Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Patjar Merah, Buku dan Perempuan

5 Maret 2019   16:14 Diperbarui: 6 Maret 2019   12:41 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Patjar Merah mengingatkan pada tokoh-tokoh pergerakan. Dan nama itu menjadi tidak asing jika mengetahui latar belakang pengagas kegiatan pasar buku ini di jaman pemerintahan yang sangat represif. 

Tokoh dan buku (foto:Ko In)
Tokoh dan buku (foto:Ko In)
Aktivitas literasi seperti pasar buku dengan kegiatan diskusinya seperti pasar buku Patjar Merah seolah menjawab kerinduan sebagian anak muda dan remaja yang haus akan pengetahuan yang berbobot lewat buku. 

Literasi

Di sela penjualan buku ada acara diskusi yang menghadirkan beberapa nara sumber, yang tidak jauh dari dunia tulis menulis. Ada Joko Pinurbo, Ivan Lanin, Jenny Jusuf, Ismael Basbeth, Max Lane, Trinity dan yang lainnya .

Berbicara tentang diskusi mengingatkan tentang kebiasaan para mahasiswa tahun 80an yang gemar diskusi di warung angkringan selama berjam-jam.  Cukup berbekal uang Rp 5000 boleh duduk dan ngobrol berjam-jam antar sesama pengunjung. Entah sudah kenal atau belum.  Masih sering terdengar obrolan atau diskusi tentang banyak hal.

Menu angkringan(foto:Ko In)
Menu angkringan(foto:Ko In)
Pengunjung angkringan bebas mengemukakan pendapat dari masalah politik, ekonomi atau artis yang terjerat kasus narkoba. Sampai kasus hangat lain yang jadi pembicaraan di media sosial dan televisi. Walau diantara mereka tidak saling kenal. Atau sekedar mendengar rasanan antar mahasiswa tentang dosennya yang susah ditemui, untuk  konsultasi skripsi atau penelitiannya.

Sementara di cafe-cafe, tidak jarang terjadi diskusi seperti di warung angkringan. Namun tidak sedikit pula diskusi yang lebih banyak menonjolkan hahahahihihinya daripada masalah-masalah aktual yang sedang terjadi . 

Mungkinkah cafe-cafe di Yogya mampu menelorkan penulis dengan karya fenomenal, yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan ? Seperti  Jean Paul Sartre dan Simone De Beauvoir  saat ngopi dan ngobrol di cafe Les Deux Magots. Cafe yang terletak di jantung kota Paris Prancis. 

(foto:pixdaus.com)
(foto:pixdaus.com)
Cafe menjadi tempat  favorit diskusi para filsuf dan seniman Eropa pada masanya. Jean Paul Sartre dan Simone De Beauvoir biasa berdiskusi dan menyelesaikan tulisan-tulisannya, di kursi atau spot khusus di cafe Les Deux Magots. Bukan sekedar  berhahahahihihi....... Ada juga filsuf Albert Camus dan seniman Picasso yang kabarnya membuat karya kubisme di tempat ini.

Seseorang  atau individu mampu dan trampil berbicara, menulis, membaca serta memecahkan masalah. Mengeluarkan gagasan atau pikiran karena mampu membaca banyak informasi lewat aneka media, seperti  buku atau  membaca kehidupan. 

Berdiskusi, Kalis dan Jenny (foto:Ko In)
Berdiskusi, Kalis dan Jenny (foto:Ko In)
Oleh karena itu jangan cepat bangga menyebut diri mampu melakukan kegiatan berliterasi jika membaca buku saja jarang. Apalagi membaca kehidupan. Merenungkan dan membawa kehidupan yang telah dijalani, kedalam aktivitas kontempletatif yang melibatkan akal budi.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun