Mendapat undangan ke Nagoya sungguh menyenangkan tetapi juga membawa kecemasan tersendiri. Bagaimana tidak bahasa Jepang yang saya kuasai cuma Konichiwa dan Dorayaki kue kesukaan kucing abad 22 di film Doraemon.
Untuk mengurangi perasaan cemas yang mengganggu, saya mencoba up date status di media sosial. "Besok ke Nagoya. Cuma bisa ngomong Konichiwa dan Dorayaki." Tidak lama kemudian balasan komentar datang dari beberapa teman media sosial.
Dari ucapan selamat, komentar positif, Â tidak ketinggalan komentar negatif juga hadir. Ada yang bertanya berapa hari? Â Bahkan ada yang ingin meminjami kamus bahasa Jepang Indonesia. Sungguh merasa terharu atas perhatian teman-teman. Namun semua itu tetap belum dapat menghilangkan kecemasan.
Cemas terkait selera lidah dan perut nantinya di Nagoya. Dibenak ini makanan Jepang hanya ramen dan sushi yang dibuat dari ikan mentah. Karena perut ini sangat sensi dengan segala jenis mie dan makanan mentah.
Keesokan harinya, jam untuk ke Nagoya sudah ditentukan. Harap-harap cemas menyelimuti hati serta pikiran. Orang lain baragkali berpikir saya ini ndeso.
"Ah..., biarin. Yo, ben...."
Sampai juga akhirnya perjalanan saya yang penuh  dag...dig....dug..... ke Nagoya Fusion Resto. Disana sudah ada beberapa teman blogger dari komunitas Kompasiana Jogja.
Tanpa disadari kecemasan yang mengganggu kenyamanan tidur semalam, pergi. Entah kemana. Apakah karena bertemu dengan rekan-rekan yang cantik. Atau sapaan Nagoya lewat aroma yang begitu menggoda selera. Entah...
Bau pedas yang sedap, datang dari arah dapur Nagoya Japense Fusion Resto, yang beralamat di Jalan Sardjito 11 Jogjakarta. Satu-satunya tersangka yang patut dicurigai. Sebagai pembuat kami melakukan paduan bersin-bersin. Silih berganti.
Aroma masakan menari-nari di ruangan Nagoya Japanese Fusion Resto, diam-diam menggoda perut hingga mengeluarkan bunyi, "Kruuk...kruuk". Tanda lapar. Beruntung suara itu tidak terdengar karena tersamarkan oleh suara, "Sreeeenggg......," dan canda teman-teman Kompasiana Jogja atau Kjog.
Apa jadinya jika suara tersebut terdengar oleh David Cahyanto. Pemilik Nagoya Japenese Fusion Resto yang mengundang blogger Kompasiana Jogja untuk mencicipi makanan di restonya. Bisa jadi chef ekstra keras untuk buru-buru menyiapkan aneka hidangan dalam jumlah cukup banyak. Karena kami datang sekitar sepuluh orang.
"Sabarrr.......," kata hati mengingatkan. Masih ada udon dan ramen lainnya yang bisa dipilih. Yang aromanya membuat diri ini, harus berkali-kali menelan ludah. Semua ramen menggoda apalagi disajikan dalam mangkok putih dengan ukuran yang cukup besar. Ada Curry Ramen, Nikudango Ramen, Ebi Ramen, Gyokai Ramen.
Kemudian hadir  Hot Tuna Sushi, Katsu Donburi, Chicken Teriyaki dan masih banyak lagi. Kami tidak hafal satu persatu namanya sehingga harus minta tolong kepada waitersuntuk menulis nama masakan dengan kertas dan diletakkan dekat mangkok atau piring makanan.
"Enak," kata hati saya untuk kesekian kalinya.Â
Giliran Ebi Ramen yang menjadi sasaran. Rasa ebinya berasa sekali membuat lidah ini tidak ingin berhenti mencicipi kuahnya sambil mengunyah mie ramennya. Rasa pedas, semakin mengundang selera dan tidak mampu menghentikan tangan untuk menyeduh kuah ramen yang menghantarkannya ke mulut.Â
Setelah mencicip Hot Yaki Ramen, giliran Teriyaki Udon yang tadi sempat lewat di depan saya dengan jamur karang warna putih yang menggoda. Karena asyik dengan ramen , rupa-rupanya jamur karang sudah dibabat habis oleh teman-teman.
"Ini sih bukan mencoba tetapi menyantap, bro......"
Dan baru sadar saat Ko David menjelaskan bahwa Hot Tuna Sushi itu berisi tuna matang bukan ikan mentah karena sudah disesuaikan dengan lidah orang Indonesia.
Dan teman-teman Kjog hanya bisa mengatakan,  " Ooo....!". Atau  hanya bisa mengangguk-anggukkan kepalanya karena mulutnya penuh dengan makanan.Â
Nagoya Fusion Resto berdiri tahun 2010 atas dasar rasa kangen akan makanan Jepang. Khususnya dari daerah Nagoya. David pernah tinggal disana saat menjadi  mahasiswa pertukaran pelajar. Setelah kembali ke Indonesia kerinduan akan makanan Jepang tidak pernah pupus.Â
Nagoya Fusion Resto  di Jogja ada dua tempat. Di Jalan Gajah Mada tidak jauh dari Kraton Pakualam Jogja dan yang ada di Jalan Sarjito sebagai pusatnya. Kira-kira 200  meter sebelah selatan Sekolah Vokasi UGM. Dapat dicapai dengan berjalan kaki dari UGM. Karena sangat dekat dengan komplek kampus UGM.
Tujuh tahun sudah Nagoya Fusion Resto berdiri dan menjalin kemitraan dengan orang-orang yang menginginkan memiliki usaha sendiri tetapi bingung menentukan jenis usaha. Resto dengan cita rasa Jepang merupakan sebuah tawaran menarik.
Kini Nagoya Fusion Resto  tidak hanya  ditemui di kota besar di Jawa seperti Bogor, Semarang, Solo, Magelang, Pasuruan dan Kediri. Tetapi juga di Lampung, Jambi, Palembang, Makasar, Palangkaraya.Â
Selain itu costatau biaya usaha tergolong murah jika dibandingkan dengan usaha yang sejenis. Sistem kemitraan yang jelas dan mudah (clear and easy). Sehingga dapat mendukung kembalinya modal dalam waktu singkat.Â
Ko David menceritakan varian produk Nagoya Fusion resto memiliki daya jual tinggi serta rasa yang telah teruji dan dapat diterima konsumen. Terbukti kini telah berdiri sedikitnya di sembilan daerah yang tersebar di Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi.Â
Usai mencicip aneka menu Nagoya Fusion Resto, ngobrol dengan yang empunya resto ini semakin terasa asyik . Apalagi diiringi paduan suara dapur yang berbunyi " Sreeenggg......." dan aroma yang selalu mengundang selera.Â
Dan diam-diam hati. Ehm, perut. Mengharap dapat diundang lagi. Lidah, perut atau hati..... Ah, apapun namanya. Yang penting ngarep ada undangan cip-icip lagi. Pingin cicip yang lain. Seperti  Omu Raisu, Okonomiyaki, Ramen Pizza dan yang lainnya.
"Success ya Ko David. Jangan lupa kalau road-road  ke Nagoya Jepang, ajakin saya ya...". Siapa tahu road successnya Ko David nular ke kita-kita.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H