Ibu sekolah pertamaku termasuk melatih saya memasak nasi tim. Latihan atau ajaran tersebut ternyata sarat nilai, yang bermanfaat bagi bekal dalam mengarungi kehidupan yang begitu luas dan kompleks. Bagai sebuah filosofi, memasak nasi tim itu ternyata sarat makna atau nilai. Termasuk bagaimana menyikapi nasi tim gosong.
Filosofi Nasi Tim
Pertama, ibu mengajarkan pentingnya arti tanggungjawab. Walau lewat masak nasi tim, saya diberi tanggungjawab untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan tersebut dengan benar. Sebab nasi tim tersebut dibuat untuk seluruh anggota keluarga termasuk ayah dan saudara. Jika tidak bertanggung jawab tentu anggota keluarga lain akan kesal atau marah karena sesampai di rumah tidak ada nasi untuk dimakan. Walau memasak adalah tanggung jawab ibu tetapi ibu membagi tanggung jawab tersebut kepada saya. Sebagai bentuk latihan bagaimana memenuhi rasa tanggung jawab dalam keluarga.
Kedua, ibu mengajari saya pentingnya nilai perhatian. Caranya dengan sering-sering melihat air dalam masakan nasi tim, jangan sampai "asat" atau habis. Bolak-balik ke dapur, buka tutup panci menjadi sering saya lakukan setelah peristiwa nasi tim gosong. Tidak hanya mempercayakan suara tutup panci tetapi harus dipastikan seberapa banyak air masih tersisa. Dengan perhatian tersebut intinya juga menghindari faktor lupa karena terlalu asyik dengan kegiatan lain seperti nonton televisi atau bermain.
Ketiga, ibu mengajari saya arti dan sekaligus memberi contoh bagaimana memaafkan. Nasi tim gosong adalah bukti yang tak terbantahkan bagaimana saya belum bertanggungjawab dan memberi perhatian pada tugas yang diberikan. Namun ibu tidak berlanjut mempermasalahkan atau mempersoalkannya.
Perhatian dan tanggung jawab, dua nilai yang dapat dipelajari karena dalam interaksi sosial dengan sesama, kedua hal yang tidak boleh dianggap remeh jika ingin dihargai. Sekaligus mendapat nilai kualitas pribadi yang baik dari orang-orang di sekitarnya.
Namun nilai ketiga, ajaran memaafkan paling tidak mudah untuk dilakukan, walau sudah beranjak dewasa. Barangkali mulut telah berkali-kali mengatakan memaafkan, tetapi bagaimana dengan hati. Tidak sedikit orang mengakui tidak mudah untuk memberi pengampunan apalagi kepada mereka yang pernah membuat diri sakit hati, kecewa, merasa dikhianati dan ditipu.Â
Padahal memberi ampun atau maaf memiliki manfaat bagi kesehatan. Ijinkan saya mengutip tulisan seorang bijak dari Argentina yang mengatakan pengampunan sangat penting bagi kesehatan emosional dan kelangsungan hidup spiritual.
Lebih lanjut disebutkan, pengampunan atau memaafkan memiliki arti penting dalam sebuah keluarga. Tanpa pengampunan, keluarga menjadi tempat konflik dan direduksi menjadi tempat saling menghakimi. Tanpa pengampunan, keluarga menjadi sakit. Pengampunan adalah pemulihan jiwa, pembersihan pikiran dan pembebasan hati. Siapapun yang tak mampu mengampuni tak memiliki kedamaian dalam jiwanya.