kan merasa gundah melihat bagaimana dengan UU ITE ini ada saling adu di masyarakat, saling mengadukan, sedikit-sedikit mengadukan. Jadi media sosial kita menjadi gaduh," kata Donny kepada Kompas.com, Rabu (17/2/2021).

Menurut Donny, akibat UU ITE, banyak orang yang sebenarnya merupakan korban dan tidak bersalah justru dilaporkan.

(foto: bobo.id)
(foto: bobo.id)
Saya jadi bertanya-tanya sendiri, apakah sebagian masyarakat menanggapi pasal-pasal karet seperti permen karet yang mudah di kunyah dan dimain-mainkan untuk memuaskan perasaan senang, enak karena manis dan kenyal seperti permen karet. 

Manakala rasa manis sudah hilang dan mulut bosan atau capek mengunyah permen karet dibuang begitu saja. Adakalanya terinjak, mengotori sepatu atau sandal. 

Ada yang membuang permen karet dengan cara menempelkan di pagar tempat ibadah, yang terbuat dari kayu, besi atau tembok. Lebih keterlaluan lagi ada umat yang menempelkan sisa permen karet di bawah bangku atau kursi di dalam rumah ibadahnya sendiri.

Kalau tidak salah baca, Singapura pernah mengeluarkan undang-undang atau peraturan yang melarang warganya membuang sisa permen karet sembarangan. 

(foto: womantalk.com)
(foto: womantalk.com)
Karet tidak hanya bermanfaat tetapi juga menimbulkan sampah yang tidak mudah terurai. Bagaimana dengan pasal-pasal karet ? Tidak sedikit yang sudah dilaporkan akibat pasal-pasal karet yang dirasa tidak memberi rasa keadilan. Tidak sedikit yang merasa dikriminalisasi. Tidak sedikit berita terkait penerapan UU ITE dengan pasal-pasal karet. 

Tetapi masih sedikit yang menulis tentang permen karet. Saya bersedia menulis tentang permen karet kok. Apalagi jika dari perusahaan atau produsen permen. Wani piro ? Namanya juga karet, bisa tarik ulur. 

Bukankah ini juga tulisan karet ? Bisa serius, bisa bercanda. Seperti karet yang lentur. Tapi satu pesan saya setelah baca tulisan ini, jangan ramai-ramai menjepret saya dengan karet gelang. Kalau ini saya sudah pernah merasakan.

"Sakit…"

"Sakitnya, tuh di sini." kata Cita Citata. Ah, semakin ngaret tulisan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun