Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Terima Kasih, Pak De, Aku Bahagia Sekali"

19 Desember 2020   13:19 Diperbarui: 19 Desember 2020   13:22 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gembira dan bahagia bersama JNE (foto:ko in)

    


Bahagia itu perasaan yang dialami seseorang karena merasa menjadi paling spesial, penting dan utama. Dirinya menjadi pusat atau inti seluruh perhatian dari orang yang berada di dekatnya. Baik itu kekasih, pasangan hidup, keluarga, saudara, teman, kelompok atau komunitas sampai lingkungan hidup sosialnya.

Bahagia, tidak sama dengan gembira. Bahagia memiliki arti yang dalam. Mampu tinggal di hati atau perasaan dalam waktu cukup lama. Sementara perasaan gembira hanya didapat saat ada pencetusnya. Apakah dalam bentuk peristiwa, kejadian, kata-kata, tindakan bahkan lewat pendengaran. Sebagaimana mendengar lagu yang dapat membuat suasana hati gembira. 

Rasa gembira akan berlalu seiring pemicunya berlalu juga. Namun, tidak demikian dengan rasa bahagia, yang membekas dalam hati serta pikiran. Walau sulit untuk mendefinisikan dalam kata-kata. Jelasnya, perasaan bahagia dapat bertahan cukup lama. Walau peristiwanya sudah lewat, belasan bahkan puluhan tahun lalu.

Paket Pertama dari Om

Seperti saya alami saat menerima paket dari adik ibu, yang seharusnya saya panggil "Om". Tetapi saya biasa nemanggil dengan sebutan "Mas". Saya mendapat paket berisi mainan, mobil-mobilan Polisi. Bertenaga baterai sehingga dapat berjalan sendiri, lampu merah biru menyala terangdan suara sirinenya keras terdengar sampai ke rumah tetangga. Setiap kali menabrak sesuatu, mobil-mobilan tersebut dapat mundur dan berbelok arah sendiri.

(foto: tangkapan layar dari ecommerce)
(foto: tangkapan layar dari ecommerce)
Senangnya mendapat paket berisi mainan dari Mas Lilik, yang tinggal di Jakarta. Sementara kami tinggal di Semarang. Dalam paket tersebut ada sepucuk surat yang berisi pesan supaya rajin belajar. 

Waktu itu saya tidak dapat membedakan apa itu arti gembira dan bahagia. Tetapi yang jelas, saya sangat senang. Saya masih duduk di Sekolah Dasar (SD) yang belum mengenal pulpen atau bollpoint. Halaman buku tulisnya masih putih kecoklatan dan tipis. Tidak putih bersih dan tebal seperti milik anak-anak sekarang. 

Saya dapat memastikan saat itu belum ada layanan paket  JNE karena peristiwanya lebih dari umur 3 dekade layanan JNE. Tetapi kenangan saat menerima paket dan moment-moment ketika membuka paket tersebut sulit untuk dilupakan. Inikah artinya bahagia ?

Jika benar, saya menyesal lupa mengucapkan terimakasih kepada Mas Lilik yang sudah membuat saya bahagia, dengan paket kirimannya waktu itu. Manakala bertelepon atau berjumpa dengannya di Jakarta atau di rumah nenek di Magelang. Hingga kepergiannya ke rumah yang abadi, saya belum sempat mengucapkan terimakasih karena dia sudah membuat saya senang dan gembira waktu itu. 

Jakarta waktu itu (foto:ko in)
Jakarta waktu itu (foto:ko in)
Semoga Mas Lilik tersenyum dan bahagia membaca tulisan keponakannya ini dari tempat keabadian, sebagaimana saya dibuatnya bahagia waktu itu. Ah, tidak terasa air mata keluar dari salah sudut mata saya. Sejenak, saya berhenti menulis untuk berkata dari dalam hati kepada Mas Lilik dalam sebua doa. "Terimakasih, Mas Lilik. Sudah membuat aku bahagia waktu itu. Salam buat Simbah."

Inikah arti bahagia

Kenangan yang tak terlupakan, menjadikan saya mengerti dan memahami arti bahagia. Menyadarkan saya untuk melakukan hal sama kepada salah satu keponakan. Dengan membuat kejutan mengirimi dia sebuah paket berisi boneka lewat JNE beberapa tahun lalu saat dia masih duduk di Sekolah Dasar (SD), sebagai hadiah ulangtahunnya.

Paket pertama buat keponakan (foto:ko in)
Paket pertama buat keponakan (foto:ko in)
Masih segar dalam ingatan, walau peristiwanya mungkin sudah berlangsung tiga atau empat tahun lalu. Malam itu, paket berisi boneka saya bungkus rapi. Keesokan harinya saya antar ke Kopma (Koperasi Mahasiswa) UGM Yogya yang melayani jasa pengiriman lewat JNE. 

Sayang, saat mau mengambil video beberapa hari lalu. Kopma sudah dibongkar bersama dengan gelanggang mahasiswa UGM. Mungkin akan dibuatkan gedung baru. Apalagi kampus sepi, mahasiswanya melakukan kuliah secara on line. Selama pandemi Covid-19.

Saya tahu betul, jika ponakan saya belum pernah mendapat kiriman paket sama sekali dari siapapun. Karena itu saya memberikan kejutan. Agar dia juga dapat merasakan kebahagian mendapat paket pertama kali yang ditujukan kepadanya, secara pribadi.

Ada tulisan nama dirinya, kepada siapa bungkusan paket ditujukan. Walau diikuti dengan nama bapaknya atau adik saya, dalam kurung. Lengkap beserta alamatnya. 

JNE di Kopma UGM (foto:www.kompa.ugm.ac.id)
JNE di Kopma UGM (foto:www.kompa.ugm.ac.id)
Sebagaimana pengalaman saya senang manakala mendapat paket. Apalagi saat membuka bungkusan. Ada sensasi tersendiri. Itu yang membuat senang, gembira dan bahagianya bukan main. Hingga sekarang moment tersebut masih lamat-lamat terbayang.

Dan saya masih ingat dengan jelas bagaimana keponakan saya mengungkapan rasa bahagianya mendapat kiriman paket dari saya lewat chat di WhatsApp. 

"Terimakasih, Pak De."

"Aku bahagia sekali."

Saya sempat tercengang membaca chat Whats Appnya dan merenung. Semoga cara berbagi dan memberi kebahagiaan yang dilakukan Om saya, Mas Lilik. Saya duplikasi dengan benar kepada keponakan saya. Selain itu, saya juga senang  menjadi bagian dari kegiatan JNE 3 Dekade Bahagia Bersama. 

Walau aktivitas terima dan kirim paket tidak dilakukan sekali sebulan atau seminggu sekali. Tetapi peristiwa menerima paket dari Om dan ungkapan bahagia keponakan karena menerima kiriman paket lewat JNE. Merupakan dua peristiwa yang tidak akan pernah terlupakan.

Gembira dan bahagia bersama JNE (foto:ko in)
Gembira dan bahagia bersama JNE (foto:ko in)
Saya berharap, dikemudian hari saat dia sudah dewasa dapat melakukan hal yang sama. Tidak harus kepada keponakannya atau saudaranya. Tetapi kepada siapa saja yang menurutnya perlu agar merasakan kebahagian sebagaimana pernah dia alami karena aktivitas berbagi, memberi atau menyantuni. Baik secara langsung atau tidak langsung. Lewat berkirim paket menggunakan jasa JNE, bertatap muka, bertemu langsung dengan mereka yang ingin dia buat bahagia. 

Atau diam-diam menyantuni seseorang secara langsung, lewat lembaga sosial yang terpercaya. Seperti panti asuhan atau sekolah, yang nyaris tutup karena kesulitan menyediakan biaya operasional setiap bulannya. 

Ini mengingatkan saya pada sebuah sekolah yang lokasinya jauh dari kota Yogya. Salah satunya SD Tritis, Purwobinangun, Pakem, Sleman. Dekat dengan gunung Merapi yang perlu santunan atau bantuan finansial setiap bulannya.

(Gafis:Gerakan sopan.org)
(Gafis:Gerakan sopan.org)
Untuk terlibat menyantuni sekolah tersebut carannya, sederhana. Sisihkan uang Rp 500 setiap hari. Iya, betul lima ratus rupiah. Murah dan tidak banyak bukan ? Atau Rp 15.000 setiap bulannya. Uang itu digunakan untuk biaya operasional pendidikan sekolah yang lokasinya di lereng Merapi.

Jika ada seribu orang yang terlibat, kata Madya Utama SJ penggagas Gerak Sopan Tritis. Maka akan terkumpul uang sebanyak Rp 15 juta, sesuai dengan kebutuhan operasional SD tersebut tiap bulannya.  Sebagaimana disampaikan kepada saya, saat bertemu jauh sebelum pandemi Covid-19 merebak.

Apakah saya sudah ikut menyantuni dengan menyisihkan uang Rp 500 setiap hari ? Silahkan tebak sendiri. 

