Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Ada yang Buang Pentil Ban Becak, Ada Juga yang Persoalkan Tutup Pentil Ban Motor

26 Januari 2021   22:32 Diperbarui: 26 Januari 2021   22:50 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada banyak persepsi di benak orang, terkait dengan kehadiran anggota polisi manakala berada di tengah-tengah masyarakat. Padahal kehadiran polisi seperti polisi lalulintas atau Polantas di jalan, tidak lepas dari upaya menjaga keselamatan, keamanan dan ketertiban penggunaan jalan. 

Mengingat sebagian pengguna jalan raya yang tidak memiliki kesadaran untuk saling menghargai, menghormati dan saling menjaga keselamatan. Bukti sudah cukup banyak, jumlah korban kecelakaan akibat ketidakdisiplinan masyarakat tercatat rapi di kantor kepolisian. Termasuk rekaman perilaku pengguna jalan saat tidak ada Polantas, yang kerap buat geleng-geleng kepala heran, lucu. Tapi tidak sedikit yang membuat senam jantung barang sesaat.

Ketertiban berlalulintas terjadi hanya karena ada sosok polisi di dekatnya. Ironis sebenarnya, tetapi ini tidak lepas dari kesalahan sebagian masyarakat dan sebagian anggota polisi itu sendiri. 

Penindakan terhadap pengguna jalan yang melanggar aturan lalulintas merupakan kewenangan Polantas sebagai diatur dalam undang-undang. Tetapi tidak sedikit masyarakat yang memainkan "kewenangan" dengan menyodorkan berbagai alasan kepada Polantas.

(foto:safetysignindonesia.id)
(foto:safetysignindonesia.id)
Dari alasan terburu-buru, tidak melihat, merasa lebih tahu aturan dan benar tentang UU Lalu Lintas. Sampai menggunakan kekuasaan dan jabatan baik secara individu atau secara berkelompok dengan menunjukkan kekuasaan. Lewat cara yang arogan sampai yang bisik-bisik dengan nada intimidasi.

Komjen Listyo Sigit Prabowo mencoba menawarkan resep tilang elektronik untuk mengurangi penyalahgunaan wewenang sebagian anggota yang berinteraksi langsung dengan masyarakat. Saat uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR, (20/1/21).

(foto:beritasatu.com)
(foto:beritasatu.com)
Hal ini patut diapresiasi, walau masalah penyalahgunaan wewenang oleh sebagian anggota atau oknum sudah dimengerti oleh petinggi Polri dan tidak hanya di jalanan. Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) atau tilang elektronik diawali dari jalan raya. Semoga menjadi langkah awal memperbaiki citra polisi secara keseluruhan di mata masyarakat. Jangan sampai polisi-polisi baik hilang dari pandangan mata masyarakat. Gara-gara ulah segelintir oknum.

Masih banyak polisi baik dan bekerja secara profesional. Ini mengingatkan saya pada perilaku polantas di dua kota yang berbeda saat menemui pelanggar lalulintas.

Peristiwanya sudah lama sekali, pelanggaran dilakukan oleh pengemudi becak yang saat itu masih menjadi salah satu alat transportasi pilihan yang sangat penting, bagi masyarakat. 

Di sebuah kota besar, pelanggaran oleh pengemudi becak saat lampu merah paling sering dilakukan, sehingga kerap menimbulkan kemacetan. Jika hal itu di jumpai oleh Polantas, tidak jarang petugas menggembosi satu ban atau dua ban becak dengan membuang pentilnya.

(foto:tempo.co.id)
(foto:tempo.co.id)
Hal itu dilakukan mungkin karena Polantas waktu itu sudah jengkel dengan perilaku pengemudi becak yang bandel. Melanggar aturan lalulintas. Tidak hanya menerobos lampu merah tetapi juga rambu larangan becak masuk jalan tertentu karena melawan arah dan cukup membahayakan bagi becak itu sendiri atau kendaraan lainnya. 

Walau becak tersebut sedang membawa penumpang atau mengangkut barang. Tidak segan Polantas waktu itu gembosin ban becak. Apakah ini bentuk penyalahgunaan wewenang pada zamannya ? 

Kemudian menjadi inspirasi bagi sebagian masyarakat di era selanjutnya, agar tidak mengalami hal yang sama seperti pengemudi becak. Dengan memanfaatkan kata "damai", untuk mencari aman, tidak malu dan dapat melanjutkan perjalanan walau sudah melakukan pelanggaran. Atau oknum Polantas waktu itu yang membuka peluang, agar penyalahgunaan wewenang terkamuflase lewat sebuah pertanyaan yang sangat multi arti, "Maunya gimana ?"

(grafis:faktualnews.co.id)
(grafis:faktualnews.co.id)
Rasanya jadi bernostalgia. Termasuk saat awal-awal tinggal di Yogya, pemandangan yang berbeda terkait dengan sikap tertib para pengemudi becak di jalanan waktu itu. 

Termasuk pengendara sepeda onthel. Dulu sangat mendominasi di jalan-jalan Yogya. Apalagi saat jam keberangkatan dan pulang jam kerja. Jl. Parangtritis dan Jl. Bantul banyak yang menggunakan sepeda sebagai alat transportasi utama. Apa yang jadi alasan ?

Setelah melihat dan mengamati ketertiban pengemudi becak. Ternyata jika ada yang melanggar, entah becak atau sepeda.  Bannya Tidak digembosi.Tetapi polisi yang bertugas seperti berbicara cukup lama, sehingga dilihat banyak orang. Entah memarahi atau memberi penjelasan dan teguran kepada pengemudi becak. Saya tidak tahu pasti isi omongan Polantas, sebab saya melihat dari jauh waktu itu.

Apakah cara itu, yang membuat pengemudi becak dan pengendara sepeda pada zamannya menjadi tertib dengan aturan lampu lalulintas ? Saya yakin waktu itu tilang untuk pengemudi becak tidak ada. 

(foto: awansan.com)
(foto: awansan.com)
Tilang, kalau tidak salah esensinya adalah pelanggaran yang membahayakan diri sendiri atau pengguna jalan lain. Kalau lupa tidak membawa kelengkapan surat. Tidak perlu ditilang karena Polantas akan menunggu pemilik kendaraan supaya dapat menunjukkan STNK atau SIM. Itu yang disampaikan beberapa polisi saat saya dulu sering mengunjungi Polres atau Poltabes di Yogya.

Saya memang belum pernah ditilang sebab sering melihat sidang di pengadilan mereka yang ditilang dan ikut sidang. Harus antri dan menunggu cukup lama, untuk itu saya selalu berusaha menghindari melakukan kesalahan di jalan.

Selain tertib di jalan juga memahami segala peraturan perundangan terkait lalulintas. Jangan sampai menjadi korban oknum Polantas yang menyalahgunakan wewenang. Seperti mendengar cerita, pentil ban motor yang tidak ada tutupnya dipermasalahkan oleh oknum Polantas. Tapi itu dahulu sekali.

(foto:kumparan.com)
(foto:kumparan.com)
Pernah mendengar cerita sendiri seorang oknum polisi yang memang sengaja menyalahgunakan wewenangnya. Tapi sejak era keterbukaan informasi dia mengaku sudah tidak berani. Terakhir ketemu dengannya lebih dari empat tahun lalu. Semoga dia sehat dan menjadi polisi yang lebih profesional.

Maka perlu di apresiasi ide calon Kapolri di depan Komisi III DPR, terkait tidak adanya penilangan oleh Polantas. Ingat, tidak ada penilangan oleh Polantas bukan berarti tidak ada Polantas di jalan. Kita tetap membutuhkan Polantas di jalan untuk membantu kejelasan dan kelancaran Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE).

