Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Nasi Kenduri atau Nasi Berkat dari Blue Lagoon Yogyakarta

27 Agustus 2020   13:50 Diperbarui: 28 Agustus 2020   21:38 1499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi kenduri masih berlangsung di beberapa desa di Jawa hingga hari ini. Tradisi sebagai perwujudan rasa syukur kepada Sang Esa tetapi juga simbol pengharapan kepada Sang Pemilik Waktu supaya kita semua mendapat berkah atau berkat yang baik.

Memperoleh kesehatan, pekerjaan, rejeki lancar sampai terhindari dari segala macam bentuk marabahaya. Bencana ataupun wabah penyakit seperti Corona Covid-19.

Di tengah rasa khawatir untuk menghindari kerumunan, saya sampai di Desa Dalem Widodomartani Ngemplak Sleman Yogyakarta. Guna memenuhi undangan ngobrol bareng bersama blogger dan wartawan bagaimana menghidupkan pariwisata dalam tatanan kehidupan baru.

Deretan wastafel berjejer rapi lengkap dengan sabunnya. Menyambut kedatangan saya dan wisatawan  Minggu, 23 Agustus di desa wisata yang terkenal dengan sebutan Desa Wisata Blue Lagoon.

Westafel keramik (foto:ko in)
Westafel keramik (foto:ko in)
Di meja tamu kami disambut panitia yang berasal dari warga setempat. Mereka masih muda-muda walau mulut dan hidungnya ditutup masker. Kami langsung mendapat suguhan besek kecil. Merasa agak aneh saya langsung bertanya, "Ini apa …?"

"Makanan," jawab sosok perempuan muda yang kurang jelas suaranya karena tertutup masker. Sehingga saya harus sedikit mendekatkan telinga.

Setelah mendapat tempat yang cukup longgar di salah satu gazebo yang tidak jauh dari sungai. Tepat berada di samping tempat yang dinamakan Blue Lagoon, airnya hijau kebiru-biruan. Jernih, manakala tidak ada yang berenang atau turun ke sungai. Dasar sungainya terlihat dengan jelas.

Pintu masuk keluar (foto:ko in)
Pintu masuk keluar (foto:ko in)

Saya buka besek, wadah yang terbuat dari anyaman bambu saya buka. Isinya nasi gurih,  sayur hidangan atau terancam atau urap. Kira-kira seperti itulah sayuran dicampur parutan kelapa yang diberi bumbu.

Ada kerupuk udang lengkap dengan thontho. Semacam parutan kelapa yang dibuat bulatan kecil dan digoreng. Lauk ayam,  buah, nasi gurih dan nasi putih yang berbentuk bulat. Ada pula makanan tradisional yang dibungkus daun pisang. Ah, namanya sudah lupa.

Tontho (foto:diahdidi.com)
Tontho (foto:diahdidi.com)
Saat melihat isi besek seperti nasi berkat atau nasi kenduri saya teringat saat diundang kenduri oleh tetangga yang memperingati meninggalnya salah satu anggota keluarga. Atau yang akan melangsungkan acara pernikahan atau yang akan mengkhitankan anaknya esok hari. 

Undangan tersebut sebagai bentuk mohon dukungan doa agar acara yang diselenggarakan esok berjalan lancar. Atau sebagai undangan agar besok datang ke pesta pernikahan .

Nasi berkat atau nasi kenduri memiliki arti atau simbol pengharapan akan hal-hal yang baik. Pengharapan dan permohonan kepada Sang Kuasa agar kehidupan kedepan dan selanjutnya dipenuhi dengan kesehatan, kesejahteraan serta keselamatan.

Tari Gambyong (foto:ko in)
Tari Gambyong (foto:ko in)
Demikian pula dengan Desa Wisata Blue Lagoon yang mengemas acara kenduri dalam bentuk Dialog Interaktif Press Tour Blogger dalam rangka uji coba new normal menerima kunjungan wisatawan.

Dalam kesempatan tersebut hadir Kepala Dinas Pariwisata Sleman, Sudarningsih menyampaikan bahwa uji coba ini tidak hanya ditujukan ke destinasi wisata alam. Tetapi juga ditujukan ke kafe, pusat perbelanjaan, pasar dan tempat lainnya yang ada di Sleman.

Pemain gamelan (foto:ko in)
Pemain gamelan (foto:ko in)
Sudarningsih menggaris bawahi keterkaitan dengan istilah buka kembali. Istilahnya bukan membuka kembali suatu tempat termasuk destinasi wisata tetapi uji coba terbatas. 

Secara bertahap, Kepala Dinas Pariwisata Sleman bersama tim gugus tugas COVID-19 meninjau ulang sejumlah destinasi wisata. Berrkaitan apakah pihak pengelola dan pengunjung telah menerapkan protokol kesehatan atau belum.

Sebelum Blue Lagoon, kami sudah melakukan uji coba terbatas di sejumlah destinasi wisata seperti Tebing Breksi, dan juga Candi Ijo, jelas Sudarningsih. Disampaikannya, sekarang tidak bisa melakukan pembatasan pengunjung yang jumlahnya bisa mencapai ratusan ribu.

Kini pembatasan jumlah pengunjung destinasi wisata dilakukan berdasarkan teknik khusus yakni dengan luas lokasi sebagai acuan. Menghitungnya berdasarkan carrying capacity atau keluasan. 

Misalnya,  satu titik itu dihitung jaraknya persatu meter, nanti satu lokasi itu diperkirakan maksimal kapasitasnya berapa orang sehingga tidak uyel-uyelan atau berjejal?

Suhadi pengurus Blue Lagoon Yogyakarta (foto:ko in)
Suhadi pengurus Blue Lagoon Yogyakarta (foto:ko in)
Tari dan kesenian tradisional ikut memeriahkan acara Minggu siang disela-sela kegiatan mengudar gagasan antara para pegiat media sosial, wartawan, pengurus desa wisata Blue Lagoon dan Dinas Pariwisata Sleman.

Blue Lagoon Yogyakarta letaknya cukup jauh dari pusat kota. Butuh waktu lebih dari 30 menit sampai satu jam jika jalanan padat. Letaknya ada di sisi Utara agak ke Timur dari Tugu Yogyakarta.

Daya tarik desa ini terletak dari air sungai yang berwarna hijau kebiru-biruan dimana di salah satu tempat bagian sungai yang cukup dalam sehingga menyerupai kolam. Airnya bening dan dingin, dasar sungai dapat dilihat dengan mata telanjang. 

Berenang di sungai bening (foto:ko in)
Berenang di sungai bening (foto:ko in)
Kanan kiri lagoon ditumbuhi banyak pohon dan sebagian tebingnya sudah ditata rapi oleh masyarakat setempat sehingga menjadi tujuan wisata yang menarik karena bersih dan nyaman oleh teduhnya pepohonan. 

Suasana khas pedesaan sangat kental disini. Rindu suasana jauh dari kebisingan kendaraan bermotor? Atau melihat dan merasakan sentuhan daun jatuh?

Blue lagoon (foto:ko in)
Blue lagoon (foto:ko in)
Pandemi Corona Covid-19 berdampak tidak adanya aktivitas kunjungan dan penutupan tujuan wisatawan termasuk Blue Lagoon Yogyakarta. Tetapi siang itu nampak pengunjung silih berganti. 

Gowes di Blue Lagoon (foto:ko in)
Gowes di Blue Lagoon (foto:ko in)
Para gowes atau penyepeda yang puas menikmati sejuknya lokasi Blue Lagoon pergi, diganti pengunjung lain yang ingin berenang di sungai. Sekaligus mencoba halau panas siang itu. Walau sejumlah pohon bambu yang membuat suasana sejuk, air sungai yang bening seolah tidak hentinya menggoda wisatawan lokal supaya merasakan segarnya air yang masih alami.

Terkait dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke Desa Wisata Blue Lagoon. Suhadi, ketua pengelola Desa Wisata Blue Lagoon menyebutkan pihaknya semaksimal mungkin mematuhi protokol kesehatan serta keamanan, saat membuka pemandian Blue Lagoon.

Deretan wastafel (foto:ko in)
Deretan wastafel (foto:ko in)
Selain wajib memakai masker, pengunjung sebelum masuk kawasan wisata wajib cuci tangan di wastafel yang telah disediakan. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung. 14 westafel dan sebagian besar nampak baru. Terlihat dari kran dan westafelnya masih baru dari keramik bernuansa tradisional. Gazebo yang berada di tepi sungai hanya boleh diisi empat orang.

Pemerikasaan suhu bagi setiap pengunjung dilakukan saat masuk dengan thermo gun. Kemudian setiap tiga hari sekali menurut Suhadi dilakukan penyemprotan disinfektan di area Blue Lagoon. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun