Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Stabilitas Sistem Keuangan, Makroprudensial dan Protokol Manajemen Krisis

25 Juni 2019   23:00 Diperbarui: 25 Juni 2019   23:13 1188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sistem dibuat karena kompleksitas aktivitas pekerjaan. Keberadaannya membantu menemukan permasalahan dengan lebih cepat. Sehingga dapat mengantisipasi dan mengambil tindakan segera untuk menghadapi kemungkinan buruk yang terjadi.

Tindakan atau kebijakan yang diambil dapat bersifat antisipatif atau kuratif. Guna mengamankan kondisi  perekonomian dan moneter dari keterpurukan yang bersifat massif.  Stabilitas Sistem Keuangan(SSK) menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditawar.

Krisis moneter tahun 1997/1998 membuat demam kondisi ekonomi keluarga, saya kesulitan untuk melunasi cicilan pembelian kendaraan. Padahal kurang tujuh kali dari total 36 kali yang harus diangsur. Saat yang bersamaan saya kena pemutusan hubungan kerja (PHK) karena kantor collapse imbas melemahnya nilai mata uang rupiah. Sekitar dua atau tiga hari kemudian, dokter memvonis salah satu anggota keluarga untuk segera operasi karena penyakit yang diderita.

Dampaknya kredit kendaraan menunggak dan kena denda. Tak terbayangkan kesulitan ekonomi bertubi-tubi menimpa perekonomian keluarga. Rintisan usaha yang sedang dimulai juga kena imbas dari badai krisis moneter di kawasan Asia kala itu. Saya memang tidak sendiri, beberapa orang dan perusahaan mengalami keterpurukan yang sama. Macet atau stag. Tidak sendiri, sebenarnya itu berbahaya bagi SSK.

(grafis: tribunnews)
(grafis: tribunnews)
Belajar dari krisis tersebut, beberapa negara menerapkan SSK yang disesuaikan dengan aktivitas finansial ekonomi dan karakter negara masing-masing. SSK merupakan aktivitas yang dinamis, seturut keberlangsungan kegiatan ekonomi lokal atau global. Ketidakstabilan atau instabilitas sistem keuangan dapat terjadi karena faktor strukural, perilaku dan beberapa faktor lain seperti:
  • Pertama, kegagalan pasar  bersumber dari masalah eksternal dan internal. Eksternal karena keadaan finansial dan perekonomian internasional atau global. Internal karena faktor domestik dimana kegagalan pasar terjadi karena kegiatan sistem keuangan menghadapi masalah kredit, likuiditas dan operasional.
    Sebagaimana yang saya alami, sebagai korban dan ikut andil terjadinya SSK, sehingga sulit menentukan siapa penyebab utamanya. Seperti mencari jawaban, dahulu mana antara ayam dan telur.
  • Kedua, kemajuan teknologi menciptakan sebuah sistem keuangan yang terhubung satu sama lain, tanpa jeda atau batas yang jelas. Sehingga menciptakan budaya baru disebut globalisasi finansial, yang membuat rumit pengawasan dan kontrol kegiatan sistem keuangan yang dapat mengancam stabilitas sistem.
  • Ketiga, institusi keuangan semakin kreatif dalam berinovasi produk keuangan karena persaingan yang semakin tajam. Mendorong pelaku usaha berupaya mengembangkan keragaman produk untuk menarik pasar. Sadar atau tidak, kreatifitas  menciptakan kompleksitas.
    Perputaran finansial semakin cepat dan tinggi kapitalisasinya. Tidak jarang membuat institusi keuangan terlena dengan aktivitasnya dan melupakan faktor keamanan serta kesehatan finansial.


14 bank dan kasus Columbia

Kemajuan dan perkembangan tersebut berpotensi menimbulkan instabilitas sistem keuangan, mengesampingkan masalah kompleksitas. Sebab keberagaman produk, yang meningkat jumlahnya dalam waktu singkat. Akan menyulitkan pengawasan dan pemantauan, membuat rumit dalam mengatasi jika terjadi ketidakstabilan sistem keuangan.

