Risiko seperti saudara kembar dimana kita berada, dia selalu ada. Â Kita sadar dia bisa datang kapan saja. Tetapi, sering kita meremehkannya. Tiba-tiba dia sudah berada di depan kita dengan senyum sinisnya. Membuat kita kalangkabut manakala stabilitas ekonomi keluarga terganggu.
Memanfaatkan produk keuangan itu artinya harus mengenal risiko. Mengenal saudara kembar dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Salah satunya lewat tabungan. Produk keuangan minim risiko dan bunganya tidak besar. Namun saat membuka rekening tetap harus mengerti dan memahami segala bentuk risiko yang mungkin timbul.
Walau dana disimpan di bank dijamin oleh pemerintah lewat LPS atau Lembaga Penjamin Simpanan, kita tetap dituntut untuk mengerti aturan mainnya. Ingat dana yang dijamin oleh pemerintah maksimal Rp 2 miliar per nasabah per bank.
Aturan lainnya, simpanan tersebut harus tercatat dalam pembukuan bank. Kemudian, tingkat bunga simpanan tidak melebihi tingkat bunga penjaminan. Aturan terakhir, nasabah tidak melakukan tindakan yang merugikan bank. Dimana-mana namanya anak nakal, memang tidak disuka.
Tetapi adakalanya orang bosan dan tidak puas dengan apa yang dimiliki. Sehingga berusaha mencari aktivitas atau tantangan lain dimana tidak jarang mengundang saudara kembarnya bernama risiko.
Mungkin itu sifat manusia yang gemar bermain risiko, nyerempet-nyerempet bahaya. Maka tidak heran jika bapak bangsa kita, Bung Karno pernah mempopulerkan istilah Vivere Pericoloso. Terjemahan bebasnya nyerempet-nyerempet bahaya, kira-kira begitu.
Demikian halnya dalam persoalan menabung di lembaga keuangan bank atau non bank. Menabung menjadi lebih menarik jika pemiliknya ikut aktif dalam mengembangkan uang atau dananya. Daripada hanya diam mengharapkan bunga yan tidak begitu besar.
Merespon keinginan sebagian nasabah yang haus untuk terlibat aktif melipatgandakan nilai tabungannya. Pegadaian mengakomodasi dengan produk tabungan emas.Â
Nabung saham, belajar meminimalkan risiko
Yuk Nabung Saham, cara IDX memperkenalkan pasar modal ke masyarakat. Tidak hanya bagi pemodal besar tetapi juga bagi mereka yang memiliki modal cekak. Sekaligus mengakomodasi orang-orang gemar bermain dengan risiko. Mengelola bagaimana meminimalkan risiko supaya tidak mengalami kerugian.
Bukannya mau pamer. Jauh sebelum Pasar Modal Indonesia mengkampanyekan Yuk Nabung Saham. Saya sudah menerapkan pola sebagaimana menabung saham, dengan menyisihkan sebagian dari hasil kerja. Atau rezeki nomplok yang datangnya tidak terduga dengan membeli saham.
Bukan takut istri
Dana itu biasanya saya endapkan terlebih dahulu ke rekening investasi saya di perusahaan sekuritas atau pialang di Bursa Efek Indonesia atau IDX. Sambil memantau saham-saham bagus kinerja perusahaannya tetapi harga sedang turun.
Uang Rp 100.000 Â cukup untuk membeli saham dengan harga satu lembarnya dibawah Rp 500. Minimal pembelian 100 lembar atau satu (1) lot. Seperti saham Aneka Tambang (ANTM), di bulan Maret 2020, harganya berkisar Rp 350 perlembarnya. Artinya bermodalkan tidak sampai Rp 73.000 termasuk fee untuk broker. Sudah dapat memiliki saham 2 lot atau 200 lembar dari perusahaan tambang, salah satu produknya emas.Â
Bukannya takut pada istri. Tetapi lebih sebagai bentuk komitmen menjaga stabilitas sistem keuangan di keluarga. Nyontek istilah keren Bank Indonesia, tak apalah ya.
Caranya, disiplin menggunakan jenis produk keuangan sesuai peruntukannya dan menghindari kemungkinan risiko terburuk, yang dapat terjadi di kemudian hari. Supaya tidak bertemu dengan si saudara kembar bernama risiko dengan senyum sinis mengandung ejekan.
Untuk itu, saya bedakan tabungan biasa atau konvensional dengan tabungan investasi atau tabungan saham. Tabungan terakhir ini saya sebut sebagai, rekening ilang-ilangan atau hilang-hilangan.Â
Alasannya, jika saham yang saya beli harganya turun drastis. Supaya saya tidak  merasa bersalah berkelanjutan dan terbebani karena rugi. Sebab risiko berinvestasi di pasar modal itu berkaitan dengan uang.  Walau dengan cara membeli secara retail, tetap berharga.
Jika harga naik dijual. Anggap itu bonus belajar menganalisa dan memprediksi pergerakan saham dari emiten atau perusahaan yang sudah go public dan tercatat di lantai Bursa Efek Indonesia.
Seni mengambil keputusan
Pertengahan bulan Mei 2020, saya baru dapat membeli saham ANTM di harga Rp 530. Tergolong mahal sih jika dibandingkan dengan harga saat di bulan Maret. Tapi tak mengapa namanya juga investasi di produk keuangan berisiko.Â
Tanggal 5 Agustus 2020, saham dengan kode ANTM harganya mencapai Rp 750. Berapa persen keuntungan yang diperoleh, dalam kurun waktu dua bulan lebih ? Dari Rp 530 menjadi Rp 750, kemudian bandingkan dengan bunga bank konvensional.
Disiplin kelola rekening
Cara lain saya dalam mengelola risiko saat  manfaatkan produk keuangan, khususnya di pasar modal. Saya tidak pernah menggunakan dana tabungan ilang-ilangan atau rekening investasi untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Termasuk menutupi atau memenuhi kebutuhan mendesak. Karena berapapun jumlah dana yang saya investasikan di saham, saya anggap sudah hangus, hilang atau ilang.
Mindset ini mungkin terdengar aneh. Tujuan orang berinvestasi untuk melipatgandakan modal atau investasi bukan membiarkan investasi hilang. Hangus, habis, bangkrut atau apapun istilahnya yang sejenis.
Tapi sejalan dengan waktu, cara mengelola risiko yang tanpa beban atau ilang-ilangan. Malah melipatgandakan nilai investasi saya menjadi sekitar enam kalinya, dibanding saat pertama kali saya masuk ke pasar saham.Â
Jumlah saham terbanyak yang pernah saya miliki saat itu, hanya sekitar lima belas (15) lot, dari empat (4) emiten. Hingga kini terus bertambah.Â
Saham-saham tersebut sudah tidak saya miliki karena sudah saya jual. Sekarang saya memiliki saham sekitar 500 lot lebih atau sekitar 50.000 (500 x 100) lembar saham yang berasal dari belasan emiten. Mulanya empat jadi di bawah dua puluh. Jumlah itu belum banyak, alias sedikit.
Saya hanya berhati-hati dan bukannya tidak pernah rugi, selama berinvestasi. Karena ada sebagian saham yang saya miliki dilikuidasi atau delisting. Alias dicoret dari papan perdagangan di IDX, salah satu risikonya. Selain penurunan harga saham yang cukup dalam dan drastis, dalam waktu singkat.
Saat itulah saudara kembar bernama risiko, tersenyum sinis. Saya tidak mau diremehkan, diejek olehnya karena kalut atau kalangkabut. Saat saham saya turun atau di delisting. Namanya juga investasi ilang-ilangan. Ternyata susah hilang, malahan dapat diwariskan.Â
Manfaat nabung saham
Dengan demikian, mengapa saya memilih nabung saham sebagai cara manfaatkan produk keuangan?Â
Pertama, return lebih besar dibandingkan bunga tabungan biasa. Satu hari untung satu persen sudah lumayan, padahal tidak jarang lebih.
Kedua, nilai investasinya tidak gampang termakan inflasi karena mengikuti harga pasar yang terus menerus berfluktuasi. Â
Ketiga, saya ikut berperan aktif dalam mengembangkan nilai investasi. Sehingga memacu diri untuk terus belajar dan mengikuti perkembangan serta situasi perekonomian. Baik nasional atau global.
Keempat, produk keuangan nabung saham tidak berarti cukup menyimpan saja. Tetapi juga belajar dan tumbuh bersama bagaimana mengelola risiko. Jika kurang hati-hati dan jeli, bukan keuntungan yang didapat tapi sebaliknya.
Kelima, investasi lewat nabung saham dapat diwariskan keanak-anak. Sekaligus mendorong mereka belajar bagaimana manfaatkan produk keuangan. Lengkap dengan risikonya, supaya paham makna stabilitas sistem keuangan.Â
Sehingga tidak mudah panik saat bertransaksi dengan aksi panic selling atau panic buying. Tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Sehingga secara tidak langsung ikut berperan mendukung kebijakan makroprudensial aman terjaga Bank Indonesia.
Supaya mereka jadi anak-anak tangguh menghadapi berbagai situasi yang tidak terduga dan sulit diprediksi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H