Siapa tahu ada sebagian kecil anggota masyarakat yang arogan karena merasa memiliki anggota komunitas yang banyak. Atau merasa memiliki sesuatu "yang berpengaruh" di belakangnya walau jelas-jelas sudah melanggar dan membahayakan orang lain dan dirinya. Masih mencoba cari menang sendiri dan "bermain-main" dengan celah hukum yang berlaku.

(foto:liputan6.com)
(foto:liputan6.com)
Saya jadi rindu melihat kehadiran polisi di jam-jam sibuk , seperti saat keberangkatan pelajar dan pekerja. Di pagi atau sore hari saat pekerja pulang karena waktu itu kerap terjadi kemacetan dan kecelakaan. 

ETLE adalah salah satu cara memberi efek jera kepada masyarakat lewat denda. Dananya jelas masuk ke kas negara. Supaya pengguna jalan lebih tertib, menghormati dan menghargai pengguna jalan lain. Termasuk tertib anggota Polantas supaya tidak menyalahgunakan wewenang. Sebagaimana disampaikan oleh calon Kapolri Komjen Sigit waktu itu.

Sementara kecelakaan tidak ubahnya seperti efek jera secara fisik bagi mereka yang gemar melakukan pelanggaran. Tetapi orang yang tidak bersalah adakalanya ikut jadi korban. Ini sebenarnya yang tidak kita inginkan.

(foto:kompas.com)
(foto:kompas.com)
Lampu jelas menunjukkan warna merah, saat berhenti malah ditabrak dari belakang dan dimarahi lagi. Belum lagi jika jadi korban tabrak lari. Saya sepakat dengan rencana tidak ada tilang oleh Polantas. Tetapi saya yakin dalam pemikiran Kapolri baru Listyo Sigit Prabowo bukan berarti mengurangi tugas dan Polantas di jalan. 

Kecelakaan atau ETLE mestinya jadi efek jera. Namun sekali lagi sebagian dari kita tidak hanya bandel. Tetapi merasa jalanan adalah miliknya. Arogan. Apalagi jika merasa memiliki kenalan dan teman polisi yang gemar menyalahgunakan wewenang.

Coba tanyakan ke beliau, pasti dibalik yang sudah disampaikan dalam uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR. Terdapat pemikiran panjang yang memperhatikan serta mempertimbangkan  kompleksitas sebuah keputusan.

Kita saja yang sok tahu isi pikiran seseorang atau sok lebih pintar dengan mudah memberi ulasan, kritikan tetapi minim usulan jalan keluar yang dapat menyempurnakan sebuah keputusan. 

(foto:kompas.com)
(foto:kompas.com)
Kapolri baru yang  dilantik Rabu (27/1), paham tugasnya tidak hanya mengurusi penyalahgunaan wewenang sebagian anggota. Maka tidak ada salahnya sebagai masyarakat ikut mendukung kebijakan tersebut dengan tertib di jalan dan mematuhi setiap rambu lalulintas.

Jika menjumpai dan menemukan oknum polisi yang masih berusaha menyalahgunakan wewenang di jalan. Laporkan saja ke Polda setempat lengkap dengan buktinya jika tidak terekam di kamera ETLE.

Semoga ini merupakan bagian kecil dari langkah masyarakat ikut sukseskan kerja Kapolri baru untuk memperbaiki kinerja dan citra Polri secara keseluruhan. Tidak hanya di bagian Polantas.

(foto:lensareportase.com)
(foto:lensareportase.com)
Sudah banyak bukti masyarakat ataupun netizen tak segan memberi pujian dan dukungan atas tindakan tegas yang memang patut diambil polisi. Demi menjaga keamanan, ketertiban dan penegakkan hukum yang adil untuk negeri tercinta bernama Indonesia, yang merupakan negara kesatuan dari berbagai keragaman dan perbedaan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun