Awal bulan Oktober, bersama dengan beberapa blogger Yogyakarta, saya diundang untuk cicip Dawet Kani. Langsung saya berpikiran ini pasti bukan dawet biasa. Apalagi jika mengingat bahwa dawet pada umumnya itu, ya …, minuman yang sangat merakyat tidak lepas dari santan serta rasa manis.Â
"Itu mengusik rasa penasaran saya dengan Dawet Kani. Apa sih yang luar biasa dan membedakan dengan dawet lain ?", tanya saya pada diri sendiri.
Saat berada di tempat jualannya yang baru buka tiga hari. Saya dikejutkan dengan pernyataan pemilik warung Dawet Kani ini, Danial Ahsin, saat secara khusus ngobrol dengannya. Sesekali obrolan kami terhenti karena Danial harus melayani beberapa orang yang ingin merasakan dawetnya.
Di hari pertama buka, 150 cup dawet gratis dibagikan kepada orang-orang yang tinggal tidak jauh dari warungnya. Tidak hanya itu saja, karyawan kantor yang berada di sekitar Jakal atau Jl. Kaliurang Km 10 Ngaglik, Sleman,Yogyakarta. Juga beruntung mencicipi dawet yang mengusung cita rasa asli dari kota Kudus, Jawa Tengah.
![Di Jakal Km 10, Sleman Yogyakarta (foto:ko in)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/10/21/img-4461-jpg-5f8fb359d541df7cd057f1c2.jpg?t=o&v=770)
![Rasa framboz (foto: ko in)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/10/21/img-4481-1-jpg-5f8faf178ede480bf6257bb2.jpg?t=o&v=770)
"Strategi promosi dari keluarga yang secara turun temurun dalam berjualan memang demikian," jelas Danial.Â
"Satu minggu sampai dua minggu kita berikan semua kepada orang yang ada di sekitar. Atau yang ingin tahu, kita jualan apa dan jika sudah diberitahu kita jualan dawet. Kita beri kesempatan mereka untuk tahu dengan merasakan dawet secara gratis." tambah Danial.
Bentuk promosi lainnya, jika ada yang beli satu gelas diminum di warung atau dibawa pulang dalam bentuk cup. Kita menanyakan di rumah ada siapa saja.
Tujuannya untuk mengetahui berapa jumlah orang di rumah pembeli yang diberi dawet gratis. Jika ada tiga orang di rumah dan hanya membeli satu, maka pembeli tersebut akan membawa pulang empat cup Dawet Kani.
![Danial Ahsin (foto: ko in)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/10/21/img-4460-jpg-5f8fb0608ede4850ea5da722.jpg?t=o&v=770)
Cara mengenalkan produk Dawet Kani ini dengan bagi-bagi gratis untuk memulai usaha jualan dawet ternyata sudah dilakukan sejak lama. Danial tidak segan menyebutkan sudah turun temurun. Ini berarti sejak Simbah atau Kakeknya Danial di Kudus.
![Menyimak pertanyaan blogger (foto: Ko In)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/10/21/img-4458-1-jpg-5f8fb1aed541df73544fa252.jpg?t=o&v=770)
Alasan memilih tempat tersebut karena ramai. Mengingat Jl. Kaliurang merupakan salah satu jalan yang cukup populer dan salah satu akses utama warga kota Yogya dan Sleman. Selain karena juga dekat dengan tempat tinggal Danial, jelasnya sambil tersenyum.
Mengusung dawet yang rasanya manis dan gurih sebagai pembeda dari dawet lainnya. Danial optimis dawetnya mampu bersaing dengan dawet-dawet lain, yang sudah hadir terlebih dahulu di Yogya.
Manakala saya mengunjungi tempat berjualannya, di pinggir jalan yang cukup ramai oleh lalu lalang kendaraan. Jl. Kaliurang salah satu akses jalan yang cukup ramai di Yogyakarta, khususnya kawasan Utara. Persiapansedang dilakukan oleh Danial, diantaranya memindahkan air santan. Atau menempatkan cairan framboz dan air gula, juga es batu termasuk kani atau kanil.
![Sibuk (foto: Ko In)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/10/21/img-4457-jpg-5f8fb3d18ede487d1c7163d2.jpg?t=o&v=770)
 Dawet Kani khas kota Kudus dibawa ke Jogja oleh Danial selain ingin memperkenalkan kuliner khas kotanya Kudus. Juga mencoba peruntungan untuk menembak pencinta kuliner asli Nusantara di Yogyakarta karena masyarakat Yogya terkenal merakyat sehingga segmen yang dibidik menengah ke bawah diantaranya klas mahasiswa.
"Dawet menjadi teman nongkrong mahasiswa sambil ngobrol tentang banyak hal ditambah jajanan tradisional lainnya," jelas Danial mencoba memaparkan konsep usahanya ke depan.
![Danial turun tangan langsung layani pembeli (foto : Ko In)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/10/21/img-4463-jpg-5f8fb42f8f179712443fd6e2.jpg?t=o&v=770)
Saat disinggung terkait dengan persaingan minuman Boba yang menjamur di mall-mall. Danial tidak khawatir karena dawetnya dibuat dari bahan alami yang higienis namun tidak tahan lama. Akibatnya jika dawetnya tidak habis atau tidak laku maka dibuang. Esok hari buat yang baru sehingga setiap hari dawet Kani selalu fresh.
Danial tidak mengelak jika remaja saat ini suka minuman manis seperti Bobba. Namun Danial mengingatkan minuman tersebut mengandung banyak pengawet sehingga tahan lama. Apalagi jika terlalu sering mengkonsumsi hal ini akan memberi  efek tidak baik ke tubuh.
"Beda dengan dawet yang dibuat dari bahan alami semua. Jika Dawet Kani kami masih sisa dalam satu hari, berapa pun banyaknya akan dibuang," jelas Danial mantap. Hal itu selain untuk menjaga selera juga menjaga kepedulian kesehatan pelanggan.
![Semua alami (foto: Ko In)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/10/21/img-4466-jpg-5f8fb4b38ede48488f050472.jpg?t=o&v=770)
Strategi marketing Dawet Kani terarah pada mahasiswa, jika pandemi Covid-19 usai Danial berencana membuat tempat usahanya sebagai tempat nongkrong bagi mahasiswa. Selain ada Dawet Kani sebagai minuman khas juga makanan tradisional yang harganya cocok dengan kantong mahasiswa. Juga sebagai upaya mengajak mahasiswa untuk mencintai kuliner asli Indonesia.
![Dawet hadapi tantangan zaman (foto: Ko In)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/10/21/img-4468-jpg-5f8fb65c8f17974f225eda42.jpg?t=o&v=770)
Sebuah tantangan buat pelajar dan mahasiswa Yogya, yang dituntut mampu menjawab pertanyaan dengan jawaban yang cerdas, runtut dan runut, sistematis, komprehensif dan menggambarkan tingkat kecerdasan dan intelektualitasnya.
Manakala mendapat pertanyaan. Pilih mana antara Dawet dan Bobba ?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI