Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perlukah Berterima Kasih Kepada NF?

12 Maret 2020   08:53 Diperbarui: 12 Maret 2020   14:35 1032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kecenderungan sebagian orang gemar untuk mencari obyek atau subyek untuk disalahkan, terkait dengan sebuah peristiwa yang kontroversial. Tidak umum dan tidak semestinya. Membuat banyak orang kaget dengan sesuatu yang di luar nalar atau akal sehat.

Demikian pula dengan apa yang dilakukan NF, masih muda, lima belas tahun. Semestinya tidak melakukan tindakan membunuh secara sadis. Dengan dugaan telah direncanakan terhadap anak yang masih berumur lima tahun. Bahkan dikenal secara dekat.

Publik pun terkejut, kaget dan merasa heran dengan apa yang telah dilakukan NF. Tidak sedikit yang menyalahkan orang tua, yang menganggap tidak mampu mengawasi anaknya. Dari sikap abai, kurang peduli, kurang perhatian sampai ketidak mampuan orang tua dalam menjalankan fungsi serta tugasnya.

Bahkan Kompasiana dengan halus mengajukan pertanyaan, bagaimana bisa orang tua tidak mengetahui ? Pertanyaan kedua tidak lebih hampir sama, terkesan menyudutkan orang tua pelaku pembunuhan dengan pertanyaan yang tidak mudah dijawab oleh orang tua berpengalaman sekalipun. Seperti orangtua yang berprofesi sebagai pendidik atau psikolog. Sebagaimana mereka kewalahan membendung dan membatasi akses informasi di dunia maya atau internet ?

Pertanyaan kedua dari Kompasiana jika NF memang benar terinspirasi oleh tayangan yang ia tonton, mengapa orang tua bisa membiarkan seorang anak mengakses tayangan-tayangan semacam itu ?

(foto:peru-retail.com)
(foto:peru-retail.com)
Benarkah orang tua membiarkan seorang anak mengakses tayangan-tayangan kekerasan ? Orang tua mana yang dapat mengawasi atau membatasi kegiatan anaknya terus menerus selama 24 jam untuk tidak mengakses konten kekerasan. Atau "mengebiri" anaknya dengan tidak memperbolehkan memiliki smartphone, supaya tidak terkontaminasi perilakunya oleh konten yang tidak bermanfaat, yang dapat mendorong seseorang anak melakukan tindakan buruk dan jahat. Sebagaimana yang tersaji dari internet.

Ada atau tidak ada internet. Ada atau tidak ada konten kekerasan di internet, bertindak kasar atau dorongan berbuat kekerasan itu ada dalam diri manusia dengan predikat sebagai mahluk modern, mahluk cerdas yang mampu berpikir dibandingkan mahluk lain. Sehingga disebut sebagai homo sapiens atau manusia yang tahu.

Dalam beberapa informasi atau literatur menyebutkan manusia itu masuk dalam spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi dengan otak, yang memiliki kemampuan berpikir tinggi.

Tidak heran jika segala perbuatan dan perilaku atau tindak tanduknya, sebelumnya telah melalui pertimbangan dari otak sebagai tempat scanning apakah tindakan, perbuatan atau perilakunya patut dilakukan atau tidak.

Namun jangan lupa manusia itu juga memiliki sebutan sebagai homo animalicum. Manusia yang memiliki naluri atau sifat seperti binatang. Maka jangan heran jika melihat sebagian dari kita muncul sifat agresifnya seperti binatang dengan menyerang bahkan sampai membunuh sesama manusia.

(foto:behance.net)
(foto:behance.net)
Sebagaimana dilakukan NF, mendapat dorongan membunuh dari tayangan konten kekerasan di internet sebagaimana pengakuannya setelah menghabisi anak balita APA. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun