Sesekali pengemudi bentor atau becak dan pedagang kaki lima bercanda dengan Ardi lewat kata-kata.
Sebelum diatur oleh UPT (Unit Pelaksana Teknis) Malioboro, untuk mangkal di depan hotel Mutiara lama. Ardi biasa ngamen dari toko ke toko di sepanjang Jl. Malioboro. Menurut penuturannya, dari segi pendapatan lebih banyak saat mangkal daripada berjalan menyusuri Malioboro dari Selatan ke Utara dan balok lagi ke Selatan.
"Pendapatannya lebih banyak, walau dengan jam yang sama," jelas Ardi sambil menyebutkan sejumlah angka yang lumayan besar untuk ngamen selama empat jam sehari. Dibandingkan saat masih berjalan dari toko ke toko.Â
Jika mengetahui pendapatan ngamennya selama empat jam sehari  di Malioboro mungkin orang akan ngiri. Tetapi rasa iri tersebut akan cepat berlalu jika ada tawaran menggantikan kebutaan yang dialami Ardi sejak umur dua tahun .
Saya langsung tersadar dan diam dalam sepersekian detik. Mengingat handphone saat ini tidak lagi menggunakan tuts atau tombol timbul. Tetapi sudah serba layar sentuh.
Entah menyadari ketidak pahaman saya atau kebingungan saya. Ardi kemudian mengeluarkan handphonenya sambil menunjukkan bagaimana dia menerima pesan di medsos. Dan untuk sekian kalinya saya terkejut, saat Ardi memperdengarkan salah satu isi medsosnya.Â
Padahal yang saya dengar seperti suara orang yang berbicara sangat cepat. Terdengar seperti suara beberapa bebek atau sekumpulan ayam yang kelaparan.
Saya  pernah menjadi broadcaster, kerap mendekatkan telinga ke arah speaker dan melambatkan kecepatan ucapan seseorang untuk memperoleh kejelasan kata yang diucap. Itupun adakalanya masih sering kesulitan memahami kata yang diucapkan. Bantuan gambar bergerak atau film yang dipercepat gerakannya. Tetap tidak membantu menangkap jelas arti kata yang diucapkan.