Kasus PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance yang berinduk pada PT Citra Mandiri, dikenal dengan Columbia. Bergerak dalam usaha pemberian kredit pembelian barang-barang elektronik, cabangnya tersebar sampai di pedesaan. Adalah contoh bagaimana kesalahan, lengah dan faktor kurang kehati-hatian. Menyebabkan kredit macet dan berpotensi mengancam SSK.

(grafis:bisnisindonesia)
(grafis:bisnisindonesia)
Ini membuktikan, kreativitas dan inovasi produk keuangan tidak jarang membuat institusi keuangan terlena dan kurang awas. Tercatat 14 bank pemerintah dan swasta menyalurkan pinjaman kepada SNP Finance dengan total tagihan yang macet mencapai Rp 4,07 triliun. Rinciannya Rp 2,22 triliun hutang perbank dan utang medium term note (MTN) atau surat utang jangka menengah.

Surat utang jangka menengah atau MTN diterbitkan oleh Columbia karena menurunnya performa binis di toko-toko Columbia. MTN ini di audit oleh kantor akuntan publik (KAP) De Loitte dan diperingkat oleh lembaga rating Pefindo (Pemeringkat Efek Indonesia).

Terlepas dari besar atau kecil jumlah kredit macet. Bagaimana 14 bank dapat mengalami masalah dan pada perusahaan yang sama. Menjadi peringatan bahwa aktivitas finansial ke depan akan semakin komplek. Dinamika dan kemampuan inovasi serta kreativitas institusi keuangan, dalam usaha melipatkan dana dan keuntungan. Dapat menjadi salah satu titik rawan terjadinya instabilitas sistem keuangan.

(foto:jambiupdate)
(foto:jambiupdate)
Kasus SNP Finance dengan Columbianya merupakan contoh. Beruntung kasus ini dapat diabsorb atau diserap potensi ketidakstabilannya dengan melibatkan beberapa otoritas moneter atau finansial dengan kewenangannya masing-masing. Sehingga tidak sampai membahayakan perekonomian atau menjadi gangguan bagi SSK yang sifatnya sistemik.

Namun potensi terjadinya peristiwa sama  tetap ada kemudian hari. Entah dengan melibatkan banyak bank atau sedikit bank, tetapi dana yang diberikan cukup besar dan mampu menimbulkan dampak sistemik.

Hal ini jelas tidak diinginkan semua pihak. Jika sampai terjadi akan mempengaruhi kepercayaan publik dan investor. Mereka dapat menarik atau membatalkan investasinya sehingga menimbulkan kepanikan. Rush  atau menarik dana hampir bersamaan dapat terjadi dan memindahkan ke luar negeri. Ini akan memperburuk perekonomian dan SSK.

(foto:infobanknews)
(foto:infobanknews)
Keberadaan SSK diperlukan untuk mengidentifikasi penyebab ketidakstabilan, menilai risiko serta pengaruhnya pada kondisi sistem keuangan dan perekonomian ke depan.  Apakah berpotensi melumpuhkan perekonomian secara nasioal karena sifatnya sistemik atau tidak ?

Peran Bank Indonesia

Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral merupakan lembaga yang memiliki kewenangan memonitor SSK, sebagaimana dilakukan oleh bank sentral di Korea, Inggris dan Australia.

Fungsi serta tugas Bank Indonesia menjaga kestabilan rupiah sudah berlangsung lama. Dengan kata lain fungsi BI dalam menjaga stabilitas moneter tidak lepas dari menjaga SSK.

(foto:voaindonesia)
(foto:voaindonesia)
Peran atau fungsi lain BI diantaranya:
Pertama, menjaga stabilitas moneter melalui instrumen suku bunga dalam pasar terbuka. Suku bunga yang terlalu ketat cenderung mematikan aktivitas ekonomi demikian pula sebaliknya. Untuk itu BI menerapkan kebijakan inflation targeting framework.

Kebijakan ini diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi dalam target tertentu beberapa tahun ke depan dan diumumkan secara eksplisit serta transparan. Pengendalian inflasi sebagai target kebijakan moneter, ditambah integrasi kebijakan moneter lewat makroprudential, termasuk kebijakan nilai tukar serta arus modal guna mendukung stabilitas makroekonomi.

Untuk mendukung kebijakan pengendalian inflasi dan SSK, BI dan pemerintah perlu melakukan komunikasi kebijakan yang baik, jelas dan terang serta lancar.

(foto: bank Indonesia)
(foto: bank Indonesia)
Kedua, BI mememiliki kewenangan melakukan pengawasan dan regulasi untuk menciptakan lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan.

Ketiga, BI berwenang mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sebab jika terjadi gagal bayar akan mengganggu kelancaran sistem pembayaran dan berisiko menular  atau contagion risk . Dapat menimbulkan gangguan bersifat sistemik. Guna mengantisipasinya, BI menerapkan sistem pembayaran real time, yang meningkatkan keamanan serta kecepatan sistem pembayaran.

Keempat, BI berperan sebagai jaring pengaman sistem keuangan saat meghadapi krisis supaya tidak terjadi instabilitas sistem keuangan. Salah satu fungsi BI, sebagai lender of the last resort (LoLR), menyediakan likuiditas saat kondisi normal atau krisis. Namun hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Lewat persyaratan yang ketat.

Kelima, BI berperan sebagai pemantau yang mengembangkan diri lewat riset. Memanfaatkan akses informasi dan melakukan penilaian. Termasuk pemantauan makroprudential serta medeteksi aktivitas ekonomi dan keuangan, yang kemungkinan berdampak pada SSK.

Hasil riset tersebut selanjutnya menjadi rekomendasi jika terjadi gangguan di sektor keuangan. Atau sebagai peredam dalam mengatasi gejolak perekonomian yang berpotensi sistemik dan mengakibatkan ketidakstabilan sistem keuangan.

(foto:timehighereducation)
(foto:timehighereducation)
Tanggungjawab menjaga SSK tidak hanya terletak pada pundak BI, ada beberapa otoritas keuangan yang  memiliki kepentingan dan kewajiban untuk ikut menjaga SSK. Namun masing-masing otoritas memiliki wewenang yang berbeda.

Wewenang, Makroprudensial dan Protokol Manajemen Krisis
BI memiliki kewenangan dalam hal moneter, makroprudential dan sistem pembayaran. Pemerintah memiliki kewenangan fiskal dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki kewenangan mikroprudential.

OJK berwenang menjaga kesehatan lembaga keuangan, baik bank atau non bank termasuk kasus SNP Finance dengan Columbianya. Sementara wewenang BI lebih menyeluruh dalam menjaga SSK.

Celakanya, risiko sistemik dapat terjadi kapan saja secara tiba-tiba dan sulit diduga akan datang darimana. Atau secara perlahan seperti virus yang menyebar, namun pasti. Tidak terdeteksi oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Akibatnya tidak jarang kebijakan yang diterapkan seperti obat yang terlambat diberikan.

Dampaknya baru terlihat dengan tanda-tanda, meningkatnya jumlah gangguan dalam sistem pembayaran, aliran kredit yang tidak wajar dan penurunan nilai aset. Untuk itu kewaspadaan komite SSK yang terdiri dari Kementerian Keuangan, BI, OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) diperlukan guna menghadapi berbagai bentuk aktivitas finansial dan perekonomian yang sangat dinamis.

Guna menjaga SSK, Bank Indonesia memiliki potokol manajemen krisis yang diperkuat dengan undang-undang, untuk mencegah dan menangani krisis. Protokol ini memberikan arah atau pedoman bagi BI dalam mengambil langkah-langkah pencegahan dan penanganan yang terintegrasi dan berkelanjutan.

Protokol manajemen krisis (grafis BI)
Protokol manajemen krisis (grafis BI)
Kelebihan dari protokol ini dapat berfungsi sebagai landasan hukum BI dalam mengambil keputusan serta tindakan secara cepat untuk mengamankan dan menyelamatkan dari ancaman krisis. Terseretnya 14 bank dalam kasus SNP Finance dengan Columbianya, seperti mengingatkan bahwa ancaman ketidakstabilan sistem keuangan dapat terjadi kapan saja dan tak terduga. 

Nah, apakah kita ingin menjadi penggembira terjadinya instabilitas sistem keuangan karena gagal membayar kredit ? Atau mudah panik dengan isu atau rumor ekonomi, moneter dan finansial yang tidak jelas sumbernya ? Jangan sampai jadi orang yang menggali lubang kubur untuk dirinya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun