Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Susahnya Jadi Raja, Walau di Toilet

7 September 2019   14:02 Diperbarui: 9 September 2019   12:26 20685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: erudisi.com)

Boleh jadi slogan pembeli adalah raja mulai dipertanyakan keampuhan dan kebenarannya. Jika produsen atau penyedia jasa merasa "menguasai" konsumen, boleh-boleh saja. Namun sebagai konsumen jika pelayanan atau kualitas barang jasa yang dibeli kurang memuaskan. Apalagi sudah dibuat kecewa. Jangan ditanya. Kapok.

Pengalaman saya alami saat menggunakan toilet di salah satu SPBU di Jl. Bantul Yogyakarta,  bulan April 2019. Sekilas melihat penunggu toilet sengaja membuka bagian samping kotak uang kebersihan. Sehingga dia dapat melihat langsung berapa jumlah uang yang kita masukkan dalam kotak. Sambil memainkan smartphonenya.

Saya bermaksud menyiapkan uang Rp 2000 sebelum keluar dari toilet namun ternyata tidak ada. Beberapa uang koin ada di saku celana, saya ambil dan tanpa menghitungnya. Saya masukkan ke kotak. Tapi saya yakin kurang dari Rp 2000.  Sambil berlalu saya mengucapkan terimakasih.

Tapi belum jauh melangkah, saya mendengar suara dari penunggu toilet. "Mas, dua ribu..." Awalnya merasa iba dan tidak sampai hati. Berubah menjadi rasa kesel. Rasanya ingin pipis saja di balik pohon, daripada ditagih seperti itu.

Saya berbalik dan bertanya pada penunggu toilet. "Bukankah ini fasilitas dari SPBU". Penunggu toilet itu kemudian menunjukkan muka tidak senang sambil mengatakan kalau di situ dia kerja dan menyewa tempat itu, satu bulan Rp 15 juta.

Saya semakin kesal dan mencoba menggali banyak informasi, hingga saya tahu penunggu toilet tersebut bukan pegawai SPBU tetapi pegawai dari perusahaan yang menyewa atau mengontrak toilet di SPBU 44.5**.**

Pengalaman saya, ternyata hampir serupa dialami oleh Made. Menurut pengakuannya di salah satu SPBU di daerah Cilacap. Made yang pernah tinggal di Condong Catur Yogyakarta, toilet terlihat kotor dan mengira tidak ada penjaga sehingga malas memberi uang jasa.

Tetapi saat akan  meninggalkan toilet tiba-tiba terdengar suara "Ssst.... Ssst..."  sambil menunjuk kotak uang.

(ilustrasi, foto: jawapos)
(ilustrasi, foto: jawapos)

Made bukan orang yang tidak mengetahui toilet itu merupakan fasilitas dari SPBU dan sangat mengetahui apa dan bagaimana mengelola sebuah SPBU karena dia bekerja sebagai penanggung jawab harian operasional salah satu SPBU di daerah Ambarawa. Saat ditemui di kantornya (4/9/2019) sambil geleng-geleng kepala mengingat pengalamannya.

Made tidak menampik jika toilet SPBU di kelola oleh pihak ketiga. Made mengatakan pemiliknya baru saja memperbarui kontrak dengan penyewa toilet. Ketika disinggung berapa besaran nilai kontrak, Made tidak bisa menjawab karena hal itu berhubungan langsung dengan pemilik SPBU.

Manakala saya tanya jika ada keluhan dari konsumen atau pengguna toilet terkait sarana toilet, kebersihan, atau perilaku penunggu toilet, Made mempersilakan menghubungi ke pihak penyewa toilet.

Apa tidak khawatir nanti citra pelayanan SPBU yang dikelolanya tercoreng, gara-gara kurang baiknya pelayanan atau kebersihan toilet? Seperti tulisan Rp 2000 yang sebenarnya tidak diperbolehkan oleh Pertamina, tanya saya. Made hanya mengatakan mengembalikan pada kesepakatan atau perjanjian antara pihaknya dengan penyewa toilet.

Ada tarif di toilet SPBU (foto: Ko In)
Ada tarif di toilet SPBU (foto: Ko In)

Ketika saya sampaikan tulisan Rp 2000 kepada penjaga toilet, ia menunjukkan rasa kurang senang dengan apa yang saya sampaikan dan mempersilahkan menanyakan ke pengelola SPBU. Ah, serasa bola pingpong diri ini.

Lain lagi dengan pengalaman seorang ibu, yang keberatan disebut namanya, dia pernah memberi uang Rp 5000 ke penunggu toilet di SPBU karena bersih. Hal itu disampaikannya saat saya temui Rabu (4/9/2019) di tempat kerjanya di salah satu SPBU di Jawa Tengah.

Menanggapi pengelolaan toilet di SPBU oleh pihak ketiga, dia mengatakan SPBU di tempatnya bekerja tidak disewakan dan tidak menuliskan tarif di toilet.

"Seiklhasnya, karena biaya yang diperoleh dari pengguna untuk membeli perlengkapan seperti sapu, pel, sikat, cairan pembersih." jelasnya. Ibu ini mengatakan dirinya sampai menolak tujuh proposal dari pihak ketiga yang ingin mengelola toilet di SPBU-nya.

(grafis: salesforce)
(grafis: salesforce)

Ketika disinggung berapa besaran tawaran yang diajukan, dia menyebutkan angka Rp 150 juta per tahun. Apakah itu permintaan pihak pemilik SPBU atau pihak penawar, kurang jelas disebutkan.

Sementara itu Darmawan penanggung jawab harian sebuah SPBU di Jawa Tengah saat saya temui di hari yang sama, pernah menolak lima atau enam kali pengajuan proposal untuk mengelola toilet di SPBU tempat dia bekerja.

Darmawan sengaja mematok angka Rp 140 juta jika ada yang ingin mengelola toilet di tempatnya. Tujuannya supaya tidak ada yang berani untuk menawar karena di tempatnya, toilet dikelola sendiri. Tidak ada tulisan tarif. "Karena itu tidak diperbolehkan oleh Pertamina," tambahnya.

Pengalaman dengan penunggu toilet di SPBU 44.5***.** membuat saya enggan untuk mengisi bahan bakar di sana.  

Saya memilih SPBU lain dan berbincang dengan penanggung jawab SPBU-nya. Namanya Ipung, dia menjawab tegas pertanyaan saya terkait dengan fasilitas toilet.

"Itu fasilitas, konsumen tidak harus membayar saat menggunakan toilet. Jika ada kotak uang, itu sukarela untuk uang kebersihan dan membeli cairan pembersih. Maka di tempat kami tidak ada penjaganya. Tidak ada tulisan tarif. Karena ini salah satu bentuk pelayanan buat konsumen" jelas Ipung.

Sumber: aksi.id
Sumber: aksi.id

Hal ini senada dengan apa yang pernah disampaikan Manager Humas PT Pertamina Wilayah Sumbagteng, Medan, Sumatera Utara Roby Hervindo. Jika masyarakat menemukan SPBU yang menarik bayaran dan pasang tarif, dipersilahkan melaporkan ke Pertamina.

Roby menuturkan ada sejumlah SPBU yang menyediakan  kotak kebersihan di setiap toilet. Namun kotak itu bukan kotak resmi dari Pertamina untuk memungut biaya perawatan. Dan pihak SPBU tidak boleh mematok harga dari kotak kebersihan itu. (Riau Online, 28/5/2019)

(foto: tribunpangkep)
(foto: tribunpangkep)

Setahun lalu akun resmi twitter Pertamina menjawab keluhan salah satu warga net dengan akun Titansugiana terkait toilet di SPBU (15/6/2018).

Baik sobat @titansugiana. Apabila terkait keluhan toilet yg berbayar dpt kami disampaikan bahwa: SPBU memang memanfaatkan pihak ke-3 dlm mengelola toilet, tujuan dari penunjukan pihak ke-3 ini dgn pertimbangan utk menjaga kebersihan dan kenyamanan toilet setiap saat. ( 1/2)

Sebagaimana diketahui tdk semua pengguna toilet sadar utk menyiram  setelah buang air kecil/besar, dgn adanya petugas toilet maka secara  rutin akan dibersihkan. Sebagai informasi, pengelola SPBU juga  mengeluhkan sering terjadinya kehilangan perlengkapan di toilet SPBU (2/3)

seperti hilangnya lampu penerangan, pengharum ruangan, gantungan baju  dan  perlengkapan lainnya. Toilet disadari harus selalu dijaga   kebersihannya, namun di saat yg bersamaan petugas kebersihan tdk hanya  menjaga kebersihan toilet, namun juga membersihkan (3/4)

area lainnya di SPBU.  Dgn pertimbangan tersebut maka pengelola  SPBU menunjuk pihak ke-3 sbg  pengelola toilet dgn tujuan toilet selalu  terjaga kebersihan  &  kenyamanannya karena ada petugas yg selalu  berjaga setiap saat.  (4/5)

Namun  terkait pengguna toilet, tdk diwajibkan utk membayar jasa  toilet  kpd  petugas jaga tersebut jadi hanya bersifat  sukarela.  Demikian informasinya sobat. Terima kasih  -Moni-

Pengalaman di bulan April, mendorong saya untuk mencoba menggunakan fasilitas toilet di SPBU yang sama. Tepatnya Jumat (6/9/2019), saya sengaja memberi uang jasa kebersihan kurang dari Rp 2000. Ternyata tidak dipanggil oleh penjaga toiletnya. Walau di kotak uangnya, ada bekas goresan benda tajam yang membentuk angka 2000

"Ehm,...", sudah ada perubahan, saat saya mendapat penjelasan dari pengelola SPBU 44.5***.** sambil minta maaf atas apa yang pernah saya alami. Baru satu bulan ada pergantian penjaga toilet oleh pihak ketiga atau pihak penyewa. Sambil menjelaskan kalau toilet SPBUnya baru dua tahun ini disewakan dan mohon agar nama serta SPBU-nya tidak ditulis.

Pada hari yang sama saya mencoba menggunakan toilet di salah satu SPBU di kota Yogyakarta. Di sana ada penunggunya dan tulisan Rp 2000 di atas kotak dengan huruf besar dan sangat mencolok. Saya sengaja tidak memasukkan uang tetapi cukup mengucapkan terima kasih dan ternyata tidak diminta uang kebersihan.

Lewat keterangan pegawai SPBU, toilet mereka kelola sendiri. Tiap hari rata-rata memperoleh Rp 300 ribu. Saya coba hitung dalam sebulan dan satu tahun. Ketemu angka Rp 9 juta dan Rp 108 juta. Jalan di depannya tidak begitu ramai dan lebar. Bus pariwisata jika masuk mungkin sedikit repot.

Bayangkan dengan SPBU yang terletak di pinggir jalan yang arus lalu lintasnya cukup ramai. Luas, rest areanya juga dapat menampung banyak kendaraan. Apalagi saat liburan. Berapa yang diperoleh pihak penyewa toilet jika memaksa tiap pengguna toilet membayar Rp 2000?

(foto:colnect)
(foto:colnect)

Walau ada larangan memasang tarif atau menarik uang jasa penggunaan toilet oleh Pertamina, penunggu toilet di beberapa SPBU entah yang dikelola sendiri atau disewakan, tidak kurang akal.

Mereka sengaja memasang atau meletakkan uang Rp 2000 di atas kotak uang kebersihan. Apakah karena mereka mencium bau "wangi" rupiah di toilet ? Aduh... Ternyata susah juga menjadi raja walau di toilet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun