Bukannya mau pamer. Jauh sebelum Pasar Modal Indonesia mengkampanyekan Yuk Nabung Saham. Saya sudah menerapkan pola sebagaimana menabung saham, dengan menyisihkan sebagian dari hasil kerja. Atau rezeki nomplok yang datangnya tidak terduga dengan membeli saham.
Bukan takut istri
Dana itu biasanya saya endapkan terlebih dahulu ke rekening investasi saya di perusahaan sekuritas atau pialang di Bursa Efek Indonesia atau IDX. Sambil memantau saham-saham bagus kinerja perusahaannya tetapi harga sedang turun.
Uang Rp 100.000 Â cukup untuk membeli saham dengan harga satu lembarnya dibawah Rp 500. Minimal pembelian 100 lembar atau satu (1) lot. Seperti saham Aneka Tambang (ANTM), di bulan Maret 2020, harganya berkisar Rp 350 perlembarnya. Artinya bermodalkan tidak sampai Rp 73.000 termasuk fee untuk broker. Sudah dapat memiliki saham 2 lot atau 200 lembar dari perusahaan tambang, salah satu produknya emas.Â
Bukannya takut pada istri. Tetapi lebih sebagai bentuk komitmen menjaga stabilitas sistem keuangan di keluarga. Nyontek istilah keren Bank Indonesia, tak apalah ya.
Caranya, disiplin menggunakan jenis produk keuangan sesuai peruntukannya dan menghindari kemungkinan risiko terburuk, yang dapat terjadi di kemudian hari. Supaya tidak bertemu dengan si saudara kembar bernama risiko dengan senyum sinis mengandung ejekan.
Untuk itu, saya bedakan tabungan biasa atau konvensional dengan tabungan investasi atau tabungan saham. Tabungan terakhir ini saya sebut sebagai, rekening ilang-ilangan atau hilang-hilangan.Â
Alasannya, jika saham yang saya beli harganya turun drastis. Supaya saya tidak  merasa bersalah berkelanjutan dan terbebani karena rugi. Sebab risiko berinvestasi di pasar modal itu berkaitan dengan uang.  Walau dengan cara membeli secara retail, tetap berharga.
Jika harga naik dijual. Anggap itu bonus belajar menganalisa dan memprediksi pergerakan saham dari emiten atau perusahaan yang sudah go public dan tercatat di lantai Bursa Efek Indonesia.