Ada banyak persepsi di benak orang, terkait dengan kehadiran anggota polisi manakala berada di tengah-tengah masyarakat. Padahal kehadiran polisi seperti polisi lalulintas atau Polantas di jalan, tidak lepas dari upaya menjaga keselamatan, keamanan dan ketertiban penggunaan jalan.Â
Mengingat sebagian pengguna jalan raya yang tidak memiliki kesadaran untuk saling menghargai, menghormati dan saling menjaga keselamatan. Bukti sudah cukup banyak, jumlah korban kecelakaan akibat ketidakdisiplinan masyarakat tercatat rapi di kantor kepolisian. Termasuk rekaman perilaku pengguna jalan saat tidak ada Polantas, yang kerap buat geleng-geleng kepala heran, lucu. Tapi tidak sedikit yang membuat senam jantung barang sesaat.
Ketertiban berlalulintas terjadi hanya karena ada sosok polisi di dekatnya. Ironis sebenarnya, tetapi ini tidak lepas dari kesalahan sebagian masyarakat dan sebagian anggota polisi itu sendiri.Â
Penindakan terhadap pengguna jalan yang melanggar aturan lalulintas merupakan kewenangan Polantas sebagai diatur dalam undang-undang. Tetapi tidak sedikit masyarakat yang memainkan "kewenangan" dengan menyodorkan berbagai alasan kepada Polantas.
Komjen Listyo Sigit Prabowo mencoba menawarkan resep tilang elektronik untuk mengurangi penyalahgunaan wewenang sebagian anggota yang berinteraksi langsung dengan masyarakat. Saat uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR, (20/1/21).
Masih banyak polisi baik dan bekerja secara profesional. Ini mengingatkan saya pada perilaku polantas di dua kota yang berbeda saat menemui pelanggar lalulintas.
Peristiwanya sudah lama sekali, pelanggaran dilakukan oleh pengemudi becak yang saat itu masih menjadi salah satu alat transportasi pilihan yang sangat penting, bagi masyarakat.Â
Di sebuah kota besar, pelanggaran oleh pengemudi becak saat lampu merah paling sering dilakukan, sehingga kerap menimbulkan kemacetan. Jika hal itu di jumpai oleh Polantas, tidak jarang petugas menggembosi satu ban atau dua ban becak dengan membuang pentilnya.
Walau becak tersebut sedang membawa penumpang atau mengangkut barang. Tidak segan Polantas waktu itu gembosin ban becak. Apakah ini bentuk penyalahgunaan wewenang pada zamannya ?Â
Kemudian menjadi inspirasi bagi sebagian masyarakat di era selanjutnya, agar tidak mengalami hal yang sama seperti pengemudi becak. Dengan memanfaatkan kata "damai", untuk mencari aman, tidak malu dan dapat melanjutkan perjalanan walau sudah melakukan pelanggaran. Atau oknum Polantas waktu itu yang membuka peluang, agar penyalahgunaan wewenang terkamuflase lewat sebuah pertanyaan yang sangat multi arti, "Maunya gimana ?"
Termasuk pengendara sepeda onthel. Dulu sangat mendominasi di jalan-jalan Yogya. Apalagi saat jam keberangkatan dan pulang jam kerja. Jl. Parangtritis dan Jl. Bantul banyak yang menggunakan sepeda sebagai alat transportasi utama. Apa yang jadi alasan ?
Setelah melihat dan mengamati ketertiban pengemudi becak. Ternyata jika ada yang melanggar, entah becak atau sepeda. Bannya Tidak digembosi.Tetapi polisi yang bertugas seperti berbicara cukup lama, sehingga dilihat banyak orang. Entah memarahi atau memberi penjelasan dan teguran kepada pengemudi becak. Saya tidak tahu pasti isi omongan Polantas, sebab saya melihat dari jauh waktu itu.
Apakah cara itu, yang membuat pengemudi becak dan pengendara sepeda pada zamannya menjadi tertib dengan aturan lampu lalulintas ? Saya yakin waktu itu tilang untuk pengemudi becak tidak ada.Â
Saya memang belum pernah ditilang sebab sering melihat sidang di pengadilan mereka yang ditilang dan ikut sidang. Harus antri dan menunggu cukup lama, untuk itu saya selalu berusaha menghindari melakukan kesalahan di jalan.
Selain tertib di jalan juga memahami segala peraturan perundangan terkait lalulintas. Jangan sampai menjadi korban oknum Polantas yang menyalahgunakan wewenang. Seperti mendengar cerita, pentil ban motor yang tidak ada tutupnya dipermasalahkan oleh oknum Polantas. Tapi itu dahulu sekali.
Maka perlu di apresiasi ide calon Kapolri di depan Komisi III DPR, terkait tidak adanya penilangan oleh Polantas. Ingat, tidak ada penilangan oleh Polantas bukan berarti tidak ada Polantas di jalan. Kita tetap membutuhkan Polantas di jalan untuk membantu kejelasan dan kelancaran Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE).
Siapa tahu ada sebagian kecil anggota masyarakat yang arogan karena merasa memiliki anggota komunitas yang banyak. Atau merasa memiliki sesuatu "yang berpengaruh" di belakangnya walau jelas-jelas sudah melanggar dan membahayakan orang lain dan dirinya. Masih mencoba cari menang sendiri dan "bermain-main" dengan celah hukum yang berlaku.
ETLE adalah salah satu cara memberi efek jera kepada masyarakat lewat denda. Dananya jelas masuk ke kas negara. Supaya pengguna jalan lebih tertib, menghormati dan menghargai pengguna jalan lain. Termasuk tertib anggota Polantas supaya tidak menyalahgunakan wewenang. Sebagaimana disampaikan oleh calon Kapolri Komjen Sigit waktu itu.
Sementara kecelakaan tidak ubahnya seperti efek jera secara fisik bagi mereka yang gemar melakukan pelanggaran. Tetapi orang yang tidak bersalah adakalanya ikut jadi korban. Ini sebenarnya yang tidak kita inginkan.
Kecelakaan atau ETLE mestinya jadi efek jera. Namun sekali lagi sebagian dari kita tidak hanya bandel. Tetapi merasa jalanan adalah miliknya. Arogan. Apalagi jika merasa memiliki kenalan dan teman polisi yang gemar menyalahgunakan wewenang.
Coba tanyakan ke beliau, pasti dibalik yang sudah disampaikan dalam uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR. Terdapat pemikiran panjang yang memperhatikan serta mempertimbangkan  kompleksitas sebuah keputusan.
Kita saja yang sok tahu isi pikiran seseorang atau sok lebih pintar dengan mudah memberi ulasan, kritikan tetapi minim usulan jalan keluar yang dapat menyempurnakan sebuah keputusan.Â
Jika menjumpai dan menemukan oknum polisi yang masih berusaha menyalahgunakan wewenang di jalan. Laporkan saja ke Polda setempat lengkap dengan buktinya jika tidak terekam di kamera ETLE.
Semoga ini merupakan bagian kecil dari langkah masyarakat ikut sukseskan kerja Kapolri baru untuk memperbaiki kinerja dan citra Polri secara keseluruhan. Tidak hanya di bagian Polantas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H