Saat ini yang menjadi pemikiran saya, bagaimana caranya agar anak-anak di SD Tritis atau anak-anak di panti asuhan yang belum lama saya kunjungi bulan Desember 2020 ini. Bersama pengurus Kompasianers Jogja dan Sedekah Nabung. 

Merasakan kebahagian seperti yang pernah saya rasakan, saat saya menerima paket pertama kali dari Om saya, Mas Lilik. 

Salah satu panti asuhan di Yogyakarta (foto:ko in)
Salah satu panti asuhan di Yogyakarta (foto:ko in)
Bagaimana saya dapat berbagi rasa bahagia yang pernah saya rasakan, dengan cara mengirim paket untuk mereka. Dengan tulisan nama mereka masing-masing di bungkus paketnya .

Nama pribadi mereka yang tertulis di bungkus paket. Itu sesuatu yang berarti banget, bagi yang menerimanya. Sekaligus semacam pengakuan keberadaan diri di muka bumi, oleh orang lain. Itu yang pernah saya rasakan, saat menerima paket dari Mas Lilik.

Untuk itu, saya berkeinginan anak-anak panti asuhan, mengalami hal yang sama seperti yang saya rasakan. Agar mereka percaya diri, bahwa mereka berarti dan bagian dari kehidupan ini. Karena sebagian anak-anak panti, yang saya lihat. Seperti orang yang kehilangan kepercayaan diri. Apakah karena faktor psikologis atau sosial.

Berbincang sejenak dengan anak panti (foto:ko in)
Berbincang sejenak dengan anak panti (foto:ko in)
Mereka adakalanya berusaha menarik diri dan menjaga jarak dengan orang baru. Apakah ini karena pengalaman hidupnya yang terlalu berat, yang harus ditanggung saat usia mereka masih muda ? Atau karena kita yang kurang peduli dengan mereka ?

Andai dalam rangka JNE 3 Dekade Bahagia Bersama mengirim paket kepada anak-anak panti asuhan yang sudah duduk di SD dan sudah dapat membaca. Dengan  paket khusus yang tertulis namanya, berisi barang yang bermanfaat untuk keperluan sekolah atau keperluan sehari-hari. Atau barang sesuai keinginan mereka. Dengan sebelumnya berkoordinasi bersama pengurus yayasan atau panti asuhan. 

Barangkali JNE 3 Dekade Bahagia Bersama akan lebih bermakna. Dibandingkan hanya memberi bantuan atau sumbangan lewat  pengurus panti atau yayasan.

Paket dari teman (foto:ko in)
Paket dari teman (foto:ko in)
Bagaimana jika berderma, berbagi kasih dan bahagia langsung ke anak-anak panti atau para jompo. Mungkin akan lebih berkesan buat mereka. Tentu jauh sebelumnya, perlu merancang bersama pengurus panti atau yayasan. Bagaimana cara memberi surprise kepada mereka. Plus dengan standar protokol kesehatan saat ini. 

Mereka juga berhak bahagia

Memberi bantuan berupa kiriman paket lewat JNE atau oleh JNE. Harapannya, mereka yang tinggal di panti asuhan ikut merasakan seperti apa yang pernah saya rasakan, saat menerima dan ingin mengetahui isi paket.  Ada rasa penasaran saat membukanya.

Terimakasih JNE mengenalkan arti bahagia (foto:ko in)
Terimakasih JNE mengenalkan arti bahagia (foto:ko in)
Menerima sesuatu secara pribadi itu bermakna dalam. Mereka, penghuni panti adalah pribadi-pribadi yang memiliki hak dan kesempatan untuk bahagia sama seperti saya dan keponakan saya. Cuma nasib yang membedakan. Bukankah mereka juga berhak menerima paket ?

Paket lain lewat JNE (foto:ko in)
Paket lain lewat JNE (foto:ko in)
Tapi jujur, saya bingung bagaimana caranya. Agar mereka dapat merasakan kebahagiaan tersendiri saat menerima paket untuk pertama kalinya. Sebab jumlah mereka tidak hanya satu atau dua orang.

Membaca nama diri tertulis  dibungkus paket. Selain memunculkan rasa ingin tahu yang besar, tentang isi paket.  Bertemu dengan pengantar paketnya. Itu juga ada sensasi tersendiri. Semoga pandemi Covid-19 segera berlalu.

Dan saya ingin melihat wajah gembira dan bahagia mereka. Saat menerima paket dari JNE dan melihat mereka antusias membuka paket. Rasanya akan sulit untuk  menahan air mata haru dan bahagia. Selamat Ulang Tahun JNE. Terus berbagi kebahagiaan.

____ 

#jne #jne30tahun #connectinghappiness #30tahunbahagiabersama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun