Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Percaya Diri, Kunci Kemajuan Pendidikan dan kebudayaan

20 Maret 2019   13:49 Diperbarui: 21 Mei 2019   19:40 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pupusnya kepercayaan diri guru dapat merusak tatanan sosial masyarakat dalam waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Menjadikan siswa sosok yang mudah terombang-ambing, seperti layang-layang  yang putus benang karena kehilangan panutan.

Perilaku kurang terpuji sebagian siswa, yang melecehkan bahkan sampai melakukan tindak kekerasan pada guru atau pegawai sekolah dan viral di media sosial. Menunjukkan kepercayaan diri guru pada tahap mencemaskan.

Praktik pendidikan tidak sebatas mengajar siswa untuk terampil berpikir dengan akal. Sejatinya pendidikan itu menyiapkan siswa untuk trampil menggunakan akal budi untuk menghadapi kehidupan. Dengan berbagai masalah yang harus diselesaikan, tidak cukup dengan akal tetapi perlu juga keterlibatan hati.  

(emeraldaida.wordpress.com)
(emeraldaida.wordpress.com)
Memudarnya kepercayaan diri sebagian guru, akibat kurang profesionalnya guru dalam mengajar. Memaknai proses pendidikan sebatas pekerjaan proses produksi seperti di pabrik.

Melihat sekolah seperti tempat kerja lain yang berorientasi hasil kurang menghargai proses. Terpusat pada kepentingan diri dan upah atau gaji semata.

Menekankan kuantitas lulusan, ukuran kualitas dipersempit pada nilai atau angka semata. Menempatkan keberhasilan jika mampu mengalahkan yang lain.  Sekolah menjadi medan persaingan bukan lagi tempat belajar mengenal keutamaan sebagai mahluk yang berakal budi.

(geodindakurniaputri.blogspot.com)
(geodindakurniaputri.blogspot.com)
Kualitas lulusan diukur dengan angka sementara, keutamaan kepribadian kurang mendapat perhatian. Karena penilaiannya rawan mendapat gugatan akibatnya pendidikan karakter sebatas formalitas, yang penting diajarkan.

Manakala terjadi ketidak puasan dan hukum jadi satu-satunya jalan untuk mengugat proses pendidikan di kelas. Maka sistem pendidikan tidak lagi memiliki kebebasan untuk berekspresi, berkreasi dan inovasi dalam mengembangkan kemampuan siswa. Termasuk menanamkan nilai kesantunan dan rendah hati.

Kepercayaan diri pendidik hilang, cenderung cari aman. Melaksanakan proses belajar mengajar dengan apa adanya. Guru menjadi enggan meningkatkan keualitas diri dengan belajar.  Maka tidak heran jika siswa tidak lagi respect pada guru. Sehingga muncul perilaku tidak santun dari siswa.

(steemit.com)
(steemit.com)
Paulo Freire pemerhati masalah pendidikan dari Brasil mengatakan tidak ada kegiatan mengajar tanpa belajar. Pendidik juga belajar menghormati apa yang diketahui oleh muridnya. Karena pengajaran bukan sekedar mentransfer pengetahuan. 

Praktik pendidikan sejatinya berfokus pada percaya diri, kompetensi, profesional dan kedermawanan. Termasuk komitmen, kebebasan dan otoritas. Paulo Freire menegaskan pendidikan itu mengajarkan  proses dialog dan hubungan yang harmonis.

Bukan tempat belajar jadi sukses atau pandai

Sejatinya sekolah adalah tempat belajar untuk memahami arti kegagalan atau kesalahan. Bukan belajar menjadi sukses atau pandai. Sebab dengan menyadari kesalahan, kegagalan atau kekurangan. Siswa belajar sabar, teliti dalam meraih cita-cita dengan cara yang jujur dan beretika. 

Di sekolah, salah itu bukan akhir segalanya dan benar bukan akhir capaian. Di kelas ada punish and reward. Namun tidak jarang, ada pihak yang ikut campur dalam pemberian punish and reward sehingga merusak proses edukasi yang dibangun guru dan sekolah.

(me.me.com)
(me.me.com)
Institusi pendidikan tidak menutup mata adanya sebagian pendidik atau guru dan siswa, yang melanggar undang-undang sehingga patut memperoleh hukuman setelah melewati proses pemeriksaan atau pengadilan. 

Masyarakat mestinya dapat membedakan punish yang memberi didikan, dengan hukuman yang berfungsi untuk melindungi masyarakat.  Sekaligus memberi efek jera pada pelaku kriminal atau kejahatan.

Sebagian masyarakat mudah terprovokasi oleh bentuk punish dalam praktik pendidikan. Beranggapan hukuman sebagai pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. 

Semestinya masyarakat tidak mudah menyalahkan guru dan sekolah. Jika orang tua kerap mengeluh dan tidak jarang kewalahan dalam mendidik anak di rumah. Kemudian menyerahkan tanggungjawab pendidikan kepada sekolah atau guru. Padahal kunci pendidikan itu ada pada keluarga. Lewat tindakan dan contoh disamping ajaran lisan supaya menjadi pribadi-pribadi yang satun, berbudi dan beradab.

Modernisasi ditandai dengan kemajuan teknologi informasi serta  aneka tuntutan, membuat sebagian keluarga kehilangan waktu untuk saling menyapa secara lebih kuantitatif dan kualitatif. Akibatnya memunculkan pergolakan dalam diri setiap anggota keluarga. Masing-masing berusaha memenuhi kebutuhannya yang tidak diperoleh di rumah.

(marlenvargazdelrazo.com)
(marlenvargazdelrazo.com)
Namun sayang, upaya memenuhi kebutuhan tersebut kerap salah sasaran dan tempat. Maka tidak heran jika sekolah dan guru menanggung imbasnya. Siswa menjadi tidak hormat dan santun pada gurunya. Tidak memiliki sikap rendah hati manakala berjumpa dengan individu lain di sekolah atau di luar sekolah.

Bully, tawuran, kekerasan dan hubungan seks sebelum nikah dan masalah sosial pelajar lainnya merupakan letupan dari ketidak puasan siswa akan kebutuhan terdalam siswa sebagai  individu. Untuk disapa dan dipedulikan keberadaannya. 

(fotosfotod.eu)
(fotosfotod.eu)
Keluarga dan masyarakat tidak dapat menyalahkan sekolah dan guru. Perjumpaan mereka dengan siswa waktunya terbatas, jumlah siswa yang perlu mendapat perhatian juga tidak sedikit. Belum lagi masalah setiap siswa berbeda satu dengan yang lainnya. 

Untuk itu keluarga dan masyarakat tidak perlu secara emosional menyalahkan guru dan pihak sekolah. Berkaca terlebih dahulu sejenak dan menanyakan pada diri sendiri. "Aku sudah melakukan apa pada keluargaku dan masyarakatku?"

Guru profesional

Di sisi lain, guru mesti percaya diri. Mampu menjaga profesionalismenya sebagai guru. Bukan hanya sebagai pekerja atau pendidik tetapi juga pengajar sekaligus teman atau sahabat bagi anak didiknya. 

Menjadi guru harus profesional. Seorang pendidik dan pengajar mesti percaya diri dalam melakukan tugasnya. Sebab dengan kepercayaan diri membuat dirinya sebagai sumber kepercayaan bagi orang lain. 

(sukakasus.blogspot.com)
(sukakasus.blogspot.com)
Sehingga kasus-kasus pelecehan siswa terhadap guru atau tenaga pendidik seperti yang terjadi di Gresik siswa menantang, mencengkeram kerah baju guru, bahkan sampai memegang kepala guru. Tidak terulang.

Termasuk siswa mengeroyok dan menganiaya petugas kebersihan sekolah, yang sebelumnya diolok-olok dengan kata-kata yang tidak pantas oleh siswa dari sekolah yang sama di Takalar, Sulawesi Selatan.

Pendidik harus memiliki kemampuan untuk menguatkan posisinya sebagai guru yang profesional, sehingga otoritasnya tidak mudah di goyangkan oleh siswa atau orang tua dan pihak-pihak tertentu.

(kompas.com)
(kompas.com)
Gilbert H.Hunt dalam bukunya Effective Teaching, menyebutkan guru yang baik harus memiliki beberapa kriteria. Diantaranya harus memiliki sifat antusias, stimulatif, mendorong siswa untuk maju, bersikap hangat, berorientasi pada tugas dan kerja keras.

Memiliki sikap toleran, sopan dan bijaksana. Mampu dipercaya, fleksibel, mudah menyesuaikan diri. Demokratis dan penuh harapan bagi siswa. Tidak mencari reputasi pribadi dan memiliki pendengaran yang baik.

Dalam tanggungjawabnya sebagai pendidik, menurut Hunt guru wajib memiliki pengetahuan memadai dalam mata pelajaran yang diempu. Karena guru yang baik, mampu menyampaikan materi yang disampaikan secara meyeluruh dan mencakup semua unit bahasan yang diharapkan siswa.

Disamping itu guru mesti memiliki kemampuan menyampaikan informasi secara jelas dan terang. Memberikan pengajaran yang variatif dan mampu menciptakan momentum supaya siswa tetap tertarik untuk belajar. 

Terakhir menurut Hunt, seorang pendidik dan pengajar harus mampu melakukan perencanaan dan mengelola kelas sejak hari pertama bertugas.

Bregodho Dewantara Muda (foto: Ko In)
Bregodho Dewantara Muda (foto: Ko In)
Pendidikan kreatif dan inovatif

Pendidikan yang kreatif dan inovatif tidak lepas dari guru yang profesional. Tidak hanya menempatkan diri sebagai pekerja. Tetapi juga sebagai sarana mengembangkan kualitas bagi diri sendiri dan orang lain. 

Indonesia memiliki banyak tradisi dan kebudayaan yang sarat nilai. Nilai-nilai pendidikan di Indonesia tidak lepas dari akar kebudayaan yang ada. Memajukan pendidikan sama artinya memajukan kebudayaan Indonesia. Memajukan kebudayaan bangsa sendiri secara tidak langsung ikut memajukan pendidikan di Indonesia.

Bregodho jaman now (foto: Ko In)
Bregodho jaman now (foto: Ko In)
Sebagai contoh Keraton Yogyakarta dulu memiliki Bregodho atau prajurit perang. Namun seiring dengan perjalanan waktu Bregodho milik keraton tersisa tinggal orang tua. Dalam waktu tertentu Bregodho keluar dari Keraton untuk mengawal acara yang diselenggarakan Keraton.

Kini Bregodho menjadi daya tarik wisata lewat berbagai kegiatan seperti festival Bregodho antar pelajar di Yogya. Sekolah menggunakan budaya sebagai alat untuk mengajarkan tentang kedisiplinan pada siswa dengan menjadi prajurit. Sekaligus mengajarkan sifat rendah hati sebagai manusia. Prajurit merupakan posisi terendah dalam struktur organisasi militer atau angkatan perang.

Bregodho yang trendi (foto: Ko In)
Bregodho yang trendi (foto: Ko In)
Menjadi prajurit artinya melayani. Dalam konteks festival Bregodho adalah melayani wisatawan supaya Yogya selalu menarik untuk dikunjungi. Memberi pertunjukan yang sarat nilai. Baik keindahan, unik dan kekompakan . Secara tidak langsung mengajarkan kepercayan diri siswa, yang berimbas pada kepercayan diri guru dan sekolah karena mendapat apresiasi dari masyarakat. Walau apresiasi tersebut hanya berupa tepuk tangan dan decak kagum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun