Langit berubah cepat menjadi kelabu sore itu. Membuatku was-was menanti kedatanganmu. Sengaja aku duduk di teras Noe Coffee and Kitchen berharap kegelisahanku dapat menahan jatuhnya hujan sebelum dirimu tiba.
Kita sepakat untuk bertemu sore itu di Noe Coffee and Kitchen, Jl. Dr. Wahidin 68 Yogya. Tidak jauh dari perempatan Galeria. Tawaran dari salah seorang barista untuk duduk di dalam, aku tolak dengan nada yang tidak dapat  menyembunyikan kekhawatiranku tentang dirimu.
Akhirnya tetesan air seperti berlomba-lomba menjatuhkan diri dari langit. Ingin membasahi apapun yang ada di atas bumi. Beberapa orang berusaha mengelak dengan berlari mencari tempat untuk berteduh namun usaha mereka jelas sia-sia.
Usaha menghalangi  dingin dengan memakai jaket nampaknya sia-sia karena angin semakin kencang  meniupkan butiran-butiran lembut air. Wajah sore kota Yogya semakin kelabu dan semakin dingin.
Mengingatkanku akan senyummu yang mampu menyingkirkan dinginnya udara diChamps Elysees, Paris waktu itu. Tatapan matamu membuat tubuhku hangat tanpa harus meminum red wine. Di depan kita masing masing ada secangkir hazelnut latte menemani  obrolan kita tentang  Albert Camus  dengan novel  La Peste,Sampar.
Cerita tentang manusia yang eksistensial namun sekaligus  mengalami keabsurditasan hidup yang tidak terelakkan. Sesekali  kita tersenyum bersama ngrasani Picasso dengan kubismenya.
Senyum dan sapaan ramah Tommy Wardhana, supervisor Noe Coffee sejenak melupakan kecemasan itu. Diganti dengan rasa penasaran karena banyaknya unsur rusa kutub dalam dekorasi cafe ini. Kemana mata memandang selalu ada rusa bertanduk.
Buku tertata rapi di salah satu sudut ruang dengan beraneka macam judul. Mengesankan cafe ini cafe yang smart, bukan sekedar cafe tempat ngobrol dan tempat minum kopi sambil menghabiskan malam.
Kembali teringat dirimu yang belum muncul di Noe Coffe and Kitchen. Kecemasanku kembali hadir sekaligus mengingatkan dirimu saat kita berdua menikmati kopi di salah satu cafe di Avenues des  Champs Elysees.
Nada bicaramu sedikit tinggi saat kita ngobrol tentang  Huis Clos,Pintu Tertutup  tulisan Jean Paul Sartre. Mungkin rasa eksisitensimu terganggu oleh naskah drama yang pernah ditulis Sartre, yang begitu ekstrim mengartikan kehadiran orang lain terkait eksistensi.
Terbesit keinginan untuk melihat masa depan lewat aneka ramalan kartu Tarot tentang relasi kita. Akankah tetap rapi dan saling berdekatan seperti jejeran rusa di dekat meja kasir.
Sejumlah rusa berjejer rapi, badannya tertera nomor, yang dijadikan sebagai penanda nomor pesanan atau nomor antrian saat memesan menu yang disediakan di Noe Coffee and Kitchen.
Pertumbuhan menjadi harapan Noe Coffee and Kitchen untuk selalu tumbuh dan berkembang usaha cafe ini, sehingga menumbuhkan income atau pendapatan bagi masyarakat sekitar cafe Noe berada.
Ngobrol berkualitas kadang tidak terasa menghabiskan banyak waktu. Noe mencoba mengakomodasi kebutuhan pengunjunggnya dengan membuka jam operasi cafe dari pukul 09;00 sampai 02;00. Silahkan menikmati malam atau malam yang nikmat ? Â Night of Enjoyment, NOE.
Tiba-tiba aku lihat dirimu berdiri di depan pintu Noe Coffe and Kitchen dengan wajah yang menampakan keletihan, sebagian rambutmu basah tetapi tatapan matamu mengambarkan kerinduan. Hari mulai gelap tetapi nampak terang karena sinar dari berbagai macam lampu.
Senyummu menghadirkan kehangatan. Sejenak berdua kita saling membisu. Tatapan kita saling berbicara tanpa suara namun tetap dihiasi senyum yang saling menghangatkan hati.
Tak lama kemudian kita bicara bukan tentang Jean Paul Sarte. Tetapi tentang menu yang akan dipilih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H