Sistem dibuat karena kompleksitas aktivitas pekerjaan. Keberadaannya membantu menemukan permasalahan dengan lebih cepat. Sehingga dapat mengantisipasi dan mengambil tindakan segera untuk menghadapi kemungkinan buruk yang terjadi.
Tindakan atau kebijakan yang diambil dapat bersifat antisipatif atau kuratif. Guna mengamankan kondisi perekonomian dan moneter dari keterpurukan yang bersifat massif.  Stabilitas Sistem Keuangan(SSK) menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditawar.
Krisis moneter tahun 1997/1998 membuat demam kondisi ekonomi keluarga, saya kesulitan untuk melunasi cicilan pembelian kendaraan. Padahal kurang tujuh kali dari total 36 kali yang harus diangsur. Saat yang bersamaan saya kena pemutusan hubungan kerja (PHK) karena kantor collapse imbas melemahnya nilai mata uang rupiah. Sekitar dua atau tiga hari kemudian, dokter memvonis salah satu anggota keluarga untuk segera operasi karena penyakit yang diderita.
Dampaknya kredit kendaraan menunggak dan kena denda. Tak terbayangkan kesulitan ekonomi bertubi-tubi menimpa perekonomian keluarga. Rintisan usaha yang sedang dimulai juga kena imbas dari badai krisis moneter di kawasan Asia kala itu. Saya memang tidak sendiri, beberapa orang dan perusahaan mengalami keterpurukan yang sama. Macet atau stag. Tidak sendiri, sebenarnya itu berbahaya bagi SSK.
- Pertama, kegagalan pasar  bersumber dari masalah eksternal dan internal. Eksternal karena keadaan finansial dan perekonomian internasional atau global. Internal karena faktor domestik dimana kegagalan pasar terjadi karena kegiatan sistem keuangan menghadapi masalah kredit, likuiditas dan operasional.
Sebagaimana yang saya alami, sebagai korban dan ikut andil terjadinya SSK, sehingga sulit menentukan siapa penyebab utamanya. Seperti mencari jawaban, dahulu mana antara ayam dan telur. - Kedua, kemajuan teknologi menciptakan sebuah sistem keuangan yang terhubung satu sama lain, tanpa jeda atau batas yang jelas. Sehingga menciptakan budaya baru disebut globalisasi finansial, yang membuat rumit pengawasan dan kontrol kegiatan sistem keuangan yang dapat mengancam stabilitas sistem.
- Ketiga, institusi keuangan semakin kreatif dalam berinovasi produk keuangan karena persaingan yang semakin tajam. Mendorong pelaku usaha berupaya mengembangkan keragaman produk untuk menarik pasar. Sadar atau tidak, kreatifitas  menciptakan kompleksitas.
Perputaran finansial semakin cepat dan tinggi kapitalisasinya. Tidak jarang membuat institusi keuangan terlena dengan aktivitasnya dan melupakan faktor keamanan serta kesehatan finansial.
14 bank dan kasus Columbia
Kemajuan dan perkembangan tersebut berpotensi menimbulkan instabilitas sistem keuangan, mengesampingkan masalah kompleksitas. Sebab keberagaman produk, yang meningkat jumlahnya dalam waktu singkat. Akan menyulitkan pengawasan dan pemantauan, membuat rumit dalam mengatasi jika terjadi ketidakstabilan sistem keuangan.
Kasus PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance yang berinduk pada PT Citra Mandiri, dikenal dengan Columbia. Bergerak dalam usaha pemberian kredit pembelian barang-barang elektronik, cabangnya tersebar sampai di pedesaan. Adalah contoh bagaimana kesalahan, lengah dan faktor kurang kehati-hatian. Menyebabkan kredit macet dan berpotensi mengancam SSK.
Surat utang jangka menengah atau MTN diterbitkan oleh Columbia karena menurunnya performa binis di toko-toko Columbia. MTN ini di audit oleh kantor akuntan publik (KAP) De Loitte dan diperingkat oleh lembaga rating Pefindo (Pemeringkat Efek Indonesia).
Terlepas dari besar atau kecil jumlah kredit macet. Bagaimana 14 bank dapat mengalami masalah dan pada perusahaan yang sama. Menjadi peringatan bahwa aktivitas finansial ke depan akan semakin komplek. Dinamika dan kemampuan inovasi serta kreativitas institusi keuangan, dalam usaha melipatkan dana dan keuntungan. Dapat menjadi salah satu titik rawan terjadinya instabilitas sistem keuangan.
Namun potensi terjadinya peristiwa sama  tetap ada kemudian hari. Entah dengan melibatkan banyak bank atau sedikit bank, tetapi dana yang diberikan cukup besar dan mampu menimbulkan dampak sistemik.
Hal ini jelas tidak diinginkan semua pihak. Jika sampai terjadi akan mempengaruhi kepercayaan publik dan investor. Mereka dapat menarik atau membatalkan investasinya sehingga menimbulkan kepanikan. Rush atau menarik dana hampir bersamaan dapat terjadi dan memindahkan ke luar negeri. Ini akan memperburuk perekonomian dan SSK.
Peran Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral merupakan lembaga yang memiliki kewenangan memonitor SSK, sebagaimana dilakukan oleh bank sentral di Korea, Inggris dan Australia.
Fungsi serta tugas Bank Indonesia menjaga kestabilan rupiah sudah berlangsung lama. Dengan kata lain fungsi BI dalam menjaga stabilitas moneter tidak lepas dari menjaga SSK.
Pertama, menjaga stabilitas moneter melalui instrumen suku bunga dalam pasar terbuka. Suku bunga yang terlalu ketat cenderung mematikan aktivitas ekonomi demikian pula sebaliknya. Untuk itu BI menerapkan kebijakan inflation targeting framework.
Kebijakan ini diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi dalam target tertentu beberapa tahun ke depan dan diumumkan secara eksplisit serta transparan. Pengendalian inflasi sebagai target kebijakan moneter, ditambah integrasi kebijakan moneter lewat makroprudential, termasuk kebijakan nilai tukar serta arus modal guna mendukung stabilitas makroekonomi.
Untuk mendukung kebijakan pengendalian inflasi dan SSK, BI dan pemerintah perlu melakukan komunikasi kebijakan yang baik, jelas dan terang serta lancar.
Ketiga, BI berwenang mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sebab jika terjadi gagal bayar akan mengganggu kelancaran sistem pembayaran dan berisiko menular  atau contagion risk . Dapat menimbulkan gangguan bersifat sistemik. Guna mengantisipasinya, BI menerapkan sistem pembayaran real time, yang meningkatkan keamanan serta kecepatan sistem pembayaran.
Keempat, BI berperan sebagai jaring pengaman sistem keuangan saat meghadapi krisis supaya tidak terjadi instabilitas sistem keuangan. Salah satu fungsi BI, sebagai lender of the last resort (LoLR), menyediakan likuiditas saat kondisi normal atau krisis. Namun hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Lewat persyaratan yang ketat.
Kelima, BI berperan sebagai pemantau yang mengembangkan diri lewat riset. Memanfaatkan akses informasi dan melakukan penilaian. Termasuk pemantauan makroprudential serta medeteksi aktivitas ekonomi dan keuangan, yang kemungkinan berdampak pada SSK.
Hasil riset tersebut selanjutnya menjadi rekomendasi jika terjadi gangguan di sektor keuangan. Atau sebagai peredam dalam mengatasi gejolak perekonomian yang berpotensi sistemik dan mengakibatkan ketidakstabilan sistem keuangan.
Wewenang, Makroprudensial dan Protokol Manajemen Krisis
BI memiliki kewenangan dalam hal moneter, makroprudential dan sistem pembayaran. Pemerintah memiliki kewenangan fiskal dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki kewenangan mikroprudential.
OJK berwenang menjaga kesehatan lembaga keuangan, baik bank atau non bank termasuk kasus SNP Finance dengan Columbianya. Sementara wewenang BI lebih menyeluruh dalam menjaga SSK.
Celakanya, risiko sistemik dapat terjadi kapan saja secara tiba-tiba dan sulit diduga akan datang darimana. Atau secara perlahan seperti virus yang menyebar, namun pasti. Tidak terdeteksi oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Akibatnya tidak jarang kebijakan yang diterapkan seperti obat yang terlambat diberikan.
Dampaknya baru terlihat dengan tanda-tanda, meningkatnya jumlah gangguan dalam sistem pembayaran, aliran kredit yang tidak wajar dan penurunan nilai aset. Untuk itu kewaspadaan komite SSK yang terdiri dari Kementerian Keuangan, BI, OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) diperlukan guna menghadapi berbagai bentuk aktivitas finansial dan perekonomian yang sangat dinamis.
Guna menjaga SSK, Bank Indonesia memiliki potokol manajemen krisis yang diperkuat dengan undang-undang, untuk mencegah dan menangani krisis. Protokol ini memberikan arah atau pedoman bagi BI dalam mengambil langkah-langkah pencegahan dan penanganan yang terintegrasi dan berkelanjutan.
Nah, apakah kita ingin menjadi penggembira terjadinya instabilitas sistem keuangan karena gagal membayar kredit ? Atau mudah panik dengan isu atau rumor ekonomi, moneter dan finansial yang tidak jelas sumbernya ? Jangan sampai jadi orang yang menggali lubang kubur untuk dirinya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H