Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Percaya Diri, Kunci Kemajuan Pendidikan dan kebudayaan

20 Maret 2019   13:49 Diperbarui: 21 Mei 2019   19:40 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan tempat belajar jadi sukses atau pandai

Sejatinya sekolah adalah tempat belajar untuk memahami arti kegagalan atau kesalahan. Bukan belajar menjadi sukses atau pandai. Sebab dengan menyadari kesalahan, kegagalan atau kekurangan. Siswa belajar sabar, teliti dalam meraih cita-cita dengan cara yang jujur dan beretika. 

Di sekolah, salah itu bukan akhir segalanya dan benar bukan akhir capaian. Di kelas ada punish and reward. Namun tidak jarang, ada pihak yang ikut campur dalam pemberian punish and reward sehingga merusak proses edukasi yang dibangun guru dan sekolah.

(me.me.com)
(me.me.com)
Institusi pendidikan tidak menutup mata adanya sebagian pendidik atau guru dan siswa, yang melanggar undang-undang sehingga patut memperoleh hukuman setelah melewati proses pemeriksaan atau pengadilan. 

Masyarakat mestinya dapat membedakan punish yang memberi didikan, dengan hukuman yang berfungsi untuk melindungi masyarakat.  Sekaligus memberi efek jera pada pelaku kriminal atau kejahatan.

Sebagian masyarakat mudah terprovokasi oleh bentuk punish dalam praktik pendidikan. Beranggapan hukuman sebagai pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. 

Semestinya masyarakat tidak mudah menyalahkan guru dan sekolah. Jika orang tua kerap mengeluh dan tidak jarang kewalahan dalam mendidik anak di rumah. Kemudian menyerahkan tanggungjawab pendidikan kepada sekolah atau guru. Padahal kunci pendidikan itu ada pada keluarga. Lewat tindakan dan contoh disamping ajaran lisan supaya menjadi pribadi-pribadi yang satun, berbudi dan beradab.

Modernisasi ditandai dengan kemajuan teknologi informasi serta  aneka tuntutan, membuat sebagian keluarga kehilangan waktu untuk saling menyapa secara lebih kuantitatif dan kualitatif. Akibatnya memunculkan pergolakan dalam diri setiap anggota keluarga. Masing-masing berusaha memenuhi kebutuhannya yang tidak diperoleh di rumah.

(marlenvargazdelrazo.com)
(marlenvargazdelrazo.com)
Namun sayang, upaya memenuhi kebutuhan tersebut kerap salah sasaran dan tempat. Maka tidak heran jika sekolah dan guru menanggung imbasnya. Siswa menjadi tidak hormat dan santun pada gurunya. Tidak memiliki sikap rendah hati manakala berjumpa dengan individu lain di sekolah atau di luar sekolah.

Bully, tawuran, kekerasan dan hubungan seks sebelum nikah dan masalah sosial pelajar lainnya merupakan letupan dari ketidak puasan siswa akan kebutuhan terdalam siswa sebagai  individu. Untuk disapa dan dipedulikan keberadaannya. 

(fotosfotod.eu)
(fotosfotod.eu)
Keluarga dan masyarakat tidak dapat menyalahkan sekolah dan guru. Perjumpaan mereka dengan siswa waktunya terbatas, jumlah siswa yang perlu mendapat perhatian juga tidak sedikit. Belum lagi masalah setiap siswa berbeda satu dengan yang lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun