Bahagia itu sejatinya tidak ditemukan di tempat pasangan hidup. Di suami atau di istri, apalagi di anak atau di keluarga. Walau ada pepatah atau pendapat melihat mu bahagia. Atau melihat anak bahagia itu sudah merupakan kebahagiaan tersendiri.
Mempersiapkan hati, pikiran dan perasaan ternyata lebih penting dalam keluarga. Khususnya bukan tentang hal-hal yang membahagiakan, menyenangkan dan menggembirakan. Tetapi hal-hal yang pahit, menyebalkan, tidak menyenangkan sekaligus mampu menerima sifat atau hal buruk dari pasangan atau anggota keluarga.
Belajar dari pengalaman, membantu mengembalikan keutuhan keluarga. Atau mendampingi anggota keluarga yang rumah tangganya hancur. Bahwa menikah atau membangun  keluarga itu kompleks.Â
Setiap orang berhak memperoleh bahagia atau kebahagiaan. Namun tidak sedikit orang yang merasa susah mendapatkannya.Â
Untuk memudahkan memahami kata bahagia. Saya coba contohkan sekaligus analogikan kegiatan sederhana dari sebuah pasangan yang sudah menikah. Lewat segelas minuman teh.
Persiapan pernikahan di rumah
Upacara atau pesta pernikahan mungkin sudah berlalu beberapa waktu lalu. Dalam hitungan hari, minggu, bulan bahkan mungkin tahunan. Tetapi "persiapan pernikahan di rumah" tidak mengenal kata akhir jika ingin keutuhan rumah tangga hanya maut yang memisahkan.
Calon suami dan calon istri atau suami dan istri mesti persiapkan pernikahan di rumah dari hari ke hari. Supaya mereka dapat menemukan arti bahagia yang sesungguhnya. Lewat perilaku yang menggembirakan.
Segelas teh di pagi hari akan menjadi salah satu sumber keretakan bangunan keluarga. Jika masing-masing, tidak dan kurang mengerti, pasangannya meletakkan dan mewujudkan arti bahagia lewat sajian segelas teh atau menerima sajian segelas teh di saat-saat tertentu. Seperti pagi atau sore hari.