Ketiga, BI berwenang mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sebab jika terjadi gagal bayar akan mengganggu kelancaran sistem pembayaran dan berisiko menular  atau contagion risk . Dapat menimbulkan gangguan bersifat sistemik. Guna mengantisipasinya, BI menerapkan sistem pembayaran real time, yang meningkatkan keamanan serta kecepatan sistem pembayaran.
Keempat, BI berperan sebagai jaring pengaman sistem keuangan saat meghadapi krisis supaya tidak terjadi instabilitas sistem keuangan. Salah satu fungsi BI, sebagai lender of the last resort (LoLR), menyediakan likuiditas saat kondisi normal atau krisis. Namun hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Lewat persyaratan yang ketat.
Kelima, BI berperan sebagai pemantau yang mengembangkan diri lewat riset. Memanfaatkan akses informasi dan melakukan penilaian. Termasuk pemantauan makroprudential serta medeteksi aktivitas ekonomi dan keuangan, yang kemungkinan berdampak pada SSK.
Hasil riset tersebut selanjutnya menjadi rekomendasi jika terjadi gangguan di sektor keuangan. Atau sebagai peredam dalam mengatasi gejolak perekonomian yang berpotensi sistemik dan mengakibatkan ketidakstabilan sistem keuangan.
Wewenang, Makroprudensial dan Protokol Manajemen Krisis
BI memiliki kewenangan dalam hal moneter, makroprudential dan sistem pembayaran. Pemerintah memiliki kewenangan fiskal dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki kewenangan mikroprudential.
OJK berwenang menjaga kesehatan lembaga keuangan, baik bank atau non bank termasuk kasus SNP Finance dengan Columbianya. Sementara wewenang BI lebih menyeluruh dalam menjaga SSK.
Celakanya, risiko sistemik dapat terjadi kapan saja secara tiba-tiba dan sulit diduga akan datang darimana. Atau secara perlahan seperti virus yang menyebar, namun pasti. Tidak terdeteksi oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Akibatnya tidak jarang kebijakan yang diterapkan seperti obat yang terlambat diberikan.
Dampaknya baru terlihat dengan tanda-tanda, meningkatnya jumlah gangguan dalam sistem pembayaran, aliran kredit yang tidak wajar dan penurunan nilai aset. Untuk itu kewaspadaan komite SSK yang terdiri dari Kementerian Keuangan, BI, OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) diperlukan guna menghadapi berbagai bentuk aktivitas finansial dan perekonomian yang sangat dinamis.
Guna menjaga SSK, Bank Indonesia memiliki potokol manajemen krisis yang diperkuat dengan undang-undang, untuk mencegah dan menangani krisis. Protokol ini memberikan arah atau pedoman bagi BI dalam mengambil langkah-langkah pencegahan dan penanganan yang terintegrasi dan berkelanjutan.