Kecenderungan sebagian orang gemar untuk mencari obyek atau subyek untuk disalahkan, terkait dengan sebuah peristiwa yang kontroversial. Tidak umum dan tidak semestinya. Membuat banyak orang kaget dengan sesuatu yang di luar nalar atau akal sehat.
Demikian pula dengan apa yang dilakukan NF, masih muda, lima belas tahun. Semestinya tidak melakukan tindakan membunuh secara sadis. Dengan dugaan telah direncanakan terhadap anak yang masih berumur lima tahun. Bahkan dikenal secara dekat.
Publik pun terkejut, kaget dan merasa heran dengan apa yang telah dilakukan NF. Tidak sedikit yang menyalahkan orang tua, yang menganggap tidak mampu mengawasi anaknya. Dari sikap abai, kurang peduli, kurang perhatian sampai ketidak mampuan orang tua dalam menjalankan fungsi serta tugasnya.
Bahkan Kompasiana dengan halus mengajukan pertanyaan, bagaimana bisa orang tua tidak mengetahui ? Pertanyaan kedua tidak lebih hampir sama, terkesan menyudutkan orang tua pelaku pembunuhan dengan pertanyaan yang tidak mudah dijawab oleh orang tua berpengalaman sekalipun. Seperti orangtua yang berprofesi sebagai pendidik atau psikolog. Sebagaimana mereka kewalahan membendung dan membatasi akses informasi di dunia maya atau internet ?
Pertanyaan kedua dari Kompasiana jika NF memang benar terinspirasi oleh tayangan yang ia tonton, mengapa orang tua bisa membiarkan seorang anak mengakses tayangan-tayangan semacam itu ?
Ada atau tidak ada internet. Ada atau tidak ada konten kekerasan di internet, bertindak kasar atau dorongan berbuat kekerasan itu ada dalam diri manusia dengan predikat sebagai mahluk modern, mahluk cerdas yang mampu berpikir dibandingkan mahluk lain. Sehingga disebut sebagai homo sapiens atau manusia yang tahu.
Dalam beberapa informasi atau literatur menyebutkan manusia itu masuk dalam spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi dengan otak, yang memiliki kemampuan berpikir tinggi.
Tidak heran jika segala perbuatan dan perilaku atau tindak tanduknya, sebelumnya telah melalui pertimbangan dari otak sebagai tempat scanning apakah tindakan, perbuatan atau perilakunya patut dilakukan atau tidak.
Namun jangan lupa manusia itu juga memiliki sebutan sebagai homo animalicum. Manusia yang memiliki naluri atau sifat seperti binatang. Maka jangan heran jika melihat sebagian dari kita muncul sifat agresifnya seperti binatang dengan menyerang bahkan sampai membunuh sesama manusia.
Menyalahkan orangtua NF, tayangan kekerasan di media internet, kurang antisipatifnya pendidikan dalam mencegah perilaku kekerasan pada seseorang. Bukan hal bijak.
Bukankah semangat kepedulian untuk saling menjaga dan mengingatkan satu sama lain sebagai homo sapiens, semakin terkikis diganti oleh semangat homo animalicum. Semangat berbagi semakin menipis jika masih ada mungkin bagian dari pencitraan diri yang semu sebagai homo sapiens.
Nasi telah jadi bubur, sejarah kemanusiaan yang bangga dan mengetahui dengan predikat homo sapiens. Sebagai manusia modern telah dinodai dengan ketidak mampuan mengendalikan diri, naluri binatang atau hewan yang ada dalam diri manusia.
Jika melihat kondisi dunia saat ini mungkin Erich Fromm akan menganggukkan kepalanya bahwa manusia dapat menjadi penghancur dan pembunuh yang tidak masuk akal seperti NF dari sisi biologis maupun ekonomis.
Adakah adagium homo homoni lupus, manusia adalah serigala bagi manusia lain sedang di reminding oleh NF? Apakah kita perlu berterima kasih kepada NF? Karena kita adalah orang-orang sadis yang telah "membantai" tidak sedikit orang dengan tindakan serta perilaku eksploitatif terhadap sesama manusia dan